Liputan6.com, Palembang - Satreskrim Poresta Palembang Sumatera Selatan (Sumsel), menetapkan 5 orang Komisioner KPU Kota Palembang sebagai tersangka. Kelima tersangka ini diduga melakukan tindak pidana Pemilu di Kota Palembang.
Status tersangka yang ditetapkan pada hari Sabtu (15/6/2019) ini bermula dari temuan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Palembang tentang dugaan tindak pidana Pemilu tahun 2019.
Temuan ini dilaporkan Ketua Bawaslu Palembang Muhammad Taufik, pada tanggal 22 Mei 2019, dengan nomor polisi LPB/1105/V/2019/SUMSEL/RESTA.
Advertisement
Baca Juga
Kasat Reskrim Polresta Palembang, Kompol Yon Edi Winara mengatakan, diduga kelima tersangka tersebut diduga tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu.
"Bawaslu merekomendasikan untuk melaksanakan pemilihan suara umum atau PSU dan pemilihan suara susulan pada pemilu serentak 2019," ujarnya kepada Liputan6.com.
Kelima komisioner KPU tersebut adalah Ketua KPU Palembang EF dan empat komisioner KPU Palembang yaitu Al, YT, AB dan SA. Kelima Komisioner itu diduga menghilangkan hak pilih masyarakat Kota Palembang.
Penetapan status tersangka dugaan tindak pidana Pemilu 2019 sesuai dengan Pasal 510 subsideir pasal 554 UU Nomor 7 tahun 2017. Pasal tersebut memuat tentang Pemilu.
Sebelum menetapkan sebagai tersangka, Satreskrim Polresta Palembang sudah mengorek informasi dari kelima tersangka. Pemeriksaannya sendiri dilakukan pada hari Jumat (14/6/2019).
"Kita juga memeriksa 20 orang saksi tambahan yang merupakan saksi ahli," katanya.
Di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang kekurangan surat suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Pemilihan Susulan (PSU) di Kota Palembang tidak digelar.
Seperti di TPS 38, di Jalan Prajurit Kemas Ali, Kelurahan 2 Ilir Kecamatan Ilir Timur (IT) 2 Palembang Sumsel.
Kesaksian Warga
Wulan (43), warga Jalan Prajurit Kemas Ali Palembang mengatakan, saat Pemilu 2019 yang digelar hari Rabu (17/5/2019), dia bersama ratusan warga yang terdaftar di TPS 38 tidak mendapatkan surat suara Pilpres 2019.
Saat ada PSU di beberapa TPS di lingkungan tempat tinggalnya, dia tidak mendapatkan undangan PSU di TPS tempatnya mencoblos.
"Anak saya ikut PSU di TPS 11 hari Minggu (21/4/2019), tapi saya tidak mendapat undangan untuk mencoblos susulan untuk surat suara Pilpres 2019," katanya.
Dia pun sempat ingin mencoblos di TPS 11, namun karena namanya tidak terdaftar, Wulan tidak bisa menggunakan hak suaranya. Di TPS 38 pun tidak menggelar PSU susulan seperti di TPS lainnya.
Wulan pun kecewa karena tidak bisa menyalurkan hak suaranya untuk Pemilu 2019 ini. Padahal, dia sangat ingin mencoblos, terutama memilih Capres-Cawapres untuk lima tahun ke depan.
Penetapan Tersangka Janggal
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Selatan menilai ada kejanggalan terkait penetapan status tersangka terhadap ketua dan empat Komisioner KPU Kota Palembang, mengingat kasusnya dianggap tak cukup unsur, seperti dilansir Antara.
Komisioner KPU Sumsel Divisi Hukum dan Pengawasan Hepriyadi, di Palembang, Sabtu, mengatakan bahwa dugaan pihak kepolisian yang menyebut KPU Palembang tidak melaksanakan pemungutan suara lanjutan (PSL) sehingga menyebabkan warga kehilangan hak suara adalah tidak tepat.
"Bawaslu mengusulkan PSL di 60 TPS, lalu diputuskan KPU Palembang 15 TPS, 45 sisanya tidak dilaksanakan karena memenuhi syarat, maka putusan itu sesuai prosedur penyelenggaraan pemilu, jadi tidak ada niat menghilangkan hak suara," ujar Hepriyadi, usai diperiksa sebagai saksi meringankan dalam kasus itu, selama sembilan jam.
Advertisement
Penjelasan KPU
Menurut Hepriyadi, PSL dilaksanakan jika TPS bersangkutan mengusulkan diri, ada pun jika usulan tersebut rekomendasi Bawaslu maka KPU Palembang menjadikannya pertimbangan mengenai kelengkapan syarat, tidak ada kewajiban untuk diikuti.
PSL tidak dilaksanakan di TPS yang direkomendasi Bawaslu karena masyarakat di TPS tersebut enggan memilih lagi atau memang sudah selesai mencoblos meskipun hanya separuh dari DPT.
Dengan demikian pelaksanaan PSL sebetulnya bukan kehendak KPU sendiri, kata dia, sehingga unsur peradilan tidak cukup dan pihaknya akan membela Ketua serta Komisioner KPU Palembang dengan mengawal kasus tersebut.
"Ini namanya proses hukum dan kami hargai, tentu Polresta Palembang punya keyakinan melalui dua alat bukti, namun kami akan membela serta mendukung KPU Palembang," ujarnya pula dilansir Antara.
Ia juga menegaskan kasus tersebut tidak mengubah hasil pemilu, dan pihaknya memandang status tersangka KPU Palembang adalah risiko pemilu sebagai penyelenggara.
"Semoga Allah menunjukkan mana yang benar dan salah," kata Hepriyadi.
Saksikan video pilihan berikut ini: