Liputan6.com, Banjarmasin - Selamat pagi Banjarmasin, selamat pagi Indonesia. Jika sedang ke Banjarmasin, sempatkan mampir di Pasar Terapung. Ini bukan sekadar pasar untuk jual beli kebutuhan saja, namun juga refleksi budaya orang Banjar.
Pasar terapung ini sudah berlangsung sejak 400 tahun yang lalu ketika perdagangan masih menggunakan sistem barter. Inilah gambaran pola hidup masyarakat yang tinggal di atas air.
Vega Viditama, seorang traveller asal Semarang yang juga aktivis di Generasi Pesona Indonesia, menyebutkan bahwa pasar terapung sesungguhnya jadi saksi perkembangan aktivitas perekonomian masyarakat Banjarmasin.
Advertisement
"Semua aktivitas jual beli berlangsung di atas muara Sungai Kuin di Banjarmasin. Penjual dan pembeli bertransaksi di atas perahu, yang dalam bahasa Banjar disebut jukung," katanya.
Baca Juga
Tak hanya perahu jukung, namun saat ini ada juga perahu bermesin atau klotok. Meskipun pasar ini sejak pagi buta sudah dipenuhi dengan jukung dan klotok yang saling berdesakan, tapi para penjual dan pembeli dengan sigap mengemudikan perahu masing-masing dan saling mengejar untuk bertransaksi.
"Seru berbelanja disini. Apalagi ketika sambil berburu sunrise. Amat sangat banyak obyek menarik untuk difoto," kata Vega.
Sebagaimana pasar, dagangan yang diperjualbelikan juga tak jauh dari pasar tradisional yang konvensional. Sayur mayur, buah-buahan, dan hasil kebun kampung-kampung yang ada di sepanjang sungai Barito serta anak-anak sungainya. Selain itu, tersedia juga berbagai jenis ikan, kebutuhan rumah tangga, hingga kue-kue tradisional.
"Yang saya salut, masih banyak pedagang yang jago berpantun. Kita tahu pantun adalah tradisi Melayu, namun disini para pedagangnya banyak yang piawai berpantun. Jika pagi, pantun mereka sangat fresh," katanya.
Â
Saksi Perkembangan Perdagangan Tingkat Dunia
Hal unik lainnya, masih ada pedagang yang melakukan sistem barter. Dalam bahasa Banjar disebut bapanduk. Tentu saja, sistem semacam itu sudah sangat jarang ditemukan di dunia perdagangan saat ini.
Ada istilah dukuh yaitu pembelian dari tangan pertama. Sementara pembeli yang menjual kembali barang yang dibelinya disebut penyambangan. Pasar ini tidak memiliki organisasi sehingga sulit menentukan jumlah pedagangnya.
"Saya tanya ke pedagang, juga tidak ada pengelompokan pedagang berdasarkan jenis barang dagangannya," kata Vega.
Pasar Terapung mulai beroperasi setelah shalat subuh dan akan berakhir sekitar pukul 09.00 WITA. Bubarnya pasar ditandai dengan para pedagang yang mengayuh perahu masing-masing meninggalkan lokasi pasar.
Dalam perjalanan pulang menyusuri anak-anak sungai Barito itu, mereka tetap menawarkan dagangannya yang belum terjual kepada penduduk yang berumah di sepanjang bantaran sungai Barito.
Jika berminat membuka pagi dan menyerap keraifan lokal suku Banjar, jika menggunakan klotok, lokasi bisa dicapai dalam waktu sekitar 45 menit dari pusat kota Banjarmasin. Tapi jika ingin lebih cepat, pengunjung bisa mengunakan angkutan darat dari kota Banjarmasin menuju Desa Alalak.
Kemudian dilanjutkan dengan menyewa klotok ke pasar terapung yang jaraknya sudah sangat dekat dari desa ini. Sedangkan untuk menyaksikan aktivitas di pasar terapung sama sekali tidak dipungut biaya.
Bersantai melihat-lihat rumah terapung (Rumah Lanting), menikmati segarnya buah-buahan, menyeruput teh atau kopi sambil mencicipi penganan khas Banjarmasin saat dibuai gelombang sungai Barito tentu akan merasakan kebesaran budaya Indonesia.
Simak video pilihan berikut:
Advertisement