Liputan6.com, Bengkulu - Konflik antara ahli waris pemilik lahan SD Negeri 62 Kota Bengkulu kembali pecah. Para ahli waris bahkan melakukan penyegelan dengan memasang spanduk bertuliskan warna merah berbunyi "Dilarang Masuk". Dilanjutkan dengan kalimat, "Memaksa masuk lahan, ancaman pidana Pasal 167 KUHP dan/atau Pasal 389 KUHP dan/atau 551 KUHP".
Ratusan murid kelas I hingga kelas VI sejak pagi tidak bisa masuk ke halaman sekolah yang berada di Kelurahan Sawah Lebar Kota Bengkulu. Mereka terpaksa menggelar terpal di jalanan depan sekolah dan melakukan proses belajar mengajar sebisa mungkin.
Terlihat aktivitas membaca, menulis, hingga mengumpulkan PR yang diberikan para guru secara campur aduk.
Advertisement
Novi (40) terpaksa meninggalkan aktivitas pekerjaan di salah satu instansi pemerintah untuk tetap mendampingi putranya Muhammad Vickram yang duduk di kelas IC SDN 62 Kota Bengkulu. Matanya terus memandangi putra pertamanya tersebut sambil tetap memberikan semangat belajar bersama para orangtua murid lain.
"Kami tidak tahu nasib sekolah anak kami, apakah tetap bertahan atau ada solusi lain," ujar Novi, Selasa 23 Juli 2019.
Baca Juga
Para guru juga mengajak seluruh murid untuk melakukan doa bersama sambil bersalawat. Di atas terpal plastik sebagai alas duduk darurat, suara para murid menggema dan membuat merinding.
Mia (10) murid kelas V terlihat lebih banyak diam sambil menutupi muka di bawah teriknya matahari di depan halaman SDN 62 Kota [Bengkulu](Bengkulu ""). Sesekali mulutnya mengikuti lantunan salawat dengan suara pelan. Selesai bersalawat, Mia menyampaikan harapannya supaya bisa belajar dengan tenang.
"Tolong, kami mau belajar, tolong kami," ujar Mia.
Â
Â
Ahli Waris: Opini Publik Jangan Sepihak
Para ahli waris pemilik lahan SD Negeri 62 yang berada di Jalan Meranti Kelurahan Sawah Lebar Kota Bengkulu ternyata sudah menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu mengenai rencana penyegelan ini. Artinya mereka tidak serta merta menyegel tanpa koordinasi.
Kuasa hukum para ahli waris, Jecky Haryanto mengatakan, pemberitahuan dilakukan hari Senin kemarin kepada pihak sekolah dan meminta supaya meliburkan murid untuk sementara waktu sambil menunggu keputusan antara ahli waris dengan Pemerintah Kota Bengkulu.
"Kami lihat mereka memaksa murid untuk tetap datang dan ini yang terjadi," tutur Jecky.
Menurutnya, aksi belajar di jalanan ini tentu saja berdampak kepada penggiringan opini publik dan merugikan pihaknya. Sebab informasi yang sampai kepada masyarakat tentu saja seolah-olah mereka melakukan tindakan yang tidak baik.
"Tolong opini publik jangan sepihak," lanjut Jecky.
Persoalan kepemilikan lahan ini memang sudah bergulir ke ranah hukum sejak enam 2014 lalu, Pemerintah Kota Bengkulu Bahkan melayangkan gugatan secara perdata kepada Pengadilan Negeri Kota Bengkulu. Para ahli waris saat itu memenangkan perkara dengan upaya hukum gugatan pembanding.
Keputusan banding di Pengadilan Tinggi Bengkulu hingga Kasasi Mahkamah Agung juga dimenangkan pihak ahli waris dengan menguatkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama. Pemerintah Kota Bengkulu bahkan pernah meminta angka gantu rugi lahan, dan diajukan angka sebesar Rp 6 miliar saat itu.
"Ketika diajukan angka itu, mereka keberatan dan sepakat dibentuk tim auditor independen," urai Jecky.
Hasil audit tim independen ini dengan mengacu berbagai pertimbangan, pada bulan Desember 2018 diputuskan harga ganti rugi lahan sebesar Rp3,5 miliar. Pemerintah Kota Bengkulu berjanji akan membayar dengan mencicil, dan dianggarkan dalam APBD tahun 2019 sebesar Rp 1 miliar untuk tahap awal.
Menurut Jecky, saat akan diproses secara administrasi, Pemkot Bengkulu meminta untuk diserahkan sertifikat lahan tersebut dengan alasan untuk kelengkapan administrasi. Mereka menolak, sebab tidak ada jaminan jika sertifikat diserahkan, maka uang akan mereka terima dengan baik.
"Di sini persoalannya," kata Jecky Haryanto.
Â
Advertisement
Proses Belajar Mengajar DIpindahkan
Pemerintah Kota Bengkulu melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengambil langkah cepat mengatasi persoalan proses belajar mengajar ratusan murid SD Negeri 62 ini. Dua sekolah yang berada tidak terlalu jauh dari lokasi yaitu SD Negeri 51 dan SD Negeri 59 dijadikan lokasi penampungan sementara.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bengkulu Noprian Aksa mengatakan, para murid kelas I hingga kelas III akan menumpang belajar sementara di SD Negeri 51, sedangkan murid kelas IV hingga kelas VI akan menumpang belajar di SD Negeri 59.
"Mereka semua besok belajar sementara di sana masuk sekolah siang dimulai pukul dua siang," tegas Noprian.
Pihaknya memastikan akan segera mencari lahan dan membangun sekolah baru untuk menggantikan gedung sekolah yang lama. Beberapa alternatif lokasi juga sudah ditinjau, termasuk salah satu lokasi yang akan diserahkan salah satu warga Kelurahan Sawah Lebar secara gratis.
Negosiasi sempat terjadi dengan mediasi Kapolres Bengkulu AKBP Prianggodo Heru Kunprasetyo yang langsung turun ke lapangan. Tujuannya meminta kepada para ahli waris supaya mengizinkan pihak sekolah untuk membereskan berkas administrasi milik sekolah dan tim Pemkot Bengkulu untuk menghitung jumlah aset yang ada.
"Harus ada kesepakatan terlebih dahulu, jangan sampai ada pihak yang dirugikan dan semua harus menahan diri," kata Kapolres.
Â