Sukses

Cerita Muslimah Penabuh Simbal Barongsai di Aceh

Sebagai seorang muslimah Ratih tak merasa canggung sama sekali berada di antara teman-teman etnis liyan sepermainan barongsai.

Liputan6.com, Aceh - Gadis itu tampak berbeda dari para pemain lain. Jilbab yang dikenakannya menunjukkan kalau ia seorang muslimah.

Usai memutari arena sembari mengibarkan sang merah putih lantas beruluk salam, pemain mengambil tempat, begitu pun gadis tersebut. Tugasnya menabuh simbal, mengiringi gerak 'hok san'.

Pemain mengenakan baju hitam bersulamkan motif pinto Aceh. Terlihat saling isi dengan warna barongsai yang kuning serta putih keperakan.

Singa selatan mulai bergerak, beratraksi dari satu tonggak ke tonggak lain. Tabuh-tabuhan yang mengiringinya mengingatkan scene laga barongsai yang ada di film Once Upon a Time in China.

Kakinya berhenti di udara sepersekian detik untuk menunjukkan ketangkasan aerobatik. Adakalanya bertahan di tonggak dengan posisi vertikal seperti orang berjalan di atas batang pohon.

Tim Golden Dragon binaan Yayasan Hakka Aceh hari itu unjuk kebolehan di Tiongkok. Mereka ditunjuk mewakili Perkumpulan Hakka Indonesia (PHIS) mengikuti turnamen barongsai internasional, 19-21 September 2019.

Untuk informasi, Hakka merupakan salah satu etnis Tionghoa dari kelompok Han. Kelompok ini tersebar di berbagai negara sejak migrasi besar-besaran pada abad ke-4 masehi.

Yayasan Hakka Provinsi Aceh merupakan wadah bagi etnis tionghoa dari berbagai agama. Yayasan ini dibentuk bertahun-tahun lalu.

Kategori yang dipertandingkan pada ajang tersebut yakni, toulu, kirin, liong, tradisional, dan atraksi tiang 25 meter. Golden Dragon meraih prestasi sebagai tim dengan performa terbaik dalam kategori toulu atau tonggak.

"Semoga membanggakan nama Aceh dan Indonesia. Harapannya cabor barongsai makin berkiprah di Indonesia dan Aceh," ucap Ketua Yayasan Hakka Aceh, Kho Khie Siong, kepada Liputan6.com, Rabu (25/9/2019).

Hal yang menarik perhatian ialah kehadiran Ratih Puspa Sari di antara 13 pemain. Remaja kelahiran 23 Juni 1997 itu menjadi pendulum bagi pemain lain yang rata-rata beretnis Tionghoa.

Sebagai seorang muslimah, Ratih mengaku tak merasa canggung sama sekali berada di antara teman-teman etnis liyan sepermainan barongsai. Ia mengaku kadung jatuh cinta pada tarian yang kini menjadi salah satu cabang olah raga tersebut.

2 dari 2 halaman

Menyukai Barongsai Sejak SMP

Kehadiran Ratih dalam formasi 'Naga Emas' menandai adanya ruang keberagaman dan toleransi di Serambi Makkah. Ia ingin meretas anggapan yang kerap disematkan kepada barongsai.

"Hobi, sih. Nyaman. Dan, toleransinya ada," jawabnya kepada Liputan6.com, Rabu (25/9/2019).

Beranjak tujuh tahun sudah Ratih bergabung dengan tim barongsai. Aktivitas ini, sudah ditekuninya sejak masih berada di bangku sekolah menengah pertama (SMP), tepatnya tahun 2013.

Awalnya teralihkan oleh sebuah pertunjukan barongsai yang diadakan di sebuah perayaan Waisak. Ia pun meminta izin kepada orangtuanya untuk bergabung dengan Golden Dragon.

Kini Ratih tak pernah absen mewarnai pelbagai perayaan yang berkenaan dengan tradisi etnis Tionghoa terutama Imlek. Tim barongsainya pun tercatat dalam Federasi Olahraga Barongsai Indonesia (FOBI)

"Semua agama bisa ikut dalam barongsai ini," pungkas mahasiswi manajemen Universitas Muhammadiyah itu.

Kho Khie Siong, juga merupakan Ketua FOBI Aceh berharap agama tak menjadi sekat untuk menekuni barongsai. Sejatinya, tarian tersebut adalah seni budaya, bukan ritual seperti yang selama ini diembuskan.

 

Simak video pilihan berikut ini: