Sukses

Melawan Tradisi Agar Burung Rangkong Tetap Lestari

Populasi burung rangkong makin mengkhawatirkan. Burung bernama latin Bucerotidae itu terancam punah karena kerap diburu.

Liputan6.com, Bolsel - Populasi burung rangkong makin mengkhawatirkan. Burung bernama latin Bucerotidae itu terancam punah karena kerap diburu. Selain dagingnya dimakan, paruh burung rangkong juga punya nilai jual yang tinggi.

Di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Provinsi Sulawesi Utara misalnya. Suara riak burung rangkong tak lagi seramai dulu. Warga Bolsel kerap menaruh paruh burung rangkong di depan rumah sebagai simbol kemapanan. Sebagian lainnya percaya, paruh burung rangkong bisa menjadi penolak bala.

Dwi Manopo, seorang warga mengaku, tiap orang yang mau membangun rumah di Bolsel harus memiliki paruh burung rangkong atau mereka mengenalnya dengan nama Allo.

"Minimal satu paruh burung Allo dan maksimal dua, menurut kekek saya dulu, bahwa itu merupakan penolak bala ketika ada bahaya yang mengancam keluarga yang ada di rumah itu," ungkapnya.

Dwi juga mengakui, burung rangkong yang ditangkap dagingnya disantap dan kepalanya diambil, dikeringkan hingga tidak lagi mengeluarkan bau.

"Setelah kering, selanjutnya langsung digantung di salah satu tiang raja di rumah tersebut," tuturnya.

Menurut Dwi, selain sebagai penolak bala, warga Bolsel juga percaya kepala dan paruh burung punya makna filosofi yang mendalam. 

"Zaman dulu kakek saya pernah bercerita bahwa siapa saja yang mampu menangkap rangkong, ia sudah memiliki kemapanan dan sudah bisa membangun rumah sendiri. Mungkin inilah salah satu faktor yang menyebabkan burung rangkong punah dan tak pernah lagi terlihat di wilayah Bolsel," tambahnya.

Namun masyarakat yang menyadari makin menipisnya populasi burung rangkong perlahan mulai meninggalkan stigma dan tradisi itu.

"Saat ini sudah jarang mengunakan tradisi itu, mungkin karena burung rangkong saat ini sudah sangat sulit untuk didapatkan," kata Dwi.

Simak juga video pilihan berikut ini: