Sukses

Meski dalam 'Gelap' Tukang Pijat di Solo Khidmat Upacara HUT RI

Puluhan peyandang tunanetra yang tergabung dalam paguyuban Kelompok Masseur Tuna Netra Sabtu Wage Surakarta menggelar upacara HUT ke-74 RI di Solo.

Liputan6.com, Solo - Puluhan penyandang disabilitas tunanetra tampak khidmat mengikuti upacara peringatan HUT ke-74 RI di Rumah Pelayanan Sosial Disabilitas Netra "Bhakti Candrasa" Solo, Sabtu, 17 Agustus 2019.

Para peserta upacara di antaranya siswa dan para alumni Bhakti Candrasa yang tergabung dalam Kelompok Masseur Tunanetra Sabtu Wage (KMTS) Surakarta. Para tukang pijat tunanetra itu berasal dari berbagai daerah di Solo Raya.

Bagi tukang pijat tunanetra upacara ini merupakan kesempatan yang langka, mengingat mereka sudah puluhan tahun tidak mengikuti upacara peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia.

Terakhir mengikuti upacara HUT RI tatkala masih menjadi siswa Bhakti Candrasa.

Upacara tersebut juga cukup spesial karena yang menjadi petugas upacara para penyandang disabilitas tunanetra. Bahkan, untuk pembacaan teks Pancasila menggunakan huruf braille yang dilakukan oleh Triyono.

Sedangkan yang mengibarkan bendera merupakan tiga orang penderita low vision yang memiliki jarak pandang tak lebih dari dua meter. Meski demikian, pengibaran bendera dalam upacara HUT ke-74 Kemerdekaan RI berlangsung dengan lancar tanpa hambatan.

2 dari 4 halaman

Momen Upacara Langka

Ketua KMTS Surakarta, Purwanto mengatakan para tunanetra yang tergabung dalam paguyuban memang sengaja hadir di Bhakti Candrasa untuk mengikuti upacara HUT ke-74 RI. Kebetulan pada tanggal 17 Agustus ini juga bertepatan dengan hari Sabtu wage yang merupakan agenda pertemuan rutin para anggota.

"Kebetulan setiap Sabtu wage melakukan pertemuan dan pada pertemuan kali ini berbarengan dnegan HUT Kemerdekaan jadi sekalian ikut upacara," kata Purwanto yang juga menjadi inspektur dalam upacara HUT ke-74 RI.

Menurut dia, momen mengikuti upacara HUT Kemerdekaan RI memang kesempatan yang langka. Bahkan, Purwanto mengakui sebelumnya para anggota paguyuban juga tidak pernah mengikuti upacara.

"Saya pikir ke depan dan sebelumnya memang tidak ada atau lama lagi terjadi seperti ini yakni tanggal 17 Agustus bareng dengan jatuhnya hari Sabtu wage yang menjadi jadwal rutin pertemuan. Mereka sudah puluhan tahun tidak ikut upacara seperti ini," ucapnya.

Hanya saja, ia berharap pada peringatan HUT Kemerdekaan RI bisa kembali mengikuti upacara bersama dengan para anggota paguyuban tukang pijat tunanetra. Pasalnya, dengan adanya upacara ini kian menjalin hubungan dan silaturahmi antara para alumni dengan siswa atau penerima manfaat yang masih menjalani pelatihan di asrama.

“Kami ingin mengakrabkan di antara para siswa di asrama dengan kami para alumni yang tersebar di wilayah Solo Raya,” katanya.

3 dari 4 halaman

Latihan Upacara

Purwanto menjelaskan dalam upacara kali ini memang yang menjadi petugas upacara para penyandang tunanetra, sedangkan para pembimbing yang tidak berkebutuhan khusus hanya ikut mendampingi. Untuk persiapan upacara ini, latihan yang dilakukan hanya selama dua kali pada hari kemarin.

"Dulunya memang para anggota paguyuban ini sering mengikuti upacara pada hari Senin ketika masih tinggal di asrama. Memang ada kesulitan tapi paling tidak kami bisa mengambi intinya dengan mengibarkan bendera Merah Putih," ucap dia.

Selanjutnya, Purwanto menyebutkan petugas pengibar bendera tidak mengambil yang tunanetra, namun penyandang low vision agar tidak begitu kesulitan saat berjalan baris menuju tiang bendera hingga mengibarkan bendera. Meski low vision, namun para pengibar bendera itu juga sudah masuk kategori tunanetra.

"Mereka masih bisa melihat satu sampai dua meter. Meskipun bisa sedikit melihat tapi jalannya saat latihan pengibaran bendera kadang belok dan tidak lurus dengan tiang. Kemudian gerak langkahnya tidak bisa bersama langkah kakinya," ungkapnya.

4 dari 4 halaman

Menggunakan Huruf Braille

Meskipun petugas pengibar bendera merupakan penyadang low vision, namun untuk petugas lainnya seperti pembaca teks Pancasila, UUD 1945 dan pembacaan teks Proklamasi merupakan penyandang tunanetra. Bahkan, untuk pembacaan teks Pancasila harus dengan membawa teks dengan tulisan huruf braille.

"Pengibar bendera dan komandang upacara memang low vision, namun untuk pembaca teks-teks memang tunanetra semua dan dengan bantuan huruf braille," kata dia.

Sementara itu, Triyono pembaca teks Pancasila mengaku  meskipun sudah hafal teks Pancasila, namun dirinya sengaja membat teks Pancailsa tersebut dalam bentuk huruf braille agar saat pelaksanaan upacara berlangsung dengan lancar.

"Sebelumnya sudah hafal tapi agak lupa. Terus tadi oleh Pak Purwanto disuruh membikin teks Pancasila dengan huruf braille. Ini saya menulis sendiri pakai huruf braille pada pagi tadi," akunya.

Setelah semua rangkaian pelaksanaan upacara HUT ke-74 RI selesai, inspektur upacara pun meminta komandan upacara untuk membubarkan barisan. Tak pelak, para peserta upacara angsung bertepuk tangan bahagia karena telah mengikuti upacara memperingati Kemerdekaan RI.

Saksikan video pilihan berikut ini: