Liputan6.com, Rembang - Di tengah zaman kompor listrik sekali tekan, Ruti dan suaminya, Warno, masih terus bersemangat memproduksi pawon lemah. Zaman yang serba cepat ini tak mempengaruhinya untuk terus membuat tungku yang biasa digunakan masyarakat desa untuk memasak itu.
Saat tim Liputan6.com berkunjung ke rumahnya, di Desa Singonegoro, RT 01 RW 02, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, tampak beberapa tungku belum laku terjual, di bagian lain terlihat karungan tanah liat yang jadi bahan baku pembuatan pawon lemah.Â
Baca Juga
"Ini peninggalan nenek moyang," kata Ruti.Â
Advertisement
Ruti mengungkapkan, sebelum ada kompor gas dan lainnya, masyarakat banyak yang mencari perajin lemah pawon. Perannya yang sentral membuat tiap rumah tangga harus memiliki alat masak yang satu ini.
"Ini mudah buatnya, tanah disirami air kemudian dicampuri berambut padi," tutur Ruti, yang sudah puluhan tahun menggeluti profesi perajin lemah pawon.
Meski mudah, pembuatan lemah pawon menghabiskan waktu 3 sampai 5 hari, mulai dari pembuatan adonan hingga pencetakan. Lamanya proses pembuatan dipengaruhi lamanya waktu untuk membuat tanah liat menjadi gembur, mengental, dan mudah dibentuk. Pembentukannya hanya butuh waktu 20 menit.
"Dalam dua jam biasanya bisa membuat 5 sampai dengan 6 pawon. Keringnya, ya tergantung panas. Bisa dua hari bahkan seminggu," kata ibu dua anak itu.
Ruti mengaku, lemah pawon dua tungku dijualnya hanya dengan harga Rp25 ribu, sementara ukuran besar lebih mahal dua kali lipat.
Â
Â
Â
Simak juga video pilihan berikut ini:
Dari Mulut ke Mulut
Untuk menjualnya, pasutri ini hanya mengandalkan promosi mulut ke mulut serta kenalannya yang sudah punya nomor teleponnya.
Misalnya, saat ada acara-acara tasyakuran atau saat berkunjung ke rumah-rumah saudara, biasanya mereka sambil menawarkan pawon lemah kepada ibu rumah tangga.
"Kami jalankan semampunya mas, dengan kenalan-kenalan warga sekitar sini, saudara-saudara kami, alhamdulillah masih adapula yang pesan," kata Ruti.
Ruti dan suaminya berharap, lemah pawon bisa tetap eksis meski zaman telah berubah. Kearifan lokal nusantara itu diharapkan bisa tetap lestari dan terus digunakan masyarakat. Mengingat selain murah karena tanpa bahan bakar, tungku masak ini juga aman dan tahan lama.
"Buat kami cukup mas, bisa mempertahankan kerajinan pawon lemah yang pernah diajarkan orangtua kami," ujar Ruti menambahkan.
Advertisement