Liputan6.com, Cilacap - Mendadak, langit yang sedari pagi begitu terik berubah suram. Awan hitam bergelayut mengiringi keberangkatan kami ke lokasi kuburan massal PKI di Cilacap.
Hujan menyulitkan perjalanan kami di medan menanjak dan terjal ini. Berkali-kali, ban selip mendaki jalan aspal yang mengelupas sepanjang enam kilometer masuk ke jantung perkebunan karet di Cipari, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Mobil kami hentikan di jalan yang agak landai. Tampak, pemakaman Singaranting berada di perbukitan. Tak berapa lama, dua sepeda motor mendekat dari arah berlawanan.
Advertisement
Satu pengendara mengenakan mantel. Satunya mengenakan jaket tebal.
Baca Juga
Ia memperkenalkan diri bernama Jumar. Jumar adalah warga Lengkong Desa Mekarsari, Kecamatan Cipari, kampung di tengah areal perkebunan karet yang hanya berjarak 500 meter dari lokasi kuburan massal PKI. Istrinya adalah karyawan perkebunan karet.
Bersama dengan Jumar dan Suripto, berboncengan satu motor lainnya adalah Dirman dan Jafar. Dirman aktivis reforma agraria, sedangkan Jafar adalah korban pengusiran tanah.
Jafar NU tulen. Bahkan, pada tahun 1965 turut menjaga kantor NU Majenang dan Gudang Garam, yang juga menjadi semacam camp konsentrasi anggota PKI yang hendak dieksekusi.
"Kan saya juga sering ke sini. Yang mencari kayu bakar. Ranting. Kalau ada tentara datang, saya pergi, lari pulang. Saya takut," ucapnya, menceritakan pengalamannya 50 tahun silam.
Tak bicara terlalu banyak, kami langsung berjalan menuju lokasi yang akan ditunjukkan oleh Jumar. Sementara, hujan menderas.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kuburan Massal Tanah Tak Bertuan
Angin bertiup kencang dan guruh terdengar menyambar-nyambar di kejauhan. Susana perkebunan karet jadi mencekam. Seolah saya dilemparkan ke masa 50 tahun lalu, ketika pembantaian massal anggota PKI terjadi. Kami meniti jalan licin sepanjang hampir satu kilometer.
Letak kuburan massal PKI di Cilacap ini sebenarnya hanya berjarak sekitar 500 meter dari pemakaman umum Singaranting. Hanya saja, lokasinya berada di bukit berbeda. Dan memang sama sekali terpisah.
Perbukitan itu dipisahkan ngarai yang dalam sehingga untuk menuju ke kuburan massal harus melewati jalan menurun dan menanjak tajam untuk sampai lokasi. Posisi tepatnya ada di Perkebunan JA Watie Afdeling Sela Gedang.
Sesampai lokasi, Jumar dan Suripto mulai menunjukkan kuburan massal yang dimaksud. Ada sebidang tanah luas datar di perbukitan itu. Ini lah lokasi yang disebut sebagai Tanah Kafir, sebuah kawasan kuburan massal PKI.
"Enggak hanya satu lubang dua lubang, lubangnya banyak. Banyak lubang. Ini termasuk Singaranting. (Yang itu? Ini salah satu pemakaman?) Iya. Di sana juga makam lagi, sananya juga makam lagi," dia menerangkan, sembari menunjukkan titik kuburan massal PKI.
Kuburan massal PKI itu saat ini sudah menjadi perkebunan karet. Hampir tidak ada bekas sama sekali. Jumar hanya mengandalkan ingatannya mengenai kontur bidang tanah datar luas di perbukitan. Lokasinya memang mudah diingat.
Ia hapal lantaran tanah itu tanpa pemilik. Namanya, Tanah Kafir. Perkebunan JA Watie tidak mengakui, pun dengan Perkebunan RSA. Akhirnya, tanah itu dibiarkan terlantar dan terkadang hanya dimanfaatkan oleh warga yang berani ke Tanah Kafir.
"Kalau luasnya bisa dikatakan sekitar 200 ubin ya. Pokoknya seluruh dataran ini, dataran ini semuanya dipakai. Jadi kalau ada penguburan, besoknya ada lubang lagi, bikin lubang lagi," ucap Jumar.
"Isinya tidak pasti. Kadang-kadang ada sembilan, ada yang kadang 12 orang. Ada yang 10 orang dalam satu lubang. Jadi kalau ada mobil datang, bawa orang misalnya 20 orang, ya lubangnya dibuat untuk 20 orang," Jumar melanjutkan.
Advertisement
Detik-Detik Eksekusi Anggota PKI
Menilik jumlah lubang, Jumar menduga anggota PKI yang dieksekusi di Tanah Kafir berjumlah kisaran 100 orang. Itu saja, jika per lubang hanya diisi tak lebih dari lima orang.
Padahal, ia sendiri tahu, lubang tak mesti dibuat satu ukuran. Terkadang, ukurannya diperkirakan cukup untuk 20 orang.
"Jadi tiap kali nanti malam mau dikirim, kuliari itu siang harinya dikerjakan untuk bikin lubang. Tapi karena waktu itu istri saya kerja, kalau karyawan laki-laki membuat lubang, kalau istri saya pulang. Takut," dia menuturkan.
Jumar menggambarkan, saat itu suasana sangat mencekam. Dari rumahnya ia mendengar deru truk menanjak.
"Kami tahunya, mobil itu kan kedengaran. Grung grung grung, kemudian berhenti di sini. Sebentar, tak lama kemudian ada suara rentetan tembakan. Dor dor dor dor... Ya sudah. Jelas itu ada pembunuhan," ucapnya.
Lazimnya, eksekusi dilakukan tengah malam atau awal dini hari. Ia menyebut, lubang dibuat acak di lahan seluas 200 ubin itu.
Usai eksekusi, jenazah ditinggal begitu saja. Lantas, lubang-lubang itu ditutup oleh kuliari atau kuli perkebunan, keesokan harinya,.
Jafar, bekas Kayim atau perangkat desa bagian pernikahan dan kematian Desa Mulyadadi, Kecamatan Majenang mengatakan, sekitar tahun 1965 ia turut menjaga Kantor NU yang berdekatan dengan gudang uyah (garam) di Majenang, yang dijadikan kamp para tahanan PKI yang menunggu giliran eksekusi.
"Kumpul semuanya di Majenang. Di gudang garam itu terkenalnya. Bertumpuk-tumpuk orang. Kalau ada panggilan tengah malam berarti ya 'beruntung', panggilan akan dibunuh," dia bercerita, setengah berbisik.
Dugaan Lokasi Kuburan Massal PKI di Cilacap Barat
Jafar mengemukakan, saat itu ia menjadi anggota Ormas. Tugasnya, hanya menjaga kantor NU. Namun, dari cerita milisi yang di lapangan, ia tahu mereka dibawa ke lokasi eksekusi.
"Kebetulan dibawa ke jembatan. Kalau tidak ke pejaten. Kalau tidak ya seperti daerah seperti ini, di sini. Ya massal, buat lubang di situ. Tapi tidak mesti di makam," dia menjelaskan.
Soal kuburan massal ini, aktivis Reforma Agraria Cilacap, Suripto mengatakan masih memiliki data lainnya. Namun, ia belum berani memastikan titik koordinat tepatnya. Hanya saja, lokasinya sudah diketahui. Namun, titik lubangnya yang belum bisa dipastikan.
Wilayah itu meliputi, Penyarang, Sidareja, Sempayak, Karang Bolang, hingga Singkup. Kemudian Babakan, Bantar, dan Jambe Lima.
"Kalau Jambe Lima yang tahu persis Pak Karsim. Kalau untuk Babakan, saya bisa mengantarkan ke sana," ujar Suripto.
Menurut Suripto, jika dibongkar, maka cerita pilu yang dialami orang-orang tak bersalah di sekitar Cilacap bisa terungkap. Dia yakin, yang menjadi korban pembunuhan massal ada yang sama sekali tidak paham dengan kesalahannya. Bahkan, eksekusi itu dilakukan tanpa pengadilan.
Dia berharap, suatu ketika kuburan massal korban peristiwa 1965 ini akan dibongkar untuk diidentifikasi. Dengan demikian, sejarah bisa terbaca dengan adil. Bahwa banyak orang yang menjadi korban atas peristiwa 1965.
"Ketika itu bisa diidentifikasi dan mutlak bisa diketahui, apa alasan dasarnya, itu agar stigma secara umum PKI itu hilang. Dan siapa yang bertanggungjawab," dia mengungkapkan.
Advertisement