Sukses

Bayi di Pekanbaru Meninggal, Diduga Terserang Virus Kabut Asap

Bayi berusia 3 hari di Pekanbaru meninggal dunia diduga terserang virus dari kabut asap hasil kebakaran hutan dan lahan di Riau.

Liputan6.com, Pekanbaru - Belum sempat diberi nama oleh kedua orangtuanya, bayi berusia 3 hari di Riau meninggal dunia. Meninggalnya bayi laki-laki itu diduga karena terpapar virus kabut asap. Pihak keluarga mengatakan, bayi tersebut mengalami sesak napas sebelum meninggal dunia.

Sang ibu, Lasmayeni tetap berusaha tegar. Sesekali, dengan wajah sembab dan mata memerah, istri dari Evo Warisman itu melempar senyum hampa kepada tetangga yang bertakziah ke rumahnya, di Jalan Lintas Timur Kilometer 19, Kulim, Kecamatan Tenayanraya, Pekanbaru.

Jasad bayinya sudah terbujur kaku di ruang tengah rumah berlantai semen dan sebagian berdinding dari papan itu. Bayi seberat 2,9 kilogram dan panjang 49 centimeter itu menunggu dimakamkan.

Sang ayah, Evo, tetap setia duduk di depan rumah menghampiri pelayat yang datang. Sesekali, Evo yang sehari-harinya bekerja di gudang karton bekas memantik rokok sebagai teman berbicara dengan tetangga.

Evo tetap hangat menyambut sejumlah wartawan yang datang ke rumahnya. Sambil menyeka air mata, dia menceritakan bagaimana anak pertama yang sudah lama dinantinya itu tak bernyawa lagi.

"Kata dokter di rumah sakit, di mana bayi kami bawa, akibat virus kabut asap karena mengalami sesak napas dan batuk," kata Evo kepada Liputan6.com, Kamis (19/9/2019).

Evo menceritakan, bayinya lahir di klinik bidan di Pekanbaru tak jauh dari rumahnya pada Senin malam, 16 September 2019. Dia dan istri serta bayi menginap di sana satu malam saja.

"Sewaktu lahir sehat dan normal tidak ada apa-apa. Pagi Selasa kami pulang ke rumah," ucap Evo.

Sebagai orang baru, bayi tadi disambut keluarga lainnya. Secara bergantian anaknya di timang hingga akhirnya malam menjelang. Tengah malam, bayinya mulai rewel sehingga Evo menghubungi bidan pagi harinya.

"Bayi saya batuk dan pilek, demam juga. Kemudian napasnya itu seperti sesak," kata Evo.

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Pucat dan Sesak Napas

Pagi hari, bayinya diperiksa bidan. Hasil pemeriksaan medis, suhu badannya mencapai 40 derajat celcius. Bidan memberi obat penurun panas dan dianjurkan dikompres supaya panasnya mereda.

Menjelang siang, anak Evo mulai membaik. Rumahnya juga kian ramai dikunjungi kerabat dan persatuan gereja, tempatnya beribadah tiap Minggu. Kedatangan jemaat menambah suka cita Evo hingga akhirnya malam menjelang.

Malam hari, Evo dan istri makan bersama dan bayi ada di tengah. Istrinya cepat menyudahi makan karena bayinya menangis. Sang istri menggendong dan memberikan obat dari bidan.

"Tiba-tiba istri bilang kenapa adek (bayi) pucat. Saya langsung sudahi makan dan meletakkan piring di lantai," kata Evo.

Kembali Evo menghubungi bidan karena bayinya panas, batuk dan sesak napas lagi. Hasil cek medis, suhu bayinya mencapai 41 derajat celcius sehingga bidan meminta supaya dirujuk ke rumah sakit.

"Kami bawa ke Rumah Sakit Syafira. Dalam perjalanan bayinya berhenti menangis tapi demamnya masih tinggi. Saya mengira sudah tidak ada lagi (meninggal)," jelas Evo.

Sampai di rumah sakit, Rabu malam, pukul 19.00 WIB, bayinya langsung dirawat intensif dokter dan perawat. Namun apa daya, Tuhan berkehendak lain.

"Kata dokter, bayi saya mengalami sesak napas, batuk dan pilek karena terkena virus dari kabut asap," cerita Evo.

Evo berharap tidak ada korban lainnya dari kabut asap ini. Dia berharap pemerintah segera mengatasi kebakaran hutan dan lahan yang masih saja memproduksi kabut asap di Riau.