Sukses

Kata Anak Muda Banyumas, 'KPK Rika Ora Dewekan'

Kelompok musik Limbah Industri, Yogie and Friends, Kelompok Musik Padamara, dan Gusdurian Purbalingga menolak pelemahan KPK dengan musik.

Liputan6.com, Purbalingga - Demo Mahasiswa membela Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berlangsung serentak di berbagai kota, Senin, 23 September 2019. Salah satunya di Purwokerto, Jawa Tengah.

Mereka menolak pelemahan KPK. Rancangan Undang-undang atau RUU KPK dinilai membuat KPK bak macan tak bertaring alias lemah.

Dua hari sebelumnya, aksi menolak pelemahan KPK juga telah dilakukan oleh pelajar dan komunitas film di Purbalingga. Lewat kolaborasi film, musik, puisi, orasi, dan ngopi, mereka mendukung KPK dan menolak pelemahan KPK.

Acara ini bertajuk ‘KPK Rika Ora Dewekan’, yang bisa diartikan ‘KPK Kamu Tidak Sendirian’. Rangkaian acara digelar di Usman Janatin Purbalingga City Park, Purbalingga, pada Sabtu malam, 21 September 2019.

Budayawan Purbalingga, Agus Sukoco, dalam orasi budayanya mengatakan, pelemahan KPK membuat publik gelisah. Itu termasuk para pelajar dan pelaku seni di Purbalingga.

Mereka hendak menyuarakan bahwa publik menolak pelemahan KPK dan RUU KPK yang akan membuat komisi antirasuah memiliki kewenangan yang terbatas.

“Dan kita yang hadir di sini mewakili kegelisahan publik itu. Semakin kita dilemahkan, semakin kita kuat,” ujarnya, dalam keterangannya kepada Liputan6.com.

Jika Agus Sukoco yang budayawan, menuturkan kegelisahan masyarakat dengan kata, beda lagi dengan kelompok band anak muda Purbalingga. Kelompok musik Limbah Industri, Yogie and Friends, Kelompok Musik Padamara, dan Gusdurian Purbalingga menolak pelemahan KPK dengan musik.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Pemutaran Film Antikorupsi

Mereka melantunkan tembang sumbang soal korupsi yang merajalela di tanah air. Dengan lantang, kelompok anak muda ini menyuarakan lagu-lagu bertema antikorupsi dan ketidakadilan. Demikian pula dengan puisi-puisi yang dibacakan.

Dalam acara ‘KPK Rika Ora Dewekan[ ini pula, diputar tiga film pendek antikorupsi dari Anticorruption Film Festival (ACFFest) berjudul “One Second”, “Jimpitan”, dan “Ora Imbang”. Judul terakhir diproduksi oleh pelajar SMA Negeri Karangreja Purbalingga.

Seorang penonton, Pipit Avrilia, bagi anak muda, acara seperti ini menarik yaitu menyuarakan sesuatu melalui seni. Milenial mengekspresikan kegelisahannya dengan ragam karya.

“Berbicara tentang antikorupsi melalui seni itu lebih mengena. Kita seperti disentil dan diingatkan bahwa para koruptor itu sebenarnya sedang mengintai kita yang anti terhadap mereka,” Pipit mengungkapkan.

Perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Galih Satria mengataka, merupakan bentuk dukungan bahwa KPK tidak sendirian. KPK sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan amanah reformasi harus tetap di hati masyarakat.

Revisi Undang-Undang KPK, menurut Galih merupakan tindakan pelemahan yang secara tegas dilakukan legislatif dan eksekutif. KPK dibiarkan ada, namun dengan kewenangan yang terus dipreteli.

“Hal itu mengakibatkan pemberantasan korupsi di Indonesia diambang batas kematian. Untuk itu, bersama masyarakat, KPK harus dikembalikan pada marwahnya sebagai lembaga antikorupsi yang independen di Indonesia,” Galih menegaskan.

Koordinator acara Bowo Leksono mengatakan, KPK tidak sekali dua kali dilemahkan. Tetapi, ia menegaskan bahwa rakyat Indonesia berada di belakangan KPK.

“Lewat karya, kami akan terus mengawal dan terus menyuarakan ketika KPK dilemahkan,” Bowo menegaskan.