Liputan6.com, Tanjung Jabung Timur - Terik fajar menyongsong pagi dan kicau berbagai jenis burung yang saling bersahutan, ditambah udara segar khas hutan tropis membuat banyak orang terkagum. Suasana seperti ini sangat cocok untuk menghilangkan penat polusi di perkotaan dan menjadi pengalaman unik menikmati rimba cantik nan perkasa.
Adalah Taman Nasional Berbak dan Sembilang (TNBS), tipe hutan dataran rendah dengan spesifik hutan rawa gambut yang menawarkan suasana tersebut.
Kawasan ini dapat ditempuh melalui perjalanan jalur sungai menggunakan ketek (perahu bermesin) dari Desa Simpang, Kecamatan Berbak, Tanjab Timur, Jambi menuju ke Simpang Bungur Air Hitam Dalam Resort I. Perjalanan dapat ditempuh sekitar 30 menit.
Advertisement
Baca Juga
Di sepanjang jalur perjalanan, pengunjung akan disuguhkan pemandangan pepohonan mangrove dan rasau yang merupakan vegetasi khas hutan rawa gambut. Bagi jiwa petualang tak lengkap jika berkunjung ke tempat ini belum mendirikan tenda di alam bebas.
"Di tempat ini kamping lebih asik, terutama saat pagi hari kita akan disambut banyak suara kicau burung. Di sini kebanyakan suara burung, kalau suara satwa primata agak jarang," kata Mahasiswi Kehutanan Universitas Jambi, Beta Muslimah kepada Liputan6.com, Sabtu (27/7/2019).
Pihak taman nasional di kawasan tersebut, telah menyediakan area camping ground dan jalur trekking dan rumah pohon. Di rumah pohon atau menara pantau ketinggian sekitar 30 meter itu pengunjung bisa melakukan kegiatan pengamatan burung (bird watching) khas hutan dataran rendah.
Tak hanya suara kicau burung pada pagi hari, saat trekking di bawah hutan rimba juga akan disuguhkan suara serangga tonggeret (cicadidae). Serangga ini mengeluarkan suara nyaring dari pepohonan dan berlangsung lama sehingga menambah suasana di alam bebas semakin ramai.
Berdasarkan informasi dari TNBS, burung merupakan sumber daya alam yang memiliki nilai tinggi di kawasan ini. Di taman nasional ini teridentifikasi terdapat 110 jenis burung, mulai dari yang statusnya terancam punah atau dilindungi hingga burung yang tidak dilindungi.
Di antaranya, seperti Burung Julang Emas (Aceros undulatus), Raja-Udang Meninting (Alcedo meninting), Enggang Klihingan (Anorrhinue galeritus) dengan status dilindungi. Dan masih banyak seratusan jenis burung yang hidup di kawasan taman nasional tersebut.
"Para peneliti dari luar dan dalam negeri sering melakukan penelitian, biasanya mereka meneliti burung dan jejak harimau sumatra," kata Marzuki, Polisi Kehutanan TNBS di Air Hitam Dalam Sungai Rambut, Berbak.
Â
Terluas di Asia Tenggara
Taman Nasional Berbak berada di ujung timur Provinsi Jambi, merupakan kawasan pelestarian alam untuk konservasi hutan rawa terluas di Asia Tenggara. Sejak tahun 2016, Taman Nasional Berbak digabung dengan Taman Nasional Sembilang dan berubah nama menjadi Taman Nasional Berbak dan Sembilang (TNBS) dengan memiliki luas mencapai 340 ribu hektare yang membentang satu lanskap.
Keberadaan taman nasional ini tidak hanya dilindungi secara nasional, tapi secara internasional dengan ditetapkan sebagai Lahan Basah Internasional dalam Konvensi RAMSAR pada tahun 1992.
Taman nasional ini memiliki keunikan tersendiri, yakni berupa gabungan antara hutan rawa gambut dan hutan rawa air tawar yang terbentang luas di pesisir Timur Sumatra. Kawasan taman nasional ini juga telah ditetapkan sebagai cagar biosfer melalui sidang ke-30 "The Man and Biosphere International Co-ordinating Council (MAB-ICC) UNESCO" tahun 2018.
Ciri-ciri sebagai kawasan hutan rawa, di kawasan tersebut banyak ditemukan pohon yang akarnya keluar. Akar pohon yang keluar tersebut berfungsi mengambil sari makanan karena terendam air.
Tak hanya burung, di kawasan tersebut juga menyimpan keanekaragaman hayati yang tinggi dan tempat hidup flora dan fauna, seperti harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) dan satwa liar dilindungi lainnya.
Selain itu, berdasarkan survei tahun 2016 dugaan populasi harimau sumatra di kawasan TNBS mencapai 22-26 individu dengan kepadatan 1,2 individu/100 kilometer persegi.
Zoological Society of London (ZSL) sebuah lembaga yang konsen terhadap pelestarian harimau sumatra di kawasan itu menyebutkan, laju deforestasi di TNBS wilayah Berbak mengalami penurunan dari 7,57 persen pada 2015 menjadi 1,79 persen pada 2016 dan 0,11 persen pada 2017.
Sedangkan, untuk di wilayah Sembilang, juga mengalami penurunan dari 3,26 persen tahun 2015 menjadi 5,23 persen tahun 2016 dan 0,10 persen pada tahun 2017.
Â
Advertisement
Ecowisata
Taman Nasional Berbak dan Sembilang (TNBS) kini tengah mengembangkan ecowisata. Pengembangan ecowisata saat ini fokus di wilayah Restort Air Hitam Dalam dan Air Hitam Laut.
Kepala Balai TNBS, Pratono Puroso mengatakan, kawasan ini punya potensi untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata alam dengan konsep ecowisata. Dengan dipilihnya konsep ecowisata tersebut supaya, fungsi nasional tetap terjaga.
"Sekarang ini fasilitas kita dahului untuk di Air Hitam Dalam, dan sudah dibangun trek sepanjang 1 kilometer. Di kawasan itu juga dibuat area kamping dan bangunan pos serta menara pantau," kata Pratono kepada Liputan6.com.
Destinasi wisata tersebut kata dia, harus diselaraskan dengan fungsi taman nasional sebagai kawasan konservasi. Untuk tetap menjaga fungsi sebagai kawasan konservasi akan dibangun fasilitas yang ramah lingkungan.
Selain itu, pihak taman nasional juga telah menawarkan paket bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke destinasi wisata minat khusus ini. Paket yang ditawarkan adalah minimal untuk 4 orang dengan harga paket Rp4 juta. Dengan paket tersebut, wisatawan ditawarkan kamping selama dua hari.
"Dengan harga paket tersebut, semua fasilitas sudah masuk, mulai penjemputan dari bandara hingga fasilitas makan sampai di lokasi camp," katanya.
Â
Simak video pilihan berikut ini: