Liputan6.com, Jakarta Pembalakan liar atau illegal logging masih marak terjadi akibat tingginya permintaan pasar terhadap kayu asal Indonesia. Banyak hutan yang menjadi korban pembalakan liar, salah satunya adalah Taman Nasional Rimbang Baling di Pekanbaru, Riau.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Liputan6.com, pembabatan kayu hutan di Rimbang Baling diduga kian masif dari tahun ke tahun. Secara terang-terangan, pelaku illegal logging menggunduli habitat harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) itu dan berani melawan petugas jika jarahan hutannya ditangkap.
Seperti yang terjadi di Rimbang Baling, sejumlah warga berani merusak salah satu mobil bermuatan kayu. Mesin dan lubang kunci dipreteli agar barang bukti pembalakan liar berupa kayu tak dibawa petugas ke Mapolda Riau.
Advertisement
Baca Juga
"Ada satu truk yang dirusak, tidak bisa dihidupkan. Beruntung tidak ada petugas yang terluka, warga juga tidak ada terluka," kata Kabid Humas Polda Riau Komisaris Sunarto, Senin petang, 1 Juli 2019.
Sejatinya, penyelidikan illegal logging di Taman Nasional Rimbang Baling sudah lama dilakukan. Beberapa kali petugas ke lokasi tapi terkadang hasilnya nihil.
Bahkan, dermaga di pelabuhan rakyat di pinggir sungai mendadak sepi dari truk-truk pengangkut kayu. Tidak diketahui pasti penyebab informasi akan ada penindakan ini bocor.
Sebagaimana diketahui, kasus illegal logging sendiri merupakan bentuk dari kejahatan lingkungan terorganisasi. Kejahatan lingkungan sendiri diatur dalam Undang-undang No 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan hukuman terberat pidana 15 (lima belas) tahun penjara dan denda paling banyak Rp15 miliar.
Kejahatan terhadap hutan diatur diatur dalam Undang-undang RI No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberatasan Pengrusakan Hutan dan Undang-undang RI No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan dengan saksi pidana minimum 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp1,5 miliar.
Namun, ketika pelaku sudah diadili, hukuman yang didapat bukan merupakan hukuman terberat. Seperti di Majalengka, 11 Juni 2019 silam. Tiga pelaku pembalakan liar ditangkap jajaran reskrim Polres Majalengka saat hendak menyelundupkan kayu ke Jawa Tengah.
Para pelaku berinisial DS, WY, dan RS alias Cakil. Ketiganya ditangkap kedapatan masuk ke kawasan hutan Diklat Kadipaten RPH Pancurendang BKPH Majalengka KPH Majalengka. Pelaku diketahui membawa sejumlah kayu jenis sonokeling tanpa izin dan dokumen resmi.
Akibat perbuatannya, ketiga pelaku pembalakan liar ini terancam pasal 83 ayat (1) Jo Pasal 85 ayat UU RI No 18 tahun 2013, tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dengan ancaman lima tahun penjara.
Secara teknis, penerapan hukum belum bisa terealisasi karena dalam kasus di atas, pelaku hanya mendapatkan hukuman pidana lima tahun penjara sementara jika dilakukan dengan sengaja dapat dipidana selama sepuluh atau dua puluh tahun penjara.
Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2018, tingkat deforestasi hutan Indonesia tahun 2017- 2018 mencapai 0,44 juta hektare.
Walaupun memang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, pemerintah harus tetap menjaga agar hutan-hutan Indonesia tidak lenyap di kemudian hari, mengingat dampak yang bakal terjadi dengan munculnya bencana banjir dan kekeringan akibat tak tersimpannya air hujan ke dalam tanah.
(Tito Gildas, mahasiswa Kriminologi Universitas Indonesia)