Liputan6.com, Sampang Sebuah pemandangan pilu menyeruak di Rongtengah. Ada fondasi rumah ambles dan miring, rumah kosong tak berpenghuni, juga toko-toko yang kehilangan usaha, menjadi identik dengan kelurahan di bantaran sungai Kemuning itu.
Kemuning yang alirannya membelah jantung kota Kabupaten Sampang adalah sumber petaka menahun. Tiap musim hujan tiba, sungai itu meluap dan membenamkan rumah warga hingga atap. Banjir bahkan kerap datang walau hujan tak sedang mengguyur Kota Sampang.
Advertisement
Baca Juga
Maka pada 2017, sungai kemuning dinormalisasi. Sedimentasinya dikeruk dengan alat berat, bantarannya pun dipancang dengan sheet pile baja. Proyek yang didanai multiyears dari APBN dan APBD Provinsi ini yang menciptakan kepiluan itu.
Warga yang terdampak proyek itu meninggalkan rumahnya yang miring karena tak lagi aman dan layak untuk dihuni. Mengontrak atau numpang di rumah saudara jadi pilihan jangka pendek sembari menunggu ganti rugi.
Ikhlas Bersyarat
Faruk salah satu yang memilih bertahan. Pria 45 tahun ini tetap menjalankan usaha mebelnya meski sebagian atap tokonya telah ambruk dan menganga. Dia tahu proyek itu adalah niat baik pemerintah agar pemukiman tak kebanjiran lagi.
Maka dia mendukung proyek itu dan ikhlas walau rumahnya rusak dan harus pindah karena sejak awal ada janji ganti rugi. Namun hingga kini, janji ganti rugi itu belum terealisasi.
"Tanah diukur pun belum," kata Faruk pekan lalu, seolah menyadari harapan ganti rugi seolah jauh panggang dari api.
Di seberang tokonya, proyek yang dikerjakan PT. AK tetap berjalan di bantaran sungai Kemuning yang memiliki panjang 4,8 kilometer itu. Selain sheet pile, ada juga pemasangan mini pile hingga bronjong.
Berdasarkan kontrak kerja tiga tahun, proyek itu harus rampung tahun ini. Pemerintah menggelontorkan dana bertahap senilai total Rp 205,4 miliar. Pada 2017 Rp 3,4 miliar, tahun 2018 Rp 43 miliar, dan tahun 2019 Rp 159 miliar lebih.
Advertisement
Lurah Jadi Bemper
Lurah Rongtengah, Wekil paling dipusingkan oleh masalah berlarutnya ganti rugi itu. Ia sampai tak menemukan alasan tiap kali warga datang menanyakan ihwal ganti rugi lahan.
“Saya menjadi benturan warga karena banyak yang tanya kapan kepastian ganti rugi tanah, apalagi sampai sekarang di Rongtengah belum ada pengukuran peta bidang dari BPN," kata dia.
Di Kelurahan Rongtengah, ada 58 bidang tanah terkena proyek. Sebagian besar tanah telah bersertifikat, sebagian lain kepemilikan berupa surat letter C dan sebagian belum dilengkapi dokumen kepemilikan.
Dia berharap ganti rugi secepatnya direalisasikan karena banyak warga yang meninggalkan rumahnya yang ambles atau retak karena khawatir ambruk. Mereka memilih tinggal di rumah kontrakan atau numpang di rumah saudaranya untuk sementara waktu.
"Warga yang punya toko kecil-kecilan usahanya terhenti, rugi jadinya, padahal proyek ini sudah masuk tahun ketiga dikerjakan," tutur dia.
Pada Februari lalu, proyek kemuning sempat dihentikan warga Desa Pasean. Mereka memalang jalan dengan balok kayu. Musababnya sama, ada warga belum mendapat ganti rugi lahan dari pemerintah.
Simak video pilihan berikut: