Sukses

Nasib Massa yang Ditangkap Polisi Saat Demo Mahasiswa di Bandung

Penangkapan itu dilakukan untuk meredam suasana yang sempat memanas dan ricuh sejak sore hingga malam kemarin saat demo mahasiswa di depan Kantor DPRD Jawa Barat, Kota Bandung.

Liputan6.com, Bandung Kericuhan antara polisi dan demonstran terjadi di Kantor DPRD Jawa Barat, Kota Bandung, Senin (30/9/2019) malam. Dalam peristiwa itu, sedikitnya 150 orang pendemo sempat diamankan oleh polisi.

Kapolrestabes Bandung Komisaris Besar Irman Sugema mengatakan, pihaknya telah membebaskan sedikitnya 150 orang usai aksi demonstrasi yang berujung ricuh tersebut. Tidak ada satu orang pun yang ditahan maupun dijadikan tersangka.

"Semuanya diamankan di halaman Gedung Sate, ada sekitar 150 orang. kemudian kami identifikasi apakah mereka pelajar, mahasiswa, atau umum," kata Irman ditemui di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (1/10/2019).

Irman menjelaskan, pemulangan para demonstran itu dilakukan sejak Senin malam seusai massa membubarkan diri. Mereka berasal dari kelompok mahasiswa, pelajar, dan luar kelompok keduanya.

Menurut Irman, penangkapan itu dilakukan untuk meredam suasana yang sempat memanas dan ricuh sejak sore hingga malam kemarin.

"Setelah kami data dan lakukan interogasi awal, sudah cukup dilakukan identifikasi dan difoto. Bilamana nanti dibutuhkan untuk proses penyelidikan lebih lanjut kita bisa melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan," ujarnya.

Irman melanjutkan, kepolisian belum melakukan pemanggilan lanjutan terhadap orang yang diamankan. Namun, sudah diberikan pembinaan kepada mahasiswa untuk tidak melakukan kegiatan aksi unjuk rasa yang anarkis.

Irman menjelaskan aksi unjuk rasa memprotes berbagai Rancangan Undang Undang (RUU) yang kontroversial di DPRD Jabar awalnya berlangsung tertib dan damai. Akan tetapi, saat menjelang magrib di antara massa aksi mulai terpantau ada provokasi. Mulai dari upaya paksa masuk ke dalam gedung dan pelemparan benda-benda seperti botol plastik, batu hingga petasan.

"Dengan adanya insiden itu, eskalasi meningkat dan sesuai dengan prosedur penanganan pengunjuk rasa dilakukan upaya untuk lintas ganti agar massa bisa didorong supaya tidak semakin chaos. Kita gunakan water canon dan gas air mata karena itu memang sudah menjadi protap," ucap Irman.

Irman menambahkan, saat massa terurai dan terus didorong mundur, beberapa di antaranya masih melemparkan flare dan mercon.

"Pelemparan berbagai benda itu sangat berbahaya bagi aparat dan kita selalu berusaha tidak melakukan pelemparan balasan," katanya.

2 dari 2 halaman

Dalami Pelemparan Molotov

Irman mengaku ada salah satu insiden yang membahayakan petugas. Salah satunya pelemparan bom molotov yang diduga berasal dari massa.

"Di sela-sela itu kami memang mendengar adanya informasi bom molotov, tapi kita masih mendalami lagi untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Jadi kita tidak bisa pastikan mereka melempar bom molotov atau tidak karena pada saat itu kita cenderung mengantisipasi dan anggota dalam terlindungi dan aman," ujarnya.

Terkait korban dari pihak kepolisian, Irman mengaku ada beberapa petugas yang terluka. Di antaranya mengalami luka terkilir, luka terkena batu, bahkan ada anggota Polri yang dikeroyok hingga tangannya patah.

Sedangkan, dari korban mahasiswa, pelajar dan mahasiswa umum sebanyak 38 dilarikan ke rumah sakit sudah berangsur pulih dan pulang ke rumah.

"Kita ada tim dokkes yang sudah berkoordinasi dengan rumah sakit dan rata-rata sudah pulang. Tapi kita masih menunggu laporan mana yang masih dirawat. Umumnya informasi yang kami dapat korban terkena gas air mata," kata Irman.

Irman mengatakan, unjuk rasa bukanlah sebuah hal yang dilarang. Sebab, undang-undang sudah mengatur penyampaian pendapat di muka umum. Namun, ia mengingatkan agar demonstran mengikuti aturan.

"Kami sudah sering sampaikan bahwa penyampaian pendapat di tempat umum adalah hak masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Tapi ada juga kewajiban yang harus ditaati," Irman menandaskan.

Simak video pilihan di bawah ini: