Sukses

Jurus Kedai Kopi Hitam Legam Cirebon Hemat Biaya, Gunakan Gas Non-Subsidi

Banyak cara dilakukan pengelola kedai di Cirebon menghemat biaya dalam menjalankan roda usaha, salah satunya dengan menggunakan gas non-subsidi.

Liputan6.com, Cirebon - Kopi menjadi salah satu pilihan masyarakat Cirebon untuk melepas penat setelah bekerja. Mampir ke kedai kopi Cirebon saat malam pun jadi kebiasaan. 

Seperti yang terlihat di Kedai Kopi Hitam Legam lokasi depan Masjid Agung Sang Cipta Rasa kawasan alun-alun Kasepuhan Cirebon. Menggunakan konsep lesehan, kedai ini selalu ramai didatangi pengunjung.

"Kedai saya terbilang baru di antara kedai kopi lain di Cirebon tapi Alhamdulillah ramai terus. Kuncinya kita harus tetap konsisten dan cerdas mengelolanya," kata pemilik Kedai Kopi Hitam Legam, Choy Miracle, Jumat (5/9/2019).

Choy mengatakan, konsep kedai kopi Cirebon yang dibuatnya itu berbeda dengan yang lain. Sebuah loyang berisi pasir menjadi bagian dari metode perebusan menu kopi bernama hitam legam.

Di antara pasir laut itu, dua buah logam berbentuk teko kecil menjadi tempat memasak kopi. Metode penyeduhan kopi dengan pasir laut tersebut diyakini merupakan salah satu yang tertua di dunia.

"Alhamdulillah kopi saya disukai sama konsumen katanya beda dengan kedai lain dan jadi ciri khas kedai saya sendiri," kata dia.

Selain konsep kopinya yang unik, kedai Kopi Hitam Legam Cirebon ini memiliki cara jitu dalam mengelola usahanya. Salah satunya dengan menggunakan gas non subsidi.

Dia mengatakan, kedai yang menggunakan gas bersubsidi dinilai akan mengeluarkan cost lebih besar dibandingkan non-subsidi. Menggunakan gas non-subsidi, kata dia, lebih hemat dibandingkan gas subsidi.

"Awal buka saya pakai gas 3 kg ternyata boros saya pindah pakai Bright gas 5 kg lebih hemat. Kalau gas melon harga isi ulangnya Rp 22 ribu itupun harga bisa berubah kalau yang Bright Gas Rata-rata Rp 70 ribu dan tidak berubah jadi kedai kopi saya bisa terus jalan," kata dia.

2 dari 2 halaman

Konsisten

Dia menyebutkan, dari sisi lamanya penggunaan gas terlihat berbeda. Untuk gas 3 kg, lamanya waktu penggunaan hanya satu minggu, sementara Bright Gas 5 kg bisa sampai 40 hari.

Dari harga, lanjut dia, untuk gas subsidi 3 kg cenderung tidak stabil. Jika gas non subsidi terlihat stabil dan jelas sehingga dapat dihitung biaya yang harus dikeluarkan untuk isi ulang atau ganti gas.

"Lebih aman juga pakai non-subsidi meski tidak seberapa berpengaruh terhadap rasa kopi. Tapi yang paling mendasar adalah saya tidak mau disebut miskin. Kan sudah jelas tuh di tabung gas 3 kg ada tulisannya untuk masyarakat miskin," kata dia.

Kedai Kopi Hitam Legam Cirebon tersebut mampu meraup keuntungan Rp 500 ribu per hari.

Konsistensi penggunaan gas non subsidi di kalangan UMKM wilayah Ciayumajakuning mendapat apresiasi dari PT Pertamina MOR III.

Perusahaan negara itu memberi penghargaan berupa isi ulang atau refill gratis selama satu tahun atau setara 1 tabung bright gas 12 kg per bulan. Apresiasi tersebut diberikan kepada dua rumah makan di Kabupaten Kuningan Jawa Barat, yakni RM Sambal Rintis dan RM Palinggihan.

“Sejak tahun 2016 pakai Bright Gas 5,5KG karena tabungnya mudah dibawa dan harga isi ulangnya terjangkau,” kata Iwan Gunawan, p emilik Rumah Makan Sambal Rintis.

Dia mengaku, sebelumnya rumah makan miliknya menggunakan gas melon. Namun setelah mendapat edukasi dari Pertamina serta penyuluhan pengunaan LPG aman, usaha kuliner ini beralih menggunakan LPG non subsidi.

Kedua rumah makan ini mengakui Bright Gas 12 KG dapat menjaga kualitas makanan. Api biru yang dihasilkan lebih stabil dan memiliki faktor kemanan yang terjaga.

"Katup pengamannya ganda jadi lebih aman dan stabil," ujar dia.