Kebumen - Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) IV Diponegoro, Letkol Kav. Susanto mengatakan, tindakan represif prajurit TNI kepada warga saat mengamankan demonstrasi di kawasan Urut Sewu, Desa Brecong, Kecamatan Bulupesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah (Jateng), Rabu (11/9/2019), sebagai sebuah hal yang wajar. Katanya, hal itu terpaksa dilakukan karena warga sulit dikendalikan.
Kapendam menuturkan kejadian itu bermula saat prajurit TNI mengamankan proyek pemagaran area Lapangan Tembak Displitbangad di Desa Brencong. Saat itu, tiba-tiba datang ratusan warga yang mengklaim memiliki tanah yang digunakan proyek lapangan tembak.
Baca Juga
Kapendam mengatakan proyek pemagaran itu dilakukan Kodam IV Diponegoro untuk mengamankan aset negara. Selain itu, juga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan karena area tersebut digunakan untuk latihan menembak.
Advertisement
Meski demikian, Kapendam menyebut masyarakat tetap diizinkan menggarap lahan di kawasan itu. Namun, hal itu dengan catatan tidak boleh mengklaim secara sepihak kepemilikan tanah tersebut.
Berasarkan Surat DJKN Kanwil Provinsi Jateng No S-825/KN/2011 tanggal 29 April 2011 dijelaskan, tanah kawasan latihan TNI seluas 1.150 hektare itu diperoleh dari peninggalan KNIL tahun 1949. Saat ini tanah itu sudah masuk daftar barang milik negara dengan nomor registrasi 30709034.
"Jadi bukan milik warga," kata Susanto, dikutip Solopos, Kamis (12/9/2019).
Adanya pengusiran warga yang dilakukan oleh aparat dengan tindakan keras, lanjut Susanto, karena masyarakat tidak mau meninggalkan area itu meski sudah dilakukan cara-cara persuasif. Dia bahkan menyebut jika massa cenderung berbuat anarkistis hingga harus dilakukan tindakan represif prajurit TNI yang berjaga.
"Apa yang dilakukan TNI semata-mata melaksanakan perintah yang tertuang dalam PP No 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara. Jadi apa yang dilakukan TNI adalah konstitusional," tegas Kapendam.
Kapendam menyebut tindakan yang dilakukan Kodam IV/Diponegoro tetap mengedepankan tindakan persuasif dengan memaksimalkan mediasi dan mengajak masyarakat untuk duduk bersama menyelesaikan masalah tersebut.
"Saat ini proyek pemagaran untuk sementara dihentikan. Tapi, kami minta masyarakat juga menghentikan aktivitas di sana. Apabila masyarakat merasa memiliki lahan secara sah, silakan menempuh jalur hukum," ujar Kapendam.
Sementara itu, dalam siaran pers yang diterima Semarangpos.com dari LBH Semarang, bentrokan yang terjadi antara prajurit TNI dengan warga itu terjadi sekitar pukul 10.00 WIB. Bentrokan itu menyebabkan 16 warga mengalami luka-luka karena mendapat tindak kekerasan baik berupa pukulan benda tumpul maupun tendangan dari prajurit TNI.
Bentrokan aparat TNI dengan warga di kawasan Urut Sewu ini bukan pertama kali terjadi. Konflik di kawasan pesisir pantai selatan Jawa itu sudah terjadi sejak tahun 1982 lalu atau sekitar 37 tahun silam. Namun, hingga kini konflik itu tak juga mereda dan masih terjadi bentrok setiap kali TNI menggelar kegiatan di kawasan tersebut.
Baca juga berita Solopos.com lainnya di sini.