Sukses

Harga Kulit di Garut Terjun Bebas Usai Idul Adha

Besarnya pasokan serta menurunnya penyamak kulit diduga menjadi salah satu penyebab penurunan harga kulit kurban.

Liputan6.com, Garut - Tak biasanya raut wajah Ahmad Sahid (33) salah seorang petugas kurban Idul Adha di Masjid Jami Ar-Ridwan, Kampung Ciawitali, Tarogong Kidul, Garut, Jawa Barat berkerut.

Negosiasi yang ia lakukan dengan salah satu pengepul kulit hewan kurban, akhirnya berhenti pada angka tertentu, merujuk harga kulit yang telah disepakati.

"Enggak bisa naik lagi di atas Rp 6 ribu, duh turun drastis," ujar dia, dengan raut muka meradang, setelah negosiasi yang dilakukan dengan salah satu pengepul kulit hewan kurban, Minggu lalu.

Namun apa daya, ia akhirnya pasrah pada harga itu untuk menghindari kerusakan kulit dari ancaman kelembaban dan busuk yang ditimbulkan usai pemotongan hewan kurban.

Tahun ini harga jual kulit basah hewan kurban di Garut, turun drastis. Menyusutnya perajin dan industri penyamakan kulit, diduga menjadi salah satu faktor penurunan harga itu.

Asep (41), salah satu pengepul kulit di wilayah industri kulit Sukaregang, Garut, mengatakan, melimpahnya pasokan kulit yang datang, tidak sebanding dengan besarnya serapan kulit di beberapa pabrik penyamakan.

"Turunnya lebih dari setengahnya tahun lalu," ujarnya, Rabu (14/8/2019).

Saat ini harga kulit sapi dan kerbau hanya dihargai Rp6 ribu perkilogram, dari sebelumnya tahun lalu yang mencapai Rp12 ribu, sementara harga kulit kambing dan domba hanya dihargai Rp20 ribu per lembar dari sebelumnya Rp70 ribu.

Menurutnya, harga jual kulit kurban tahun ini merupakan terendah dalam satu dekade terakhir. Padahal, momen Idul Adha merupakan kesempatan emas membeli sebanyak mungkin bahan kulit hewan kurban.

"Tahun ini kami hanya menarik yang lokal Garut saja, sebab di pabrik juga tengah melimpah," kata dia.

Hal senada disampaikan Wowo (45), pengepul kulit di kecamatan Tarogong Kidul. Menurutnya, minimnya harga kulit yang dipatok pabrik, menyebabkan banyak pengepul enggan berspekulasi membeli banyak kulit.

"Ini juga masih mencari pabrik yang mau menerima, sebab mayoritas pabrik masih penuh pasokan kulit mentah," kata dia.

Untuk menyiasati rendahnya harga serapan kulit kurban tahun ini, dirinya berupaya menawarkan ke industri makanan berbahan kulit. "Minimal bisa dipakai cungur atau kerupuk kulit," kata dia.

 

 

2 dari 2 halaman

Faktor Penyebab

Ketua Bidang Advokasi Hukum dan Humas, Asosiasi Penyamakkan Kulit Indonesia (APKI) Garut, Sukandar mengatakan, salah satu faktor penyebab jebloknya harga kulit idul kurban tahun ini, akibat banyaknya penyamak yang beralih profesi akibat gulung tikar.

"Akibatnya banyak penumpukan kulit dan permintaan pabrik menjadi rendah, sehingga harga turun," papar dia.

Menurutnya, permintaan kulit jadi dari para pengrajin terbilang tinggi, namun minimnya penyamak termasuk pabrik yang masih bertahan, menyebabkan serapan bahan kulit ternak berkurang. "Harga kulit basah (kulit hasil kurban) jadi murah," kata dia.

Pihaknya mencatat, tahun lalu rata-rata pengepul hingga pabrikan menerima kulit basah di harga Rp12 ribu per kilogram, tetapi saat ini turun hingga separuhnya di angka Rp6 ribu. "Kulit domba bahkan hanya Rp20 ribu padahal tahun lalu bisa Rp70 ribu per lembarnya,” kata dia.

Dengan kondisi itu, APKI berharap industri penyamakan kulit kembali bergairah sehingga mampu menyerap banyak bahan kulit basah dari masyarakat.

"Kalau kebutuhan kulit jadi jelas besar, namun penyamakannya yang sedikit, sehingga serapan kulit rendah," ujarnya.