Sukses

Bayi Orangutan Korban Selundupan Tujuan Malaysia Stres dan Demam

Tiga orangutan yang gagal diselundupkan dari Kota Dumai tujuan Malaysia alami stres berat dan demam. Orangutan ini masih menjalani observasi dan rehabilitasi di klinik BBKSDA Riau.

Liputan6.com, Pekanbaru- Tiga orangutan yang gagal diselundupkan dari Kota Dumai tujuan Malaysia dirawat intensif di klinik satwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau. Ketiganya alami stres berat karena perlakuan dua pelaku yang telah ditangkap petugas.

Menurut Kepala BBKSDA Riau Suharyono, tiga orangutan itu terdiri dari satu bayi berumur dua bulan dan dua lainnya berusia di bawah dua tahun. Tidak terbiasa melihat manusia juga menjadi penyebab ketiganya drop.

"Namun mau makan, nafsu makannya masih bagus," kata Suharyono di kantornya, Rabu malam, 26 Juni 2019.

Suharyono juga menyebut orangutan berumur dua bulan alami demam. Satwa berbulu di badannya ini dan sekilas mirip manusia ini juga dehidrasi ringan sehingga mendapatkan perhatian khusus dari dokter hewan.

Selain orangutan, petugas Bea Cukai Kota Dumai dan Detasemen Polisi Militer Angkatan Laut serta Angkatan Darat, juga menyita dua monyet ekor panjang albino, satu siamang dan seekor binturong.

"Kondisinya hampir sama dengan orangutan, dirawat intensif juga di klinik," jelas Suharyono.

Setelah menjalani observasi di klinik BBKSDA, orangutan ini nantinya dibawa ke Pusat Konservasi Orangutan Sumatra di Medan, Sumatra Utara. Harapannya satwa ini bisa dilepasliarkan ke habitatnya.

"Namun semuanya itu berdasarkan keputusan dari tim medis dan petugas rehabilitasi," kata Suharyono.

2 dari 2 halaman

Bukan dari Riau

Hingga kini, BBKSDA Riau serta Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih mengusut dari mana pelaku JD dan SP memperoleh satwa itu. Untuk orangutan, petugas menduga tidak berasal dari Riau.

Menurut Suharyono, selama ini orangutan tidak pernah terdengar ada muncul di Riau. Biasanya di Pulau Sumatra, orangutan berada di perbatasan Sumatra Utara dengan Aceh.

"Kalau untuk monyet ekor panjang, rata-rata ada di hutan Sumatra, termasuk yang albino," jelas Suharyono.

Albino, tambah Suharyono, merupakan kelainan genetika yang terjadi pada satwa. Kondisi ini merupakan bawaan sejak lahir dari induk yang normal.

"Biasanya ini suatu penyakit yang membuat kulit memutih," ucap Suharyono.

Hanya saja bagi pedagang satwa di pasar gelap, albino punya nilai jual lebih tinggi dari monyet ekor panjang biasa. Tak ayal, monyet albino laku keras di pasar gelap satwa dilindungi.

Jika seandainya sampai ke Malaysia, satwa-satwa ini diperkirakan punya nilai jual Rp 1,4 miliar. Paling mahal tentu saja orangutan karena langka dan dilindungi dunia.

"Itu pengakuan pelaku. Kalau sudah berapa kali keduanya memperjualbelikan satwa, masih diusut," kata Suharyono.

Video Terkini