Liputan6.com, Kendari - Sejak Juli hingga awal Agustus 2019, kebakaran hutan menghanguskan ratusan hektare di wilayah Sulawesi Tenggara. Yang berhasil terpantau dan diantisipasi Tim Pemadam Kebakaran Hutan (Manggala Agni) Sulawesi Tenggara hanya mencapai 98 hektare hingga awal Agustus.
Terbaru, kebakaran terjadi di wilayah di Kelurahan Ngapaaha, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan, Kamis (8/8/2019). Meskipun hanya beberapa hektare, tetapi kebakaran ini merupakan rentetan dari belasan kasus lainnya yang terjadi sejak Juli.
Ratusan hektare hutan yang hilang, berada pada tiga kabupaten dengan vegetasi rawan kebakaran hutan. Ketiganya adalah Konawe Selatan, Konawe, dan Bombana.
Advertisement
Baca Juga
Dari semua daerah ini, kebanyakan vegetasi hutan terdiri dari semak belukar dan alang-alang sehingga menyebabkan api cepat menyulut kebakaran hutan dan menghanguskan sejumlah tumbuhan yang lebih besar.
"Yang terpantau ya 98 hektare itu saja, namun kami yakin yang tidak terpantau bisa lebih besar," ujar Kepala Kantor Manggala Agni daerah Operasi Tinanggea, Fanca Yanuar Kusuma.
Fanca menjelaskan, jumlah kebakaran hutan yang mendadak meningkat sejak Juli karena kondisi cuaca Sulawesi Tenggara yang mulai panas. Pada Januari hingga Juni 2019, kondisi Sulawesi Tenggara selalu turun hujan hampir setiap hari.
"Kondisi ini malah sangat membantu kami dan membuat anggota kami sempat bersantai karena minimnya kasus dan laporan kebakaran," ujar Fanca.
Menurutnya, kebakaran hutan umumnya terjadi pada siang hari yang kemudian bisa berlanjut hingga malam hari. Karena kasus ini, sempat beberapa kali terjadi kecelakaan lalu lintas jalan raya di wilayah kebakaran.
"Sebab, pengendara motor yang berusaha menghindari asap, bertabrakan dengan lainnya. Itu terjadi beberapa kali saat kebakaran hutan," ujar Fanca.
Sengaja Dibakar Warga
Penyebab kebakaran hutan di wilayah Sulawesi Tenggara, karena sengaja dibakar warga. Hal ini ditemukan tim Manggala Agni melalui rangkaian percobaan.
Alasan warga membakar hutan, karena adanya pembukaan lahan baru, kelalaian dan pengembalaan ternak. Ketiga alasan ini, sering menjadi pemicu kebakaran hutan di wilayah Sulawesi Tenggara.
"Kalau karena disebabkan gesekan antara semak belukar atau puntung rokok yang dibuang kesemak secara tak sengaja, memang tak mungkin," kata Fanca Yanuar Kusuma.
Dia mengungkapkan, anggotanya sudah melakukan percobaan hingga puluhan kali tentang bahaya puntung rokok. Ternyata, puntung rokok bukan penyebab signifikan kebakaran hutan.
"Puntung rokok tidak signifikan membakar semak kering selama percobaan. Dengan banyaknya kasus kebakaran, kami melihat puntung rokok hanya kambing hitam," ujarnya.
Jika api sudah membesar dari daerah terpencil, ada saja kendala yang dihadapi Manggala Agni. Biasanya kencangnya tiupan angin, akses ke lokasi yang sulit, dan sumber air yang jauh dari lokasi kebakaran.
"Kami bersyukur, hampir semua yang kami pantau bsia kami atasi," ujarnya.
Kendala lainnya adalah kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan. Padahal, Manggala Agni memerlukan koordinasi cepat dalam mengantisipasi lahan terbakar.
"Yang berkoordinasi kepada kami untuk melakukan pemadaman, hanya TNI dan Polri," katanya.
Dia menyatakan, kesadaran warga sebenarnya adalah yang utama. Sebab, banyak kerugian daripada keuntungan yang didapat saat membakar hutan.
"Anggota kami sudah beberapa kali menemui masalah saat memadamkan api di hutan, kami anggap wajar. Namun, jika api kemudian mengancam masyarakat banyak maka tindakan membakar hutan memang bisa mencelakai orang banyak," dia memungkasi.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Â
Advertisement