Sukses

Aksi Durjana Ayah Kandung Cabuli Buah Hati hingga Melahirkan

Diduga akibat kesepian setelah perceriannya dengan ibu korban, seorang ayah di Garut tela mencabuli putri kandungnya hingga melahirkan.

Liputan6.com, Garut - Diduga kesepian akibat menduda, UR (42) warga Kecamatan Malangbong, Garut, Jawa Barat, tega mencabuli NA (15), buah hatinya hingga melahirkan seorang bayi.

“Aduannya masuk melalui ibu kandung korban,” ujar Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna, dalam rilis kasus di Mapolres Garut, Selasa (2/7/2019) petang.

Menurut Budi, perbuatan pencabulan tersangka terbilang brutal. Putri kandungnya yang ia asuh sejak perceraian dengan istrinya 2010 lalu, menjadi pelampiasan nafsu bejatnya, untuk menyalurkan hasrat birahinya.

“Saat cerai masih di bawah 10 tahun, nah mulai usia 12 tahun, ia dipaksa melayani tersangka,” ujarnya.

Namun serapatnya perbuatan busuk disembunyikan, akhirnya kelakuan bejat UR terbongkar setelah korban melahirkan seorang bayi 15 Juni lalu.

“Setelah diselidiki dan dimintai keterangan baru diketahui jika ayah bayi tersebut adalah ayahnya sendiri,” ujar dia.

Akhirnya pihak keluarga melaporkan kasus ini ke Polsek Malangbong pada Minggu (23/6) lalu. Hingga tidak lama kemudian menangkap tersangka UR di rumahnya, tanpa perlawanan.

Entah sudah berapa kali korban dipaksa melayani nafsu bejat tersangka UR, namun gadis polos itu tidak bisa berbuat banyak, dibawah ancaman bapaknya sendiri.

“Sejak 2015 hingga 2019 lalu, ia terus melakukan hasrat mencabuli anaknya,” papar dia.

Dalam keterangan di depan wartawan, tersangka UR yang sehari-hari berjualan bubur kacang ijo di Pasar Lewo, mengakui seluruh perbuatannya, namun ia berdalih hal itu dilakukan semata-mata karena anaknya sendiri.

“Kan itu anak saya dan boleh dilakukan, sesuai Alquran,” ujar dia sambil membacakan salah satu penggalan ayat suci Alquran.

Namun sepandainya tupai melompat, akhirnya kelakuan pencabulan tersangka terbongkar juga setelah, ibu korban yang merupakan mantan istrinya melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian.

 

2 dari 3 halaman

Siapkan Pendampingan

Sejak munculnya kasus pencabulan yang dilakukan ayah kandung terhadap putrinya sendiri. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut, menyiapkan bantuan rumah aman untuk melindungi korban.

“Jadi kita bisa melindungi dia di tempat itu,” ujar Sekretaris P2TP2A Rahmat Wibawa.

Setelah mendapat laporan adanya kasus itu, lembaganya langsung memberikan pendampingan, termasuk menyiapkan psikolog untuk pemulihan mental korban.

“Nanti kita assesment, kita harus tahu dulu dampaknya berat atau gimana, meski kasus berat, tapi belum tentu traumanya berat juga,” ujarnya.

Lembaganya mencatat, hingga Juni 2019, terdapat sekitar 33 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Garut. Rinciannya sebanyak 18 kasus terjadi kepada perempuan, sisanya sebanyak 16 menimpa anak sepanjang 2019.

Meskipun kasus kepada anak lebih rendah, namun jumlah korban anak lebih banyak dibandingkan perempuam dewasa. Tercatat sekitar 52 korban anak-anak dari 16 kasus yang tercatat.

 “Sekitar 70 persen itu masalah kekerasan seksual. Karena satu lokasi pelaku satu korban banyak,” ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Tabu Melapor

Meski sudah belasan kasus tercatat, namun lembaganya ujar Rahmat, meyakini masih banyak kasus pencabulan yang tak terdeteksi. “Masih malu banyak warga yang enggan melapor terkait kasus kekerasan, apalagi kekerasan seksual,” kata dia.

Menurutnya, masyarakat cenderung masih tabu untuk melaporkan kasus berbau seksual terhadap aparat. Kekhawatiran ancaman persoalan turunnya martabat dan kehormatan keluarga, menjadi salah satu penyebab minimnya laporan warga.

”Selain itu, banyak warga menganggap untuk mengurus kasus diperlukan biaya yang besar," ujarnya.

Dengan kondisi itu, lembaganya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, pentingnya kesadaran mereka terhadap ancaman kekerasan kepada perempuan dan anak.

“Dampaknya mulai terlihat, kesadaran masyarakat mulai terbentuk dan banyak yang sudah berani melapor,” ujar dia.

Atas perbuatan, tersangka UR dijerat pasal 76 D Jo Pasal 81 ayat (3) UU RI No. 35 tahun 2014, terntang perubahan atas UU RI No.23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak Jo pasal 64 KUHP.

“Ancaman kurungannya lima hingga 15 tahun penjara, plus sepertiga tahanan sebab dilakukan bapaknya sendiri,” ujar Budi.