Liputan6.com, Blora - Pelayanan masyarakat oleh aparat pemerintah ternodai sejak beredarnya video viral terkait adanya dugaan pungutan liar alias pungli di Kecamatan Japah Kabupaten Blora yang dilakukan seorang oknum petugas pembuat KTP elektronik atau e-KTP.
Menurut cerita salah seorang warga Blora, H, kejadian tersebut berawal ketika peralatan perekaman e-KTP di Kecamatan Todanan rusak. Dia kemudian mengurus pembuatan e-KTP di Kecamatan Japah, Kabupaten Blora.
H mengikuti segala ketentuan yang ada, mulai dari perekaman sidik jari sampai tanda tangan online. Setelah e-KTP jadi, oknum petugas e-KTP di Kecamatan Japah meminta dirinya membelikan air mineral dan satu bungkus rokok.
Advertisement
Baca Juga
"Awalnya itu terjadi sebelum puasa kemarin, saya bersama teman saya saat mengurus e-KTP di Kecamatan Japah," ujarnya bercerita kepada Liputan6.com di rumah rekannya di Desa Dringo, Kecamatan Todanan, Senin, 10 Juni 2019.
Saat itu, H diberitahu temannya I, bahwa petugas pembuat e-KTP minta untuk diberikan imbalan. Lantaran uang H tak cukup untuk membeli air mineral dan rokok yang diminta petugas itu, kemudian H mengganti rokok untuk petugas dengan merek lain.
"Waktu saya memberikan rokok dan air mineral itu diam-diam divideo teman saya," terangnya.
Menanggapi isu pungli itu, Camat Japah, Minar Ami Bin Sarno, meminta untuk diperlihatkan bukti rekaman video terkait benar tidaknya ada anak buahnya melakukan tindakan pungli tersebut.
"Kalau menurut aturannya memang tidak boleh jika anak buah saya kedapatan melakukan hal itu," dia menerangkan saat ditemui Liputan6.com, Senin (10/6/2019).
Melihat video tersebut, Camat Japah mengatakan peristiwa yang terjadi belum jelas dengan alasan anak buahnya di video tersebut tidak ada di kantor.
"Ini belum jelas, anak buah saya itu yang meminta atau yang diberi. Kalau ini meminta, pasti besok anak buah saya akan saya tegur dan diberi sanksi," Camat Japah memungkasi.
Terpisah, pada hari Selasa (11/6/2019), oknum petugas pembuat e-KTP yang tertangkap video amatir berdurasi 16 detik itu, mengatakan bahwa dirinya yang diberi oleh pembuat e-KTP dan bukan dia yang meminta dibelikan rokok.
"Saya sendiri itu kurang tahu kapan terjadinya saya lupa, mungkin dulu itu kasihan atau bagaimana kemudian dibahasakan minta," ucapnya saat ditemui Liputan6.com.
Setelah diperlihatkan video amatir tersebut oknum petugas tersebut tidak mengelaknya. "Monggo lah kalau memang itu begitu videonya," jawabnya singkat.
Â
Â
Larangan Menerima Imbalan
Munculnya persoalan oknum petugas e-KTP menerima imbalan, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Riyanto, menyayangkan hal ini terjadi.
"Kalau itu bentuknya balas jasa dalam rangka pelayanan dan menerima imbalan, itu tetap tidak boleh, apalagi jika itu meminta," ucap Kadinas setelah mengetahui rekaman video amatir oknum tersebut saat ditemui di ruangannya, Selasa (11/6/2019).
Sebagai kepala dinas, dirinya akan mengonfirmasi kepada yang bersangkutan dan akan memanggilnya. Untuk tindakan tegasnya, kata dia, akan diberi teguran terlebih dahulu.
"Sanksi yang akan diberikan akan kami bahas bersama Kasi-nya, Kabid-nya dan akan kami sidang," katanya.
M Haris Suhud, salah seorang warga yang awalnya memberikan video rekaman tersebut kepada Liputan6.com, berharap adanya peristiwa ini menjadikan efek jera bagi pelaksana negara yang ada di Kabupaten Blora.
"Mereka cuman pelaksana negara, janganlah bersikap seolah-olah negara milik mereka. Pemilik negara Indonesia ini adalah masyarakat, dan mereka cuman pelaksana," ucap pria Blora yang keseharian sebagai penulis skenario film Indonesia.
"Kejadian ini sudah sering terjadi semena-mena, harapan saya di era keterbukaan ini biar ada perbaikan, bukan hanya slogan-slogan saja di birokrasi. Secara kenyataan di akar rumput kejadian seperti ini masih sering terjadi," Haris memungkasi.
Advertisement
Tanggapan Ombudsman
Plt Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Tengah, Sabarudin Hulu, menanggapi beredarnya video amatir petugas e-KTP di Blora menerima imbalan dari warga.
Kepada Liputan6.com, Sabarudin mengatakan pelayan pembuatan e-KTP tidak ada biaya alias gratis. Apabila terdapat biaya dan tidak dapat dipertanggungjawaban secara hukum, maka dapat berpotensi terjadi pelanggaran hukum dan menyimpang dari prosedur.
"Tidak ada alasan pembenaran dari pelaksana atau pegawai bahwa uang atau barang diberikan sendiri oleh pemohon atau sukarela," jelas dia ketika dihubungi Liputan6.com, Selasa (11/6/2019).
Menurutnya, dalam bentuk apa pun dari pemohon yang diberikan kepada pegawai karena melaksanakan tugas dan bertentangan peraturan dan sumpah/ janji jabatannya adalah perbuatan maladministrasi berupa perbuatan melawan hukum karena melanggar undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik dan Undang-Uang Nomor 28/1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN.
"Seharusnya apabila tidak alasan hukum menerima pemberian pengguna layanan, pegawai atau pelaksana wajib menolak," ujarnya.
Ombusdman menyarankan kepada kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Blora serta Inspektorat Blora untuk melakukan pemeriksaan atas tindakan pegawai yang diduga melakukan maladministrasi tersebut.
"Sebagai atasannya, memiliki tanggung jawab untuk mengawasi dan membina serta memeriksa apabila ada pelanggaran peraturan yang dilanggar bawahannya," Sabarudin menandaskan.
Â
Simak video pilihan berikut ini: