Sukses

Menanti Proses Hukum Kakek Bejat yang Jadikan Kakak Adik di Kupang Budak Seks

Sadisnya, ternyata bukan hanya SM yang menjadi korban budak seks pengusaha tambak garam itu. Adik korban berinisial F yang masih SMP juga turut dicabuli ZA.

Liputan6.com, Kupang - Siswi SMA berinisial SM, warga Pantai Beringin, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, NTT menjadi korban budak seks kakek 70 tahun, ZA. Aksi bejat ZA terkuak setelah SM dinyatakan hamil delapan bulan.

Sadisnya, ternyata bukan hanya SM yang menjadi korban budak seks pengusaha tambak garam itu. Adik korban berinisial F yang masih SMP juga turut dicabuli ZA.

Paman korban, CP, mengatakan kasus tersebut sudah dilaporkan ke Polres Kupang, tetapi hingga kini tidak ada tindak lanjut sama sekali dari pihak kepolisan. Keluarga merasa sakit hati, melihat ZA masih bebas berkeliaran.

Bersama kuasa hukum, keluarga akhirnya mendatangi Polda NTT, Kamis, 27 Juni 2019. Mereka meminta agar kasus ini segera diambil alih Polda NTT karena mereka menduga ada "permaianan" yang dilakukan penyidik Polres Kupang.

Menanggapi itu, Kapolres Kupang, AKBP Indra Gunawan mengaku kasus tersebut masih pada tahap penyelidikan (lidik).

Ia mengatakan, polisi sudah memeriksa korban serta saksi yakni, orangtua korban, kakak serta adik korban termasuk terlapor, ZA. Dari hasil pemeriksaan, kata dia, tidak ada keterangan saksi yang mendukung keterangan korban.

"Saat ini baru keterangan korban sehingga baru satu alat bukti. Korban sekarng dalam keadaan hamil sehingga kita tunggu melahirkan baru uji DNA," ujar Indra kepada Liputan6.com, Jumat (28/6/2019).

Ia juga membantah jika Polres Kupang disebut-sebut menitipkan korban budak seks Kakek ZA di panti rehabilitasi. "Korban dititipkan oleh aktivis Rumah Perempuan, bukan Polres Kupang. Jadi, sesuai SOP di panti, jika mau mengunjungi korban harus sepengetahuan Rumah Perempuan," katanya.

 

2 dari 2 halaman

Sulit Bertemu Korban

Pernyataan Kapolres Kupang ini ditanggapi kuasa hukum korban, Dedy Jahapay. Menurut Dedy, banyak saksi yang disebutkan oleh korban tetapi tidak pernh diambil keterangan oleh polisi.

"Salah satunya tante korban, tidak diperiksa oleh polisi," ujar Dedy kepada Liputan6.com, Minggu (30/6/2019).

Sebagai kuasa hukum, ia mengaku masih kesulitan bertemu korban di panti rehabilitasi. Awalnya, pihak panti beralasan harus ada izin dari Polres Kupang. Setelah terjadi perdebatan, kata dia, pihak panti baru memberi izin.

"Semula petugas bilang harus ada izin dari polres. Saya tanya balik, dalam bentuk apa, mereka jawab rujukan. Saya tanya lagi, apa dalam rujukan itu ada poin yang menyatakan jika mau bertemu korban harus minta izin Polres? Petugas diam tidak jawab, katanya mereka hanya jalankan perintah pimpinan," dia menegaskan.

Ia meminta agar Polda NTT mengambil tindakan hukum dan segera memeriksa penyidik Polres Kupang yang menangani perkara ini.

"Laporan korban tidak ditindaklanjuti, ini ada apa? Korban ini anak di bawah umur yang seharusnya segera mendapat perlindungan hukum. Saya minta Polda segera periksa penyidik Polres Kupang," Dedy menandaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini: