Sukses

Bukan Supermoon, Ini Pemicu Gelombang Pasang di Pesisir Selatan

Fenomena gelombang pasang yang sempat terekam video itu pun meramaikan dunia maya. Lantas ada yang menghubungkan terjadinya gelombang pasang ini dengan supermoon seperti yang terjadi pada akhir 2018 dan awal 2019 lalu.

Liputan6.com, Cilacap - Ombak perairan selatan Jawa dan Samudera Hindia belakangan mengganas. Bahkan, Selasa, 11 Juni 2019 lalu, gelombang pasang melabrak dan memorakporandakan pesisir selatan Kebumen dan berdampak di Cilacap.

Saat itu, sedikitnya 120 warung sederhana yang terbuat dari bambu berantakan. Pada musim lebaran, warga sekitar pantai wisata di Kebumen memang kerap membuat warung dadakan.

Kadang kala, warung itu didirikan di kawasan sempadan pantai. Makanya, saat ada gelombang pasang yang menerjang daratan kisaran 50 meter, warung-warung itu roboh dan rusak.

Fenomena gelombang pasang yang sempat terekam video itu pun meramaikan dunia maya. Lantas, ada yang menghubungkan terjadinya gelombang pasang ini dengan supermoon seperti yang terjadi pada akhir 2018 dan awal 2019 lalu.

Supermoon adalah fenomena ketika bulan berada di titik terdekat dengan bumi. Kondisi ini bisa memicu gelombang rob saat bulan penuh.

Supermoon bisa menjadi malapetaka jika bersamaan dengan terjadinya sejumlah faktor regional dan lokal. Pada Desember 2018 dan Januari 2019 misalnya, supermoon memicu banjir rob dan merusak sejumlah kawasan wisata Cilacap maupun Kebumen.

Namun, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan gelombang pasang yang terjadi di laut selatan kali ini bukan lah merupakan pengaruh supermoon. Gelombang tinggi tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh tiupan angin kencang musim angin timur.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Musim Angin Timur

Prakirawan BMKG Pos Pengamatan Cilacap, Rendy Krisnawan mengatakan ketinggian gelombang juga dipengaruhi oleh pasang surut air laut akibat siklus gravitasi bulan yang berpengaruh terhadap pasang dan surut air laut. Gelombang akan semakin kuat jika tiupan angin kencang bersamaan dengan pasang air laut.

"Indonesia itu ibarat barrier atau pembatas. Dampaknya, pada musim kemarau, angin yang berembus kencang, dari Benua Australia menuju ke Benua Asia, setelah melewati lautan di wilayah Indonesia, maka akan mengakibatkan gelombang yang tinggi," dia menjelaskan, Kamis, 13 Juni 2019.

Saat ini, angin berkecepatan sekitar 25 knot. Angin bertiup dari arah tenggara mengarah ke barat laut. Kecepatan angin itu berimbas langsung kepada naiknya ketinggian gelombang setinggi 4-6 meter.

Dia memperkirakan, gelombang tinggi ini masih berpotensi terjadi pada musim angin timur. Meski BMKG mengeluarkan peringatan dini gelombang tinggi hingga 15 Juni 2019, bisa saja peringatan dini itu akan diperpanjang.

"Maksimal tiga hari akan kembali di-update," ucapnya.

Karenanya, ia menyarankan agar wisatawan dan nelayan di pesisir selatan Cilacap, Kebumen, Purworejo, hingga Yogyakarta mewaspadai kemungkinan terjadinya gelombang tinggi. Nelayan diimbau tak melaut. Adapun wisatawan, disarankan tak bermain di pinggir pantai.

"Lebih baik sementara waktu ini jangan melaut dulu. Karena ombak masih sangat berbahaya," dia berkata.