Liputan6.com, Garut - Tak banyak yang tahu, Paguyuban Kopi ‘Sunda Hejo’, di bilangan jalan Mandalawangi, Kadungora, Garut, Jawa Barat, ternyata memiliki sekolah khusus penghasil barista, atau ahli membuat dan menyajikan kopi yang enak.
Tak percaya ? kampus alam kopi milik rakyat itu, sengaja mendidik para siswa mulai SD hingga pelajar setingkat SMA/SMK sederajat, yang merupakan anak para petani binaan mereka, untuk menjadi pengusaha kopi yang handal.
Khusus Kamis lalu, mereka kedatangan tamu istimewa, Marjor, ahli kopi dunia dari Belko, salah satu perusahaan kopi terbesar dari Perancis di benua Eropa, yang selalu menghimpun kopi dari belahan dunia. Mereka berbagi ilmu mulai cara menguji kualitas kopi, budidaya hingga penyajian kopi yang baik.
Advertisement
Tidak hanya di situ, para barista cilik itu tak ketinggalan mendapatkan informasi lengkap mengenai pengetahuan kopi, mulai hulu hingga hilir, sehingga diharapkan mampu menjadi mandiri sebagai pengusaha kopi.
"Prinsipnya, kami berharap mereka tetap tumbuh di desa, memajukan desa dan menghasilkan pendapatan, dengan menyajikan kopi kualitas global," ujar Hamzah Fauzi Nur Amin, pengelola sekaligus pemilik paguyuban kopi Sunda Hejo Garut, dalam obrolannya dengan Liputan6.com, Kamis (18/7/2019) lalu.
Baca Juga
Robet panggilan akrab Hamzah menyatakan, pelatihan barista kopi yang diberikan lembaganya mengaju pada standar SCAA atau Specialty Coffee Association of America, yang berpusat di Amerika Serikat.
Lembaga itu ujar dia, selalu menjadi standar barista dunia, dalam menentukan citarasa kopi berkualitas dari seluruh dunia.
"Namun bedanya di sini kami padukan dengan potensi lokal daerah, sehingga mereka tetap memiliki kebanggan," kata dia.
Dalam praktiknya, para siswa didik calon barista handal itu, sengaja dipilih dari anak petani binaan yang selama ini mereka tampung hasil biji kopinya.
"Jadi sekalian nganter biji kopi untuk dijual, kami ajari anaknya untuk menjadi barista," kata dia.
Dengan upaya itu, kecintaan calon barista cilik tersebut, tertanam dengan baik, sehingga mampu melestarikan tanaman kopi sampai kapanpun. "Mereka pun kami ajarkan bagaimana bercocok tanam," kata dia.
Hasilnya, kini sudah ada sekitar 500 pohon yang telah ditanam koperasi, untuk selanjutnya dikelola dengan baik para barista cilik itu. "Jadi terkadang mereka berlomba dengan orang tuanya masing-masing menghasilkan biji kopi yang baik," kata dia.
Robet mengakui, pemilihan kopi sunda hejo memang terbilang ketat, sebab perusahaan kopi yang selama ini menjadi mitra dagangnya, menerapkan standar itu. "Silahkan cek jika ada biji kopi kami berkualitas rendah," ujar dia.
Saat ini sudah ada tiga gelombang angkatan yang berhasil menimba ilmu dengan sistem kekeluargaan tersebut. "Angkatan pertama sebagian besar membuka usaha sendiri, angkata kedua lebih ke barista, angkatan ketiga masih belajar saat ini," papar dia.
Latar Belakang
Eko Purnomowidi, (51), Co Founder Koperasi kopi Classic Beans mengatakan, awalnya pelatihan barista cilik difokuskan untuk mengasah pengetahuan bahasa asing warga sekitar, terutama anak petani binaan.
Namun lambat laun, seiring meningkatnya produktifitas dan jangkauan pasar ekspor kopi Sunda Hejo, akhirnya lembaganya menawarkan ide untuk mengenalkan bahasa asing kepada mereka. “Minimal bisa menguasai bahasa Inggris dulu,” kata dia.
