Sukses

Kisah Mbah Miratun, Jadi 'Martir' demi Merawat 3 Saudaranya yang Difabel

Saat kebanyakan orang memilih menikah dan hidup bahagia bersama keluarga, Mbah Miratun (60) lebih memilih menjadi 'martir' demi saudaranya.

Liputan6.com, Ponorogo - Saat kebanyakan orang memilih menikah dan hidup bahagia bersama keluarga, Mbah Miratun (60) lebih memilih menjadi 'martir'. Mengabdi merawat 3 saudara kandungnya yang keterbelakangan mental. 

Di rumahnya di Dusun keten, Desa Krebet, Jambon, Ponorogo, Jawa Timur, keempatnya tinggal. Rumah yang sederhana itu berukuran 8x7 meter, lantainya tanah, dan hanya ada 2 bohlam lampu sebagai penerangan di kala malam.

"Yang berbaring namanya Mesinem, lalu yang di belakang saya Legi. Dan terkhir yang tidur di kursi Sarmon," katanya kepada Liputan6.com, Selasa (23/7/2019).

Miratun mengatakan, tiga saudaranya sakit sejak lama. Sarmon, sang kakak mengalami kebutaan. Sehingga sehari-harinya hanya bisa tidur dan terkadang mencari rumput di ladang, namun seadanya.

Sementara, untuk adiknya nomor 4, Masinem mengalami lumpuh dan tuna wicara. Sedangkan, Legi adik nomor 3 mengalami kelainan pada fisiknya. Akan tetapi, Legi lah yang tiap hari membantunya mengangkat Masinem dari dalam rumah ke teras. Namun Miratunlah yang memegang peran sentral merawat ketiganya, termasuk menyediakan makanan sehari-hari.

"Ini tadi menggoreng telur. Sama masak nasi tadi malam yang belum basi. Sisa nasinya dikeringkan di depan. Bisa dijual lagi," katanya.

Sudah puluhan tahun Miratun menjadi 'martir' demi ketiga saudaranya itu, tepatnya sejak orangtua mereka meninggal dunia. Miratun hanya ditinggali rumah bambu peninggalan orangtuanya.

"Tiap hari bawa adik saja ke luar rumah. Biar dapat sinar matahari. Kalau tidak ada sinar matahari kasihan adik saya," katanya.

Usai menyiapkan makan untuk tiga saudaranya, Mbah Miratun lalu bersiap mencari rumput bersama sang kakak. Pasalnya ada kambing milik tetangga yang dititipkan kepadanya yang perlu dikasih makan. Jika sudah besar biasanya pemilik kambing mengambilnya. Kemudian dijual ke kota. 

"Dibagi dua hasilnya. Saya sama tetangga. Uangnya nanti saya belanjakan seperti beras atau lainnya. Untuk makan seeminggu saya sama saudara saya," katanya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Kepala Desa Minim Aksi

Kepala Desa Krebet, Jemiran mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak terhadap kehidupan Miratun dan 3 saudaranya. Jemiran mengaku, keluarga tersebut tidak mau dipindah ke panti sosial milik pemerintah.

"Tidak mau pindah. Mau nya di rumah mereka sendiri. Miratun selalu menolak jika mau dipindah," kata Jemiran.

Menurutnya, Miratun mempunyai alasan tidak ingin berpindah dari rumahnya. Karena rumah yang ditinggali merupakan harta satu-satunya dari orangtua.

"Takut kalau hilang jika ditinggal," kata Jemiran.

Jemiran justru mengatakan, Desa Krebet memang dari dulu terkenal sebagai 'kampong idiot'. Namun, saat ini hanya tinggal beberapa orang yang menderita distabilitas.

"Dulu memang terkenal kampong idiot. Karena banyak pernikahan sedarah yang dilakukan oleh warga sini," katanya.

Hanya saja, kata dia, saat ini tidak lagi diemukan kasus anak yang mengalami keterbelakangan mental. Warga yang mengalami keterbelakangan mental kebanyakan dari tahun 1980-an.

Semantara itu, Dinas Sosial Kabupaten Ponorogo, Sumani mengatakan, pihak pemerintahan sudah memberikan berbagai bantuan terhadap Miratun dan 3 saudaranya.

"Sudah semua kami bantu," katanya.

Â