Sukses

Geger Ada Buaya di Atas Rumah Warga Malang

Warga Kota Malang geger dengan penemuan buaya berada di atas genting rumah. Diduga buaya muara ini hendak diperdagangkan secara ilegal

Liputan6.com, Malang - Seringkali warga dibikin terkejut dengan penemuan buaya di sungai maupun di kali - kali perkotaan padat penduduk. Tapi di Kota Malang, warga dibuat geger begitu tahu ada seekor buaya muara di atas genting salah satu rumah penduduk.

Warga langsung ramai begitu kabar penemuan buaya di atas genteng rumah Junaedi di Jalan Ki Ageng Gribig, Kedungkandang, Kota Malang, di media sosial. Beruntung reptil itu tidak sampai jatuh ke dalam rumah yang dapat membahayakan penghuninya.

"Ya kaget, di dalam rumah ada anak - anak. Kalau jatuh kan bisa menggigit," kata Juanedi, pemilik rumah di Malang, Kamis, 11 Juli 2019.

Peristiwa itu terjadi pada Rabu petang kemarin. Sekitar lima genting rumah Junaedi rusak. Buaya itu bukan miliknya, diduga berasal dari tetangga tepat di sebelah rumahnya. Polisi dan petugas Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) datang ke lokasi kejadian.

Satwa liar itu langsung dievakuasi dan kemarin malam itu juga dibawa ke Predator Park untuk dititipkan. Dikarantina sembari diperiksa seluruh kondisi kesehatan buaya muda sepanjang 170 sentimeter tersebut.

Putra, tetangga Junaedi semula bersikukuh jika hewan itu bukan miliknya dan tidak tahu – menahu lantaran sudah 3 hari tidak berada di rumah. Pada Kamis pagi, ia diperiksa Polsek Kedungkandang. Ia menyebut jika buaya milik milik saudaranya.

"Punya saudara, dulu pernah dibawa ke rumah, tapi diambil lagi. Tidak tahu kapan dibawa lagi karena kunci rumah saya tinggal," ujar Putra di Polsek Kedungkandang.

Putra tak memungkiri penyuka reptil, pernah lama memelihara ular maupun biawak. Namun tidak lagi memelihara hewan di rumah sejak menikah dan punya anak. Sedangkan buaya yang jatuh ke genting tetangga, berada di lantai 3 rumahnya.

Lantai paling atas itu berukuran 3x3 meter dengan tembok setinggi 50 sentimeter berfungsi menjemur pakaian. Diduga karena kondisi kurang layak itu menyebabkan buaya naik sampai jatuh ke genting. Kemudian warga ramai membicarakan penemuan buaya di atap rumah.

2 dari 3 halaman

Periksa Pemilik Buaya

Polisi dan petugas BKSDA sedang menyelidiki peristiwa buaya di atas genting rumah penduduk itu. Di lantai 3 rumah ditemukan bekas cakar buaya di tembok. Serta sebuah karung yang diperkirakan dipakai membawa satwa liar tersebut.

Kapolsek Kedungkandang, Komisaris Polisi Suko Wahyudi mengatakan, peristiwa ini masih diselidiki. Polisi menyebut ada kesan Putra berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Ada perbedaan pengakuan saat awal penemuan buaya sampai pemeriksaan.

“Tadi akhirnya mengakui buaya itu baru dibawa ke rumah sore dan beberapa jam kemudian jatuh ke genting tetangga,” ucap Suko.

Polisi memeriksa telepon pintar milik Putra. Ditemukan percakapan sosial media WhatsApp yang membahas tentang buaya. Seperti menawarkan menjual ke beberapa orang dengan harga tertentu. Namun Putra tetap menyebut jika buaya itu milik Apris, saudaranya.

“Ya keterangannya terkesan berputar – putar. Sekarang masih kami kejar sosok saudaranya itu,” tutur Suko.

Polisi melacak apakah buaya itu berasal dari penangkaran berizin atau didapat secara ilegal. Jika terbukti ada pelanggaran, polisi akan menjerat dengan UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi. Petugas BKSDA juga dilibatkan untuk mengusut kasus ini.

“Tentu kami juga mendengarkan keterangan dari petugas BKSDA karena yang berwenang dalam kasus ini,” ucap Suko.

3 dari 3 halaman

Modus Perdagangan Satwa

Buaya itu dititipkan dan dikarantina di tempat wisata berizin konservasi di Kota Batu. Agar dicek secara keseluruhan kondisi kesehatannya. Diduga hewan ini stres karena ada di tempat tidak layak dan tanpa atap sehingga terpapar matahari.

“Itu buaya muda. Diletakkan di lantai 3 tanpa air, makanan maupun pasir menyebabkan buaya stres sampai ada di genting,” kata Petugas Polisi Hutan BKSDA Resor Malang, Imam Pujiono.

Siapapun penyuka satwa tidak bisa sembarangan memelihara hewan langka. Tetap harus mengurus dan memiliki izin konservasi. Pecinta reptil misalnya, harus memegang izin konservasi maupun penangkaran sebelum memelihara buaya.

Pengurusan izin disertai pengecekan kandang apakah layak untuk hewan atau tidak. Serta mempertimbangan lingkungan sekitar, apakah berpotensi mengancam keselamatan masyarakat sekitarnya atau tidak.

“Dalam kasus ini tinggal dicek, bisa menunjukkan izin itu tidak. Kalau tidak, pemilik rumah di mana buaya itu ditemukan bisa dijerat hukum,” papar Imam.

Ia menyebut banyak modus komunitas pecinta satwa sekaligus memperdagangkan satwa. Ada beberapa orang pecinta satwa tinggal di Sidoarjo dan Surabaya. Tapi juga memiliki rumah kontrakan di Malang untuk dijadikan tempat hewan.

“Di beberapa kasus kami menemukan modus itu, sulit membongkarnya. Baik itu komunitas pecinta burung maupun reptil. Kami mengejar itu,” ujar Imam.

Berdasarkan UU tentang konservasi, siapa saja yang memelihara satwa langka tanpa disertai izin konservasi bisa dijerat hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Kasus buaya di atap genting ini bakal terus didalami untuk membongkar praktik perdagangan satwa secara ilegal.