Sukses

Cerita Kakek Perkasa dari Kendari, Tampar Kerbau hingga Mati dan Bergelut dengan Buaya

Seorang kakek perkasa di Kendari, pernah memukul kerbau hingga mati lalu kini dipercaya menjadi pawang buaya.

Liputan6.com, Kendari - Menjadi pawang buaya, tak banyak diminati orang banyak. Bukan karena gajinya, tetapi risiko dimangsa hewan amfibi itu. Banyak orang langsung bergidik meski hanya melihat dari jauh si buaya.

Seorang pria asal Kota Kendari yang kini sudah renta, ternyata pernah menghabiskan masa mudanya mengurus buaya. Israil, nama kakek itu.

Bahkan, setelah dia menikah dan beranak pun, Israil tetap bergelut dengan buaya.

Puluhan tahun lalu, saat dia masih muda, pernah berangkat dari Kota Kendari menuju Papua untuk jadi pawang buaya di sana. Saat itu, dia diminta khusus Bupati Fak-Fak dan Kaimana, saking banyaknya buaya yang mengganggu warga di wilayah itu.

Dia kemudian ditunjuk, memimpin 60 orang anggota tim penangkap buaya. Bukan karena sakti, tetapi kemampuannya menyelam di dasar sungai dan menangkap buaya muara tak ada yang menyamai.

"Saat itu, hanya saya yang bisa menyelam sambil menangkap buaya. Orang lain tak bisa dan takut," ujarnya.

Dia melanjutkan, karena kepandaiannya menangkap buaya, dia pernah dipercaya mantan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, Husain Efendi. Husain Efendi membuatkan kandang bagi puluhan ekor buaya yang berhasil ditangkap Israil.

"Namun, sekarang sejak mantan wakil gubernur sudah meninggal, saya harus membiayai puluhan ekor buaya ini sendiri. Meskipun kadang ada bantuan, namun saya kadang tak mampu beri makan," ujar Israil.

Hingga saat ini, ada sebanyak 8 ekor buaya di kandang milik Israil. Enam ekor di antaranya berukuran 3-6 meter. Sisanya, anak-anak buaya yang masih berukuran kecil.

Menurut menantu Israil, Samir, buaya sebanyak ini kadang tak terurus. Untungnya, ada saja dermawan yang datang membawa bahan makanan untuk buaya.

"Kadang mereka bawa bangkai ayam, kadang juga ikan. Karena kalau kami beli sendiri, sangat banyak biayanya dan ayah saya tak punya uang," ujar Samir.

Saat ini, Israil sudah renta dan tak selincah dulu lagi. Tak mampu lagi menangkap dan jadi pawang buaya, dia hanya mengandalkan relawan untuk memberi makan puluhan ekor buaya di kandangnya.

2 dari 3 halaman

Pukul Kerbau hingga Mati

Israil, sebelum terkenal sebagai pawang buaya, pernah dikenal beternak kerbau. Saat itu, dia bolak-balik Pulau Wawonii-Kendari untuk mengangkut kerbau.

Suatu hari, seekor kerbau liar di wilayah Pulau Wawonii pernah membuat kekacauan. Sering melukai warga dan datang menyerbu tiba-tiba, hewan itu meneror warga.

"Ayah saya kemudian dipanggil untuk menangkap, kebetulan dia berada di Wawonii," cerita Adi.

Karena sempat melawan saat hendak dijinakkan, Israil tak mau ambil risiko. Kerbau itu dipegang kepalanya dan ditampar.

"Saat dipukul, kerbau langsung jatuh. Beberapa hari kemudian, kerbau sakit lalu mati," kisah Adi.

Israil ikut bercerita, awalnya dia memelihara kerbau saja. Namun, sudah memiliki kemampuan menangkap buaya.

"Setelah memukul kerbau itu, saya langsung dipercaya punya banyak ilmu. Padahal, tak punya apa-apa hanya berbekal jujur," ujar Israil.

Dia mengatakan, menangkap buaya memerlukan kesabaran tinggi. Selain itu, niat tak boleh jahat. "Kalau orang niat jahat, rawan diterkam," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Buaya Tak Ganggu Orang Jujur

Dia menceritakan pengalamannya, pernah ada rekannya yang diterkam buaya saat sementara menangkap. Dia mengatakan, karena menjaga sikap tak jujur, orang kadang menjadi incaran hewan liar.

"Menangkap buaya juga harus sabar, ulet. Jika tak sabar, maka tak bisa dapat," tambahnya.

Kini, keahlian Israil membuat 'jinak' buaya, diturunkan ke anaknya, Adi. Adi sudah beberapa kali ikut turun langsung menangkap buaya liar.

"Intinya sabar, berani dan memang ada tekniknya. Bapak yang ajar, banyak lihat sama bapak," ujar Adi.

Hingga saat ini, perhatian Pemda masih sangat kurang. Israil dan keluarga, memberi makan buaya dengan dana pribadi.

Padahal, sejumlah bagian pada kandang dan lantai dari tanah, sudah rusak, dan perlu perbaikan. Karena kekurangan biaya, kandang dibiarkan rusak begitu saja.

"Beberapa ekor buaya itu, titipan dari Pemda. Kadang-kadang, ada orang Pemda datang kasih keluar buaya untuk dipakai saat pameran," Adi menandaskan.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Â