Sukses

Bom Ikan Ancam Keindahan Bawah Laut Berau

Bom ikan mengancam banyak spot keindahan bawah laut di Berau, mulai dari Derawan sampai Kakaban.

Liputan6.com, Berau - Praktik ilegal fishing mengancam keasrian terumbu karang di Kabupaten Berau Kalimantan Timur (Kaltim). Oknum nelayan sering tertangkap basah menggunakan bom untuk menangkap ikan di perairan Berau terkenal kaya akan biota laut.

"Kami di lapangan sepertinya kucing-kucingan memberantas penggunaan bom ikan ini," ungkap Wakil Bupati Berau Agus Tamtomo, Selasa (24/9/2019).

Perairan Berau merupakan destinasi wisata utama di Kaltim. Kabupaten berbatasan dengan Malaysia ini memiliki keindahan wisata laut di perairan pesisir utara, antara lain Pulau Derawan, Sangalaki, Kakaban, dan Baratua. Demikian pun perairan pesisir selatan meliputi Batu Putih, dan Biduk Biduk.

Bahkan, pemerintah sudah menetapkan 1,2 juta hektare perairan Berau masuk kawasan konservasi laut. Area seluas 480 ribu hektare di antaranya merupakan terumbu karang menjadi habitat alam penyu hijau, hiu paus, hingga manta.

Sehubungan itu, Kabupaten Berau berkonsentrasi dalam pengembangan industri pariwisata laut. Mereka mempunyai hamparan terumbu karang yang diklaim terbaik bersanding dengan wisata Raja Ampat di Papua.

Saat bersamaan, Dinas Perikanan dan Kelautan Berau terus mengkampanyekan eksploitasi laut dengan berwawasan lingkungan. Pemerintah daerah melarang penggunaan alat tangkap bom ikan dan racun yang dianggap mengganggu pelestarian terumbu karang.

"Pengepul ikan di Berau dilarang membeli ikan hasil bom ikan, kalau kedapatan akan langsung dilaporkan polisi," tegas Agus.

Permasalahan timbul sekarang, lanjut Agus, para pencuri ikan mampu mensiasati aturan daerah ini. Mereka menjual ikan tangkapan ilegal ini keluar wilayah Berau.

"Kalau sudah keluar Berau, kami tidak bisa berbuat apa apa lagi," keluh Agus yang juga memiliki hobi menyelam.

Sementara itu, komunitas diving di Berau Arif Hadianto membenarkan kondisi perairan setempat memang sudah tidak seasri dulu. Sesuai pengalaman selamnya, ia menyebutkan kerusakan terumbu karang terutama terjadi di perairan pesisir selatan Berau.

"Kerusakan terumbu karang terjadi di area Pulau Batu Putih dan Biduk Biduk," ungkapnya.

Terumbu karang pesisir selatan ini, menurut Arif sudah terlihat tanda tanda kerusakan. Mayoritas hamparannya terjadi pemutihan sebagai tanda terumbu karang akan mati.

Sedangkan terumbu karang pesisir utara relatif lebih baik meliputi Pulau Derawan, Sangalaki, Kakaban, dan Maratua. Empat lokasi yang kini masih menjadi lokasi destinasi utama olahraga selam perairan Berau.

Namun demikian, Arif pun mengakui keasrian terumbu karang pesisir utara ini pun jauh menurun dibanding 12 tahun silam. Selama masa itu, menurutnya, perairan laut Berau sempat diakui sebagai surga wisata bawah laut terbaik negeri ini.

""Faktor kerusakan terumbu karang bisa bermacam macam. Bisa disebabkan praktik penggunaan bom atau pun racun. Namun juga bisa disebabkan faktor global warming menyebabkan suhu perairan meningkat," paparnya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Upaya Memutus Mata Rantai

Aparat kepolisian memang gencar menggelar operasi ilegal fishing perairan Kaltim. Penindakan tegas dilakukan tim gabungan Mabes Polri dan Direktorat Polisi Air dan Udara Polda Kaltim di perairan Pasir Putih dekat Pulau Bale Kukup Berau, Senin (23/9/2019).

"Operasi aparat mampu menangkap lima orang yang diduga melakukan praktik ilegal fishing di perairan Berau," kata Direktur Polairud Polda Kaltim Komisaris Besar Omad.

Selain itu, polisi pun mengamankan perahu nelayan berikut barang bukti 22 bom ikan. Penindakan aparat berdasarkan laporan warga adanya aktifitas ilegal fishing menggunakan bom di Balikukup.  

"Kami mendapati perahu membawa bom rakitan yang di gunakan untuk menangkap ikan. Selanjutnya kapal  tersebut di kawal ke Pospolairud Batu Putih Berau," ungkap Omad.

Berdasarkan tangkapan ini, Omad menyatakan, polisi berusaha mengembangkan kasusnya terutama menelusuri asal usul bahan baku pembuatan bom rakitan. Polisi memberikan perhatian serius atas kepemilikan bom rakitan.

Sementara ini, polisi menduga para nelayan memperoleh bahan baku bom rakitan dari sumber Malaysia.

"Sementara ini masih dikembangkan penyidik di lapangan, ada dugaan seperti itu," tuturnya.

"Kami ingin memutus mata rantai pembuatan bom rakitan dengan mencari pemasoknya,” imbuhnya.

Proses penyidikan kasus ilegal fishing di Berau terus berjalan. Para tersangka terancam Undang Undang Tentang Perikanan serta Undang Undang Darurat Tentang Senjata dan Bahan Peledak. Ancaman hukuman kurungan penjara diatas 5 tahun serta denda Rp 1 miliar.