Sukses

Menengok Aktivitas Bekas Preman di Pesantren Al Hasani Kebumen

Puluhan santri Al Hasani ini memang tak semuanya berlatar belakang 'baik'. Di antara mereka, ada yang bekas anak jalanan, preman terminal, atau anak nakal.

Liputan6.com, Kebumen - Sepintas lalu, aktivitas di Pondok Pesantren Al Hasani, Jatimalang, Kecamatan Alian, Kebumen, tak berbeda dengan pesantren lainnya. Para santri mengaji dan beraktivitas keagamaan lainnya.

Para santri juga mengenakan sarung, kopiah, dan baju koko. Jika Clifford Geertz masih hidup, barangkali ia akan bilang bahwa inilah wujud nyata deskripsi kelompok santri dalam klasifikasi masyarakat Jawa versinya.

Namun, ini bukan diskusi dikotomi versi Geertz yang membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelas, meliputi priyayi, santri, dan abangan. Namun, ini adalah bagaimana soal pesantren yang identik dengan kelompok santri kini menjelma menjadi rumah bagi semua golongan.

Pondok pesantren Al Hasani membuktikan bahwa pesantren tak hanya menerima orang-orang dari keluarga baik-baik. Kalangan di luar itu pun memiliki kesempatan yang sama untuk menempa diri dengan ilmu agama dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Nah, mungkin Sinetron "Preman Pensiun", dalam skala tertentu, justru lebih tepat menggambarkan pesantren ini. Preman, yang diidentikkan dengan kehidupan ugal-ugalan kini berubah lebih santun di pesantren ini.

Ya, puluhan santri Al Hasani ini memang tak semuanya berlatar belakang 'baik'. Di antara mereka, ada yang bekas anak jalanan, preman terminal, atau anak nakal.

Mereka kemudian insaf. Mereka berupaya mencari jalan yang benar menuju Tuhannya. Pendek kata, mereka memang benar-benar preman pensiun.

Mesti diakui, sebelumnya pandangan negatif menyebabkan anak jalanan sulit bersosialisasi secara normal dengan kelompok masyarakat lainnya. Dan pesantren ini dengan tangan terbuka memberi kesempatan kepada anak-anak yang berasal dari semua kalangan untuk belajar agama.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Pendekatan dari Hati ke Hati ala Gus Hari

Makanya, pesantren ini bagai oase di tengah gurun bagi kelompok ini. Secepat itu pula, banyak santri berdatangan. Selain dari Kebumen, santri juga berasal dari Kabupaten Brebes, Lampung, hingga Palembang.

Pengasuh Ponpes Al Hasani bernama Asyhari Muhammad Al Hasani dan akrab dipanggil Gus Hari. Dengan bimbingannya, puluhan anak jalanan yang begitu dekat dengan miras, narkoba, dan tindak kriminal lain itu belajar agama dengan sungguh-sungguh.

Gus Hari yang juga ketua Forum Anak Jalanan Insyaf Mengaji (FAJIM) meyakini, semua orang memiliki sisi baik. Melalui metode khusus dan bacaan doa, anak jalanan akan insaf. Ia mendekati santri dengan hati.

"Siapa pun mereka yang ingin mengaji di Ponpes kami, kamu terima seutuhnya. Mereka datang dari mana tidaklah penting. Kami justru merasa senang bisa membimbing dan membuat mereka insaf," dia menjelaskan, beberapa waktu lalu.

Setiap Selasa malam, para santri mengikuti Mujahadah Rotibul Hadad, yakni sebuah pengajian dan doa untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta. Kegiatan lainnya juga dilakukan, mulai dari belajar Alquran, Fiqih, Nahwu Shorof, dan sebagainya.

Gus Hari menyadari, para santri kelak bakal menghadapi dunia nyata seusai mondok di pesantren. Karenanya, pesantren juga membekali santri dengan kemampuan berwirausaha, seperti beternak dan keterampilan lainnya.

Seorang santri, yang juga berlatar belakang "kelam", Puji Tatto mengaku menemukan kedamaian setelah menimba ilmu agama dan tinggal di Ponpes Al Hasani. Secara rutin, ia mengikuti program Fajim.

"Hati saya menjadi tenang, dan saya sekarang meninggalkan perbuatan-perbuatan yang meresahkan masyarakat," dia menjelaskan.