Sukses

Gaung Toleransi dari Prosesi Hamerti Kirti Pegunungan Wonosobo

Toleransi telah terbangun sejak puluhan tahun silam. Semua warga saling menjaga, meski mereka berbeda agama.

Liputan6.com, Wonosobo - Toleransi antarumat beragama bisa dimulai dari hal-hal paling sederhana. Misalnya, rukun dengan tetangga yang beda agama atau golongan.

Syahdan di Dusun Pucung Pandak, Sidorejo, Kecamatan Selomerto, Wonosobo, Jawa Tengah, toleransi telah terbangun sejak puluhan tahun silam. Semua warga saling menjaga, meski mereka berbeda agama.

Di dusun kecil dan pelosok pegunungan Wonosobo itu, berdiri rumah ibadah beda agama di satu kampung. Namun, warga tak pernah mempermasalahkan, apalagi membuat itu menjadi pemantik konflik.

Semua warga menjalankan ibadahnya masing-masing. Mereka pun bekerja sama dalam kegiatan-kegiatan kampung, tanpa sekat. Toleransi begitu dihargai di kampung ini.

Kerukunan dan toleransi antarumat beragama warga Pucung Pandak, Wonosobo, itu begitu tampak dalam prosesi budaya Hamerti Kitri. Prosesi budaya ini digelar oleh umat lintas agama di kampung ini.

Sesepuh Dusun Pucung Pandak yang juga panitia Hamerti Kirti, Theodorus Setia Budi Hertoyo, mengatakan Hamerti berarti mensyukuri semua rahmat dari Sang Pencipta, dalam sebuah balutan kasih yang diwujudkan dalam bentuk budaya.

Adapun Kitri adalah Tetukulan. Hamerti Kitri diartikan sebagai rasa syukur penduduk Pucung Pandak atas semua cinta dan rahmat Tuhan tak pernah putus.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Doa Cara Islam dan Katolik

"Hamerti berarti mensyukuri semua rahmat dari Sang Pencipta, dalam sebuah balutan kasih yang diwujudkan dalam bentuk budaya," dia menjelaskan, dalam keterangannya, Minggu, 15 September 2019.

Prosesi budaya Hamerti Kitri ini digelar antara tanggal 12-15 September 2019. Hamerti Kitri digelar pada bulan Suro, tiap tahun.

Dia menerangkan, rangkaian kegiatan Hamerti Kitri yakni, Ambirat Pepeteng, Dolanan Bocah, Rias Tenong, Bersih Makam, Pengambilan Air 7 Sumber, penyembelihan hewan qurban, sarasehan budaya, ziarah kubur pepunden, kirab tenong atau gunungan, doa syukur jentik manis, budaya lokal (Emblek Dhem).

"Salah satunya doa bersama dari agama Islam dilanjutkan dengan agama Katolik dengan bahasa Jawa pada acara Ambirat Pepeten,” ujarnya.

Salah satu pesan moral penting dari prosesi budaya ini adalah kerukunan antarumat beragama. Sebab, berkat Tuhan tak hanya diberikan kepada satu kelompok atau agama tertentu, melainkan kepada seluruh golongan.

"Di dusun kami pun sangat erat hubungan antaragama," dia mengungkapkan.

Tokoh agama Islam Pucung Pandak, Kiai Ratno Khotibul Humam mengatakan, toleransi agama di Dusun Pucung Pandak sangat terjaga. Terbukti, tak pernah ada konflik yang mengatasnamakan agama.

Rumah ibadah umat Islam dan agama lainnya, misalnya Katolik pun berdiri berdampingan di dusun ini, tanpa pernah menyebabkan konflik. Keberagaman begitu dijaga di dusun pelosok ini.