Tak disangka setelah dikenalkan pengetahun mengenai kopi, respon mereka cukup baik, bahkan dalam perjalanan selanjutnya, kursus pelajaran bahasa Inggris dan pelatihan kopi berjalan beriringan setiap hari Selasa.
"Awalnya kita fokus dikelas selanjutnya di kebun," kata dia.
Materi pelajaran bahasa Inggris dan pengetahun mengenai kopi ujar Eko, mampu menjadi magnet bagi anak, dalam meningkatkan kecintaan mereka kepada tanaman kopi.
"Sekarang mereka bangga bisa menanam kopi bareng orang tuanya di kebun," ujar dia.
Untuk menambah pemahaman siswa, selain pengetahuan bahasa Inggris, para siswa calon barista itu diselipi pendidikan kesenian tradisional, sebut saja pencak silat, menari dan lainnya dengan tujuan melestarikan kebudayaan lokal. "Baru setelah itu ke kebun," kata dia.
Selain itu, sebagai ihtiar mengubah nasib mereka yang awalnya petani penggarap, lembaganya tengah mengusahakan pembukaan lahan baru kepada pemerintah, yang diperuntukan untuk perkebunan kopi.
"Biasanya anak petani itu tidak punya tempat, mereka tidak focus hingga akhirnya tetap menajadi pekerja," ujarnya.
Dengan upaya itu, lembaganya berharap para pemuda desa tetap bertahan di desa, namun mampu meningkatkan kesejahteraannya untuk mengubah nasib mereka menjadi lebih baik.
"Kami tanamkan pada mereka kejar kesejahteraan bukan kekayaan," ujar Eko bangga.
Advertisement
Respon Barista Cilik
Meskipun belum genap satu dekade, namun sejak pertama kali digagas 2012 lalu, kehadiran pelatihan barista bagi pelajar cukup menarik animo bagi mereka.
"Senang saja ingin tahu kopi," ujar Zahra, (10). Siswi kelas V SDN Mandalasari 4 itu mengakui adanya informasi baru mengenai dunia kopi.
"Ternyata dunia kopi itu luas juga," ujarnya.
Selain dunia kopi, ia mengaku saat ini tengah menghafal beberapa peralatan pengolahan kopi, sebut saja V60, Aropress, Prenpress, V Drip, Scale, V Server, Cattle, Boiler, Sloki, Paper, Centong, milk jag, hingga Cyrulung.
"Belum hafal semua," ujarnya sambil tersenyum riang.
Hal senada disampaikan Kamilia, (11) siswa kelas VI di sekolah yang sama, mengaku tertarik mempelajari kopi, setelah melihat banyak tayangan di televisi mengenai dunia perkopian. “Saya kebetulan senang kopi juga sejak kecil,” kata dia.
Tak mengherankan, meskipun belian ia mengaku sudah memendam asa menjadi pengusaha kopi yang sukses. “Saya mau punya toko kopi sekaligus menjadi baristanya,” harap dia bangga.
Dina, (17), peserta pelatihan barista cilik menambahkan, sejak pertama kali mengikuti pelatihan, dirinya langsung tertarik mempelajari ragam dunia perkopian secara lengkap.
"Saya sebenarnya tidak terlalu suka kopi, tapi memang (usaha kopi) sangat menggiurkan," ujarnya.
Siswi kelas XII SMK ini berharap, dengan semakin bertambahnya pengetahuan kopi, ia mengaku lebih tertarik untuk mendalami tata niaga kopi ke depan. “Kalau ke barista sebenarnya tidak terlalu suka, kalau untuk ekonominya saya suka,” ujarnya.
Diki Andrian, (17), sejak pertama kali mengikuti pelatihan barista cilik 2012 lalu, ia semakin optimis untuk menekuni dunia perkopian secara lengkap.
"Saya rencananya mau buka usaha sendiri soal kopi," ujar anak salah satu petani dari wilayah Mandalawangi ini.
Dengan semakin naiknya pamor kopi, ia berharap lebih banyak lagi generasi muda yang mau mempelajari kopi secara utuh. "Potensinya besar sekali, apalagi jika kita memiliki pemahaman yang lengkap mengenai kopi," papar dia.
Kopi Konservasi
Selain mengoptimalkan sumber daya alam kopi Indonesia, Robet menyatakan, tugas lain yang dilakukan paguyuban kopi Sunda Hejo adalah menjaga kelestarian alam sekitar.
"Kopi ini salah satu tanaman yang pas untuk reboisasi, selain akarnya tunggal juga menguntungkan," kata dia bangga.
Tak ayal dari beberapa jenis kopi yang ia jual, selalu melakukan pengecekan kebun untuk memastikan terjaganya kelestarian alam. "Buat kami menjaga kelestarian alam lebih baik dibanding hanya menampung produk mereka," ujarnya.
Saat ini beberapa daerah gundul dan tandus di kabupaten Garut, mulai ditanami kopi. Lembaganya ujar Robet mengajak masyarakat sekitar bertanam kopi yang baik, sehingga mampu meningkatkan kesejahteaan.
"Di sekitar citiis kaki gunung Guntur, gunung mandalawangi (Keduanya di Garut) dan banyak lagi, sekarang sudah kami tanami kopi agar kelestariannya tetap terjaga," ujarnya.
Hasilnya, tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di wilayah binaan Sunda Hejo naik signifikan, dengan keanekaragaman hayati yang tetap terjada.
"Dulu di Citiis itu terkenal anisnya (Burung Anis) sekarang mana ada, tapi setelah kita garap, mulai kedengaran lagi cuitan Anis," ujar Robet.
Advertisement
Penentuan Standar Kualitas
Uden Banu, penguji kualitas kopi Sunda Hejo, sekaligus transletter Marjor, dari Perusahaan Kopi Belko, Perancis mengatakan, untuk menguji kualitas kopi, dilakukan beberapa tahapan.
"Ada cupping untuk menentukan kualitas kopi dan lainnya," membuka pembicaraan yang dibawakan Marjor.
Standar secangkir kopi yang dihidangkan atau The Golden Cup Standard memiliki ratio 1:18, artinya setiap 1 gram kopi, maka airnya sebanyak 18 gram. "Kopi berkualitas itu memiliki rasa yang konsisten dengan nilai cukup tinggi," kata dia.
Dalam kunjungan lapangannya, Marjor melakukan sejumlah demo untuk menentukan kualitas kopi. Mulai penentuan aroma atau fragrance yang dilakukan dengan mencium langsung yang telah di hidangkan panitia.
"Penentuan aroma ini merupakan sisi aromatik biji kopi dalam keadaan sudah yang digiling," kata dia.
Kemudian penentuan acidity, atau keasaman yang terdapat pada kopi, mulai High acidy, Medium atau Low Acidity.
Kemudian secara berturut turut melakukan pengecekan terhadap tekstur atau body pada kopi, terutama saat dimulut apakah nyaman dimulut, atau tidak nyaman sama sekali.
Selanjutnya penentuan flavor atau kombinasi karakter rasa yang ada dalam kopi seperti sweet, sour, bitter, salty, pungent dengan aroma yang ada.
"Misal jeruk bukan berarti jeruk ada dalam kopi tapi karakternya saja," ujar dia.
Kemudian Sweetness atau sensasi manis dalam kopi. Dalam demo ini bukan menentuka ada tidaknya gula dalam kopi, namun mengetahui sejauh mana sensasi manis dalam kopi tanpa gula.
Dengan deretan demo penilaian kpi yang dilakukan, akhirnya ditemukan final score, untuk menentukan kualitas kopi apakah biji kopi itu termasuk specialty atau biasa.
"Ingat sekali lagi jangan sampai mengatakan kopi baik dan buruk, tapi cukup kopi berkualitas tinggi dan kopi berkualitas rendah," kata dia mengingatkan.
Saksikan video pilihan berikut ini: