Sukses

Ibu Hamil Tua di Pekanbaru Mengungsi karena Kabut Asap Kian Pekat

Sejumlah warga Pekanbaru mengungsi karena kabut asap hasil kebakaran hutan dan lahan. Warga memilih mengungsi karena khawatir akan kandungan dan anaknya.

Liputan6.com, Pekanbaru - Kota Pekanbaru sepertinya tidak layak huni lagi. Begitu menurut sebagian warga karena kabut asap hasil kebakaran hutan dan lahan itu membuat kualitas udara tidak sehat.

Berdasarkan alat Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di berbagai titik Pekanbaru, kabut asap membuat udara tidak sehat lagi. Banyak warga mengungsi, di mana Sumatera Barat (Sumbar) menjadi tujuan karena di sana udaranya dingin dan bebas pencemaran.

Seperti yang dilakukan keluarga Ahsan, warga Perumahan Piring Sewu, Kecamatan Marpoyan Damai Pekanbaru. Dia bersama istri dan anaknya berangkat ke Sumbar, Kamis pagi, 19 September 2019.

Langkah Ahsan ini diikuti beberapa tetangganya karena sudah tidak tahan lagi menghirup kabut asap setiap hari. Ahsan menggunakan mobil pribadi untuk meninggalkan rumahnya di Jalan Inpres itu.

"Pagi ini saya melihat kondisi kabut asap makin pekat apalagi sudah masuk ke rumah. Kami putuskan untuk mengungsi," kata Ahsan kepada Liputan6.com, Kamis siang.

Satu hal yang menguatkan Ahsan untuk mengungsi adalah istrinya, Rika, yang sedang hamil tua. Dia khawatir bayi di perut istrinya terpapar kabut asap dan terjadi hal tak diinginkan ketika lahir nanti.

"Otomatis anak yang dikandung kena kalau ibunya tiap hari hirup kabut asap, ini yang saya takutkan," sebut Ahsan.

Tak hanya istri dan jabang bayinya, Zainul juga khawatir dengan anak perempuannya. Anaknya berusia 5 tahun itu termasuk rentan terhadap kabut asap karena mudah batik dan flu.

Ahsan tidak bisa memastikan sampai kapan dirinya bersama anak dan istri mengungsi. Dia hanya berharap kabut asap segera hilang dan pemerintah bisa mengatasi Karhutla di Riau.

"Selama ada asap, selama itu pula saya mengungsi agar keluarga tidak terserang penyakit," ucap Ahsan.

2 dari 2 halaman

Warga Minta Cepat Diatasi

Rika kepada wartawan menyebut mengungsi adalah pilihan terbaik dari pada tinggal di Pekanbaru. Dia ingin anak, suami dan bayi di perutnya selalu sehat dan terhindar dari partikel bahaya Karhutla.

"Di Sumbar ada keluarga di sana. Kalau asapnya sudah hilang pulang lagu, kalau gak ya sampai melahirkan di sana," sebut Rika.

Herman, tetangga Ahsan, yang juga ikut mengungsi berharap pemerintah, baik itu daerah atau pusat, segera mengatasi Karhutla yang selalu memproduksi asap. Pasalnya, kejadian ini sudah membuat berbagai sektor kehidupan lumpuh.

"Kasihan rakyat seperti kami ini, anak sudah libur sekolah dan ekonomi mulai terganggu. Sudah cukup menderita kami karena kabut asap ini," sebut Herman.

Menurutnya, jangan sampai kabut asap dan Karhutla berkepanjangan menimbulkan gejolak sosial. Apalagi sampai menimbulkan kemarahan dari masyarakat di Pekanbaru dan Riau secara umum.

"Kalau hilang kepercayaan rakyat kepada pemerintah, bagaimana? Sangat memalukan jadinya," tegas Herman.