Liputan6.com, Bandung - Sebagai sebuah kota, Bandung memang punya keunikan tersendiri. Wilayah yang dulu dikenal sebagai kawasan pemukiman orang Eropa, sekarang jadi pusat bisnis yang dihuni berbagai latar. Tidak heran jika di beberapa titik keanekaragaman budaya dan agama itu tercermin melalui rumah ibadah seperti masjid, gereja dan vihara sering hadir berdekatan.
Perbedaan suku dan agama yang menjadi sumber kedamaian, kerukunan, dan ketenteraman itu salah satunya terlihat di wilayah RW 04 dan 05, Kelurahan Balonggede, Kecamatan Regol.
Advertisement
Baca Juga
Lokasi ini tidak jauh dari pusat kota. Bahkan Alun-alun Kota Bandung yang menjadi titik pusat dari peradaban kota ini masih masuk wilayah Kelurahan Balonggede.
Belakangan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung merujuk kedua RW di Balonggede sebagai salah satu contoh bentuk kerukunan umat beragama di Bandung. Lokasi tersebut berjuluk Kampung Toleransi.
Ketika Liputan6.com menyambangi Kampung Toleransi yang ada di permukiman padat penduduk itu, tampak beberapa rumah ibadah dari agama yang berbeda tetapi berdekatan.
Di Jalan Sasak Gantung misalnya, berdampingan Masjid As-Salam dengan Vihara Karuna Mukti. Hanya beberapa rumah dari vihara, terdapat Gereja Kalam Kudus.
Salah seorang warga, Amir (62) mengatakan, keberadaan tiga rumah ibadah yang ada tersebut sudah berdampingan sejak dia masih kecil. Namun, kehidupan warga di sini tetap rukun walau berbeda keyakinan.
"Saya dari kecil tinggal di sini, rumah-rumah ibadah itu sudah ada semua. Sampai sekarang semua warga rukun, tidak pernah ada gesekan," kata Amir.
Amir menyaksikan sendiri bagaimana warga di dua RW senantiasa bergotong royong. Ketika ada umat melaksanakan ibadah, semua saling menghormati.
"Bahkan sering ada kegiatan sama-sama yang melibatkan semua jemaat," katanya.
Perbedaan Hal Biasa
Baik RW 04 dan 05 Kelurahan Balonggede, secara demografi memiliki penduduk yang beragam. Seperti umat Islam, Kristen dan keturunan Tionghoa yang menganut agama Buddha.
Ketua Kampung Toleransi RW 04-05 Kelurahan Balonggede yang beragama Muslim, Lukman Hakim menyebutkan, kampung toleransi hadir sebagai rumah bersama bagi masyarakat untuk bersama-sama membangun bangsa.
"Adanya perbedaan bukan menjadikan kita terpecah belah, gontok-gontokan dan menimbulkan kelemahan dalam menjaga kesatuan," ujar Lukman.
Oleh karenanya, Lukman mengajak kepada seluruh masyarakat Kota Bandung khususnya, untuk hidup berdampingan dengan perbedaan guna membangun bangsa Indonesia.
Dengan diresmikannya Kampung Toleransi di kedua RW, Lukman berharap peresmian ini tidak sekadar peresmian simbolis belaka. Kampung toleransi harus menghadirkan kegiatan-kegiatan positif serta terjalinnya silaturahmi dan kebersamaan antar umat beragama.
Sementara itu perwakilan dari kelompok Kristiani, Felix Andrew berharap dengan adanya deklarasi kampung tolerasi di daerahnya, dapat tercipta kondisi kerukunan antar umat beragama dan berkeyakinan secara utuh. Felix menyebutkan sebelum adanya deklarasi kampung toleransi didaerahnya, kerukunan sosial antar umat beragama dan berkeyakinan sudah terjalin baik.
"Misalnya ketika bulan puasa itu, dari gereja kami juga memberikan sembako kepada mereka yang tidak mampu. Kami berbagi kepada mereka. Kalau bisa ke depannya, mungkin saling membantu satu dengan yang lain juga, itu lebih baik. Dalam hal pendidikan anak-anak yang tidak mampus sekolah, kita bisa saling membantu," ujar Felix.
Seperti diketahui, sejak 2017, Pemkot Bandung sudah meresmikan tiga lokasi yang menjadi kampung toleransi yakni di RW 04 Kelurahan Jamika, Bojongloa Kaler, RW 02 Kelurahan Paledang, Lengkong dan RW 12 Komplek Dian Permai, Babakan Ciparay.
Advertisement
Kegiatan Sosial
Di luar kegiatan keagamaan, kerukunan di Balonggede bisa dilihat dalam kegiatan sehari-hari di mana warganya senantiasa bergotong royong dalam berbagai hal.
Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Kelurahan Balonggede Ateng Jaelani mengatakan, dalam setahun warganya biasa menggelar bagi-bagi sembako gratis.
"Pembagian sembako biasanya dilakikan tiga kali setahun. Itu yang mengadakan barengan dari pihak pengurus masjid, vihara dan gereja," kata Ateng.
Ateng menuturkan, keberadaan rumah ibadah yang berdampingan telah ada sejak 98 tahun lalu. Awalnya didirikan masjid, kemudian gereja dan vihara.
"Jadi saat ada zakat Fitrah, dari gereja ikut membantu. Dari Vihara juga ikut membantu. Ketika ada acara Nasrani, yang lainnya juga ikut membantu. Alhamdulillah, warga Balonggede rukun damai," ujarnya.
Â
Simak video pilihan berikut ini: