Liputan6.com, Malang - Keluhan tindakan curang mitra pengemudi layanan transportasi online masih terus ada. Di Kota Malang, seorang pengelola warung makan mengadu jadi korban order fiktif. Ada berkali – kali ada transaksi pembelian sampai senilai Rp 40 juta padahal warung tutup.
Pasangan suami istri Riski Riswandi dan Fitri Dwi Astuti, warga Purwantoro, Blimbing, Kota Malang, melaporkan masalah order fiktif itu ke Polres Malang Kota. Agar mengusut kasus yang merugikan usaha keduanya.
“Ini tadi petugas menyarankan kami lebih dulu mengadukan masalah ini ke Grab selaku penyedia jasa,” kata Riski di Polres Malang Kota, Rabu, 31 Juli 2019.
Advertisement
Baca Juga
Riski dan Fitri mengelola warung makan Bebek Ciphuk di Pujasera Jalan Tumenggung Suryo 17D Kota Malang. Karena hendak direnovasi, pengelola pujasera bersepakat dengan warung untuk tutup hingga perbaikan selesai.
Awal Juli, Fitri lapor secara daring ke layanan GrabFood agar menutup akun warung di pujasera itu. Sekaligus mengajukan pindah alamat baru warung nasi bebek itu. Meski warung sudah tidak beroperasi, akun warung belum juga ditutup.
Pada Sabtu sampai Senin kemarin ada surat elektronik berisi pemberitahuan laporan total transaksi. Dalam satu hari nilai transaksi ada yang sebesar Rp 10 juta ada pula sampai Rp 15 juta. Bila ditotal seluruhnya nilai transaksi kurang lebih sebesar Rp 40 juta.
“Padahal warung saya kan tutup, tentu saja tidak pernah melayani pembelian apapun,” kata Riski.
Dari rincian laporan itu terdapat detil tiap transaksi pembelian dalam satu hari. Anehnya, setiap transaksi selalu sebesar Rp 125 ribu. Antar satu transaksi hanya berselang dalam beberapa detik sampai 15 menit saja. Keduanya curiga jadi korban order fiktif.
Nota Palsu
Dugaan Riski dan Fitri warung makannya dijadikan obyek order fiktif makin menguat. Saat seorang pengemudi transportasi online meneleponnya. Memberitahu jika warungnya masih banyak dipakai pengemudi lain untuk melayani pesanan pembeli.
“Pengemudi itu mungkin berempati ke saya. Setelah itu segera saya cek ke bekas lokasi warung,” tutur Riski.
Pada Selasa, 30 Juli kemarin keduanya datang ke bekas lokasi warung. Di situ ada kerumunan pengemudi Grab yang saat diperiksa masing – masing sudah membawa nota pembelian Bebek Ciphuk. Mereka tunggang langgang begitu tahu diperiksa si pemilik warung.
“Tentu itu palsu, bukan nota dari kami. Mereka cetak sendiri memanfaatkan layanan aplikasi kasir pintar,” ujar Fitri.
Pengelola Bebek Ciphuk selaku mitra ada kewajiban membayar 20-25 persen dari total nilai transaksi itu. Riski dan Fitri enggan membayar tanggungan itu lantaran sama sekali tidak pernah melayani transaksi sebenarnya. Karena itu keduanya lapor ke polisi.
“Petugas meminta kami lapor ke penyedia layanan lebih dulu. Kalau masih disuruh bayar baru akan diproses polisi,” ujar Riski.
Kepolisian Resor Kota Malang sendiri belum mau memberikan keterangan perihal laporan kasus order fiktit ini. Sementara salah satu perwakilan Grab tidak menjawab saat dihubungi melalui telepon selulernya.
Advertisement