Sukses

Kesal Warungnya Dipasang Alat Pantau Pajak, Tukang Bakso Mengamuk

Respon kurang baik dilakukan pemilik usaha bakso di Palembang saat didatangi pejabat BPPD dan Satpol-PP Palembang.

Liputan6.com, Palembang - Pemasangan electronic tax (e-tax) atau alat pemantau pajak online, mulai rutin dilakukan oleh Badan Pengelolaan Pajak Daerah (BPPD) Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel). Salah satunya di salah satu warung bakso di Jalan Inspektur Marzuki Palembang.

Alat milik negara ini dipasang pada Rabu (4/9/2019) siang sekitar pukul 13.00 WIB oleh petugas BPPD Palembang. Namun alat tersebut dirusak oleh pemilik usaha, dengan memotong kabel mesin.

Sekretaris BPPD Palembang Ikhsan Tosni bersama anggota Satpol-PP Palembang, akhirnya mendatangi warung Bakso Granat Mas Azis pada Kamis (5/9/2019).

Choiri, adik pemilik usaha langsung menyambut kedatangan rombongan pejabat daerah ini. Saat ditanyakan tentang alasan kerusakan alat e-tax tersebut, Choiri mengungkapkan dia emosi karena alat pantau pajak online ini tidak dipasang merata di kawasannya.

"Saya minta keadilan karena pembagian e-tax tidak merata. (Perusakan e-tax) karena saya emosi, saya ini temperamen. Kalau orang emosi dengan saya, saya bisa lebih emosi," ujarnya di depan petugas.

Di sela perbincangan, ibu Choiri langsung berteriak marah, karena para awak media yang sedang meliput tidak mau duduk di kursi. Perdebatan mulut pun terjadi antara pengelola warung dengan petugas dan awak media di Palembang.

Choiri pun tersulut emosi dan marah ketika salah satu petugas menegur ibunya. Bahkan dia ingin para petugas dan wartawan menaati peraturan di tempatnya.

Dia pun menunjukkan luka jahitan seusai dia mengamuk, ketika petugas BPPD Palembang menanyakan tentang kerusakan e-tax pada hari Rabu sore.

"Tidak apa-apa dipasang, tapi harus usaha di Palembang dipasang semua. Kami terzolimi, kami mau cari uang dari sini. Kami siap menerima pemasangan alat pajak, kami kooperatif,” kata warga Palembang ini.

 

2 dari 3 halaman

Perusakan Alat E-tax

Mendengar adanya kericuhan di tempat usahanya, Aziz, pemilik usaha langsung mendekati para petugas BPPD dan Satpol-PP Palembang. Dia pun meminta maaf atas perbuatan adiknya yang merespon kurang positif.

Aziz akhirnya mau menerima konsekuensi dari perusakan alat milik negara tersebut. Seusai pertemuan itu, dia berjanji akan datang ke kantor BPPD Palembang untuk membahas kerusakan e-tax.

Saat diwawancarai awak media, Aziz mengatakan bahwa ada miskomunikasi antara adiknya dan petugas BPPD Palembang usai pemasangan e-tax.

Sekitar pukul 14.00 WIB, pemasangan e-tax di warungnya sudah selesai dan dia pun langsung pulang ke rumah.

"Waktu adik saya tahu kalau cuma di sini dipasang (e-tax), jadi diputusnya. Saat bapak (petugas BPPD Palembang) itu datang lagi, ibu saya langsung dihardik dan adik saya marah,” katanya.

Menurutnya, pemasangan e-tax tidak disertai dengan alat penghubung listrik atau soket listrik. Karena soket listriknya sudah digunakan untuk memutar musik di warungnya dan steker pengisi daya ponsel.

Dia pun mengaku terpaksa menerima peraturan penerapan pajak 10 persen, menggunakan alat e-tax tersebut.

"Kalau bersedia, sebenarnya berat juga dengan (pajak) 10 persen, terpaksa menerima. Harusnya dicoba dulu tiga bulan, bagaimana efeknya," ungkap Aziz.

 

3 dari 3 halaman

Serang Wartawan

Di sepanjang Jalan Inspektur Marzuki, hanya usaha dia yang dipasang e-tax. Padahal menurutnya, lokasi usahanya paling ujung namun di pangkal jalan di daerahnya tidak dipasang e-tax.

Kecemasan akan turunnya omset usai diberlakukan pajak 10 persen, sempat menghantuinya. Namun dia berharap omsetnya tidak turun, karena usahanya sudah dikenal warga Palembang.

"Kita tidak takut sepi, apalagi usaha ini sudah lama. Masalah sepele kemarin saja dibesar-besarkan. Karena kabelnya cuma diputus," katanya.

Di sela wawancara, Choiri kembali membuat keributan dengan melempar botol kaca ke arah wartawan. Sontak para awak media langsung cemas, beberapa wartawan juga tersulut emosi.

Peliputan akhirnya berakhir seketika, karena para awak media langsung diusir oleh penjaga warung dengan nada tinggi.

Tak lama kemudian, karyawan warung tersebut menutup gerbang warungnya. Akibat keributan tersebut, turut menarik perhatian pejalan kaki dan para pengendara yang lewat, sehingga membuat kemacetan di kawasan tersebut.