Sukses

Soal Video Syur 'Vina Garut', MUI: Perlu Pendidikan Berbasis Kurikulum Pesantren

Bagi MUI, kemunculan video syur Vina Garut merupakan bentuk dekadensi moral hilangnya rasa malu di tengah masyarakat.

Liputan6.com, Garut - Penyebaran video syur 3 in 1 Vina Garut yang tengah heboh di tengah masyarakat Garut, Jawa Barat, langsung ditanggapi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua MUI Garut KH Sirojul Munir mengutuk kejadian itu.

"Ini jelas bentuk nyata adanya dekadensi moral. Mereka sudah tidak ada lagi rasa malu, sementara malu itu sebagian daripada keimanan seseorang," ujarnya kepada Liputan6.com, Kamis (15/8/2019).

Menurut dia, keberanian para pelaku membuat video Vina Garut, merupakan bentuk akumulasi adanya penurunan nilai moral dalam kehidupan masyarakat. "Bahaya sekali jika dibiarkan bagi generasi muda," kata dia.

Ceng Munir, panggilan akrabnya, menilai adanya dekadensi moral tersebut tak hanya menjalar di kalangan generasi muda, tapi juga sudah merasuki kalangan orang tua.

"Coba lihat di beberapa daerah, bagaimana sikap (tak senonoh) orang tua yang terkadang tidak memberikan contoh bagi masyarakat," katanya.

Rendahnya pemahaman agama, diduga ikut menjadi penyebab lain munculnya fenomena berkurangnya rasa malu di tengah kehidupan bermasyarakat.

"Memang ada pesantren dan DKM di tiap masyarakat, tapi masalahnya yang ngaji hanya santri, sementara generasi muda dari kalangan masyarakatnya ke mana?" ujar dia.

MUI berharap kejadian itu menjadi cambuk untuk semua pihak, terutama pemerintah dan lembaga berkewenang untuk mencari solusi  dan melakukan penyadaran terhadap masyarakat akan pentingnya pendidikan moral.

"Ini sudah darurat moral terutama soal kesusilaan," katanya.

Tidak hanya itu, Munir berharap aparat penegak hukum terutama kepolisian, memberikan hukuman yang berat sebagai efek jera bagi warga.

"Memang semuanya harus kerja sama lintas sektor, tapi harus ada tindakan tegas," katanya.

Termasuk peran tokoh masyarakat di lingkungan sekitar, agar lebih aktif dalam mengingatkan warga, pentingnya nilai moralitas dan kesusilaan.

"Saya yakin dengan semakin disampaikan (pesan moral), pasti memiliki dampak bagi warga," katanya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Sekolah Berbasis Kurikulum Pesantren

Munir juga mengatakan, selain pemahaman agama melalui lingkungan sekitar yang disampaikan DKM masjid dan kalangan pesantren, dibutuhkan sentuhan pendidikan agama di kalangan dunia pendidikan.

"Saya punya konsep sekolah berbasis kurikulum pesantren," katanya.

Selama ini pendidikan agama yang diajarkan sekolah terbilang singkat dan dianggap sebagai mata pelajaran pelengkap semata.

"Jauh sekali dengan yang diharapkan, apalagi jika guru agamanya berhalangan hadir, siswa jelas tidak mendapatkan pelajaran agama," katanya.

Tak mengherankan, kondisi itu cukup mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman agama para siswa, di tengah ancaman derasnya informasi yang masuk ke sekolah saat ini. "Sangat tidak berimbang, silahkan cek secara langsung," kata Munir.

Munir mencontohkan, kurikulum SMPN 1 Bayongbong yang telah mengadopsi kurikulum pendidikan pesantren, mulai menunjukan hasil signifikan.

"Para siswa lebih sopan dengan mengedepankan akhlak yang baik, hasil gemblengan pendidikan pesantren di sekolah," kata dia.

Kondisi itu mampu menarik minat perwakilan Dinas Pendidikan Sukabumi, untuk melakukan kunjungan langsung ke sekolah. "Mereka tertarik mengadopsi bahkan akan diperdakan," ujarnya.

Menurut Munir, kurikulum pesantren yang mendidik siswa soal norma dan kesopanan, plus disiplin ilmu lain, seperti hadis, Alquran, fikih, tauhid dan lainnya, mampu memberikan pemahaman yang baik bagi siswa.

"Apalagi saat ini sekolah ada full day, sangat mungkin diterapkan di SMK, SMA, dan lainnya," katanya.

Dengan upaya keras dan kerja sama semua pihak dalam menangkal penurunan nilai moral, lembaganya berharap kasus video Vina Garut tidak terulang di kemudian hari.

"Semakin tinggi nilai malu masyarakat dalam melakukan keburukan, menunjukkan semakin tinggi pula akhlak warga," katanya.

Â