Liputan6.com, Pontianak - Kabar pemindahan ibu kota ke Kalimantan makin santer dibicarakan usai pidato Presiden Jokowi 16 Agustus 2019. Yang terbaru, tersebar desain Ibu Kota baru di Pulau Borneo itu.
Ketua Sanggar Cinta Tanah dan Air Khatulistiwa, Syamhudi, kepada Liputan6.com mengatakan konsep Foresty City yang bakal diterapkan di ibu kota baru di Kalimantan sangat menarik.
"Secara garis besar desain itu mengarah pada persentasi ruang terbuka hijaunya berbanding terbalik dengan peruntukan fisik bangunan," katanya, Rabu (21/8/2019).
Advertisement
Syamhudi malah mengharapkan, tuntutan 30 persen ruang terbuka hijau kedepannya bisa ditambah menjadi 40 persen, bila perlu 50 persen.
Aktivis lingkungan Kalimantan Barat itu menilai, desain ibu kota baru di Kalimantan perlu memperhatikan bentuk struktur tanah dan ekologinya.
"Maksudnya tanpa harus memaksakan desain dan mengubah struktur awal tanah, misal bangunan solid, itu bisa mengurangi daya resap tanah," katanya.
Yang kedua, katanya, perlu juga diperhatikan pembangunan gedung pencakar langit. Jika luasan lahan cukup tersedia, tidak perlu lagi membangun gedung pencakar langit.
Sementara itu, Pengamat Perkotaan Kalimantan Barat, Deman Huri menilai, desain ibu kota baru perlu perhitungan matang, termasuk perhitungan akan potensi bencana alam yang sewaktu-waaktu bisa terjadi.
"Desainnya harus mewakili budaya Indonesia. Pohon-pohon yang digunakan pun jangan digunakan pohon yang ekspansif. Jika kotanya bernuansa Forest City harus menggunakan pohon-pohon lokal. Dan harus disesuakan atau dihitung dengan perhitungan matang. Karena berkaitan dengan daya dukung alam air, tanah, dan udara,” ujar penulis buku Peradaban Pohon Tengkawang pulau Boneo itu.
Presidium Dewan Kehutanan Nasional, Glorio Sanen mengatakan, pemindahan ibu kota ke Kalimantan perlu melibatkan pembicaraan yang intim dengan masyarakat adat setempat, apalagi mereka yang terdampak desain ibu kota yang baru itu.
"Terkait pembebasan lahan sesuai komitmen Presiden Joko Widodo. Bukan ganti rugi tanpa ganti untung," kata Glorio Sanen.
Sanen juga berharap, desain ibu kota baru nantinya perlu mengadaptasi bentuk-bentuk kearifan lokal setempat, sehingga masyarakat tidak asing di tengah tanahnya sendiri.