Sukses

Mahasiswa Desak Hentikan Perusahaan Tambang Pemicu Banjir Bandang Konawe

Dua perusahaan yang beroperasi di Konawe didesak untuk dihentikan segera karena dianggap memicu banjir bandang yang menghancurkan wilayah Konawe.

Liputan6.com, Kendari - Banjir Konawe dan Konawe Utara yang melanda awal Juni 2019, menimbulkan kerugian hingga Rp 674,7 miliar. Belasan ribu warga menjadi pengungsi, sebanyak 380 rumah hanyut ke sungai.

Kehadiran dua perusahaan pertambangan di Konawe, dituding menjadi pemicu banjir. Sebab, kedua perusahaan ini sudah masuk dalam kawasan hutan saat beroperasi.

Mahasiswa menyebut, PT Virtu Dragon National Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS) berkontribusi terhadap banjir Konawe dan Konawe Utara. Dua perusahaan ini, diduga sudah melakukan perusakan hutan dan kejahatan lingkungan sehingga menyebabkan banjir Konawe.

Pantauan di sekitar perusahaan, wilayah laut yang berada di sekitar kedua perusahaan beroperasi, sudah tercemar. Laut Konawe dan Konawe Utara, berubah warna menjadi merah dan keruh.

"Kami meminta kepada pemerintah, meninjau ulang soal operasi kedua perusahaan. Kalau bisa dihentikan, yaa dihantikan saja," ujar Ahmad Sainul, Senin (8/7/2019).

Ahmad Sainul menilai, apa yang dilakukan kedua perusahaan merupakan tindakan ilegal mengeruk hasil alam. Misalnya, menambang di lokasi hutan yang tidak memiliki izin pengolahan hasil hutan.

"Misalnya, PT OSS yang sampai saat ini terus mengeruk tanah galian di lokasi hutan, padahal aktifitas ini ilegal. Kemudian, tanah dibawa ke VDNI untuk dibangun pabrik, ini apa ini? jelas ada permainan," ujar Sainul.

Sebelumnya, Site Manager PT OSS, Rusmin Oging mengakui tudingan sejumlah mahasiswa terkait operasi ilegal PT OSS. Pihaknya mengatakan, pertambangan tanah galian, tidak memiliki izin pada beberapa titik.

"Kami diberitahu kepala desa soal izin pengolahan, ternyata setelah polisi datang memang tak sesuai izin," ujar Rusmin Oging.

Sebelumnya, polisi sudah menahan 117 kendaraan dan alat berat milik PT OSS. Sebanyak 38 unit diantaranya, merupakan alat berat.

Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Harry Goldenhart mengatakan, Polda menahan karena diduga perusahaan melakukan praktik operasi ilegal.

"Kita amankan, sejauh ini sudah ada barang bukti berupa alat berat, kami amankan," ujar Harry Goldenhart.

Namun, sudah hampir tiga pekan alat berat PT OSS disita, belum ada penetapan tersangka yang berkaitan dengan bencana banjir Konawe. Polisi beralasan, hingga saat ini masih membereskan perkara.

2 dari 2 halaman

Kerugian Akibat Banjir Konawe

Hingga hari ini, kondisi pemukiman warga yang rusak karena banjir Konawe dan Konawe Utara belum dipulihkan usai banjir menerjang awal Juni 2019. Warga masih kehilangan tempat tinggal.

Kerugian akibat banjir Konawe Utara mencapai Rp 674,7 miliar. Jumlah ini berasal dari kerusakan infrastruktur dan fasilitas publik, pemukiman, lahan pertanian dan perkebunan warga.

Untuk wilayah Konawe Utara, sekitar 400 kepala keluarga kehilangan tempat tinggal. Tercatat, sebanyak 380 di Desa Tapuwatu Kecamatan rumah hanyut dan hilang diterjang banjir bandang.

Rata-rata, warga enggan kembali membangun rumah di pinggir Sungai Lasolo. Mereka trauma, banjir bandang menyapu Desa Tapuwatu tanpa meninggalkan banyak bekas.

"Saya tidak mau lagi buat rumah di pinggir kali, kalau saya tak cepat lari, mungkin saya dan 4 orang anak saya mati diseret banjir," ujar Idawati (40) istri kepala Desa Tapuwatu.

Bupati Konawe Utara, Ruksamin mengatakan kerusakan terbesar yang dialami daerahnya meliputi kerusakan jembatan, jalan dan jaringan listrik. Khusus jalan, sejumlah akses jalan trans Sulawesi yang menghubungkan dengan Provinsi Sulawesi Tengah, terputus.

"Namun, kami beruntung dan merasa bersyukur, karena tidak ada korban jiwa," ujar Ruksamin.

Saksikan juga video pilihan berikut ini: