Liputan6.com, Bandung - Semakin hari tradisi Batak semakin memudar di kalangan pemudanya. Namun, upaya melestarikan kembali budaya sendiri di era modern seperti sekarang ini masih tetap menyala. Seperti yang dihadirkan dalam konser musik Batak bertajuk Emas Sangge Sangge.
Konser musik yang menampilkan kolaborasi antara musik Batak dengan orkestra ini disajikan di gedung teater tertutup Dago Tea House, Kota Bandung, Jumat (4/10/2019). Pertunjukan yang disutradarai Stacia Sitohang ini bertujuan agar para Naposobulung atau pemuda asal Tanah Batak mengenal kembali budayanya sendiri melalui musik.
"Horas," ucap pengiring acara membuka pertunjukan. Sang penutur kemudian mengucap falsafah Dalihan Na Tolu, yang secara turun temurun dipelihara orang Batak sampai hari ini. Yaitu somba marhula-hula (hormat kepada pihak keluarga dari istri, manat mardongan tubu (hati-hati kepada pihak semarga), dan elek marboru (mengayomi atau pandai membujuk anak perempuan satu marga).
Advertisement
Baca Juga
Kemudian, musik dibuka oleh Svara Martua Orchestra. Musik perlahan mengalun indah. Irama menghentak, dipadu dengan komposisi suara seruling batak yang dimainkan Marsius Sitohang, hasapi dan gondang yang mewakili alat musik tradisi Batak Toba.
Ratusan penonton dalam aula itu terbius. Tiupan seruling Marsius menghipnotis diri, seakan membawa kenangan di kampung halaman.
Aksi penyanyi solo dan paduan suara, membuat penonton ikut bernyanyi lagu-lagu Batak seperti Jamila, Dekke Jahir, dan Sai Anju Ma Ahu. Permainan gondang UKSU ITB membawakan Hata Sopisik juga tak kalah atraktif.
Konser ini juga menampilkan tari khas Batak, tor-tor yang dibawakan sejumlah perempuan serta gabungan antara laki-laki dan perempuan. Selama acara berlangsung, dihadirkan pula pertunjukan teatrikal. Sebuah kisah yang menggambarkan perjalanan anak rantau yang tidak lupa dengan akar budayanya sendiri.
Sebelum ditutup dengan lagu O Tano Batak, pertunjukan yang berlangsung selama dua jam ini juga menampilkan D'Bamboo, sebuah kreasi generasi muda Batak dalam bermusik. Mereka tampil membawakan sejumlah lagu termasuk tampil bersama legenda hidup seruling Batak, Marsius Sitohang.
Sementara Stacia, sang sutradara juga turut larut dalam penampilan bersama hasapi diikuti alunan musik orkestra dan D'Bamboo.
Tepuk tangan penonton akhirnya pecah setelah pertunjukan berakhir. Seluruh pengisi acara pun kemudian naik ke atas panggung memberi salam hormat kepada penonton.
<p><strong>* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan <a href="https://play.google.com/store/apps/details?id=com.woi.liputan6.android" rel="nofollow">download aplikasi</a> terbaru Liputan6.com <a href="https://play.google.com/store/apps/details?id=com.woi.liputan6.android" rel="nofollow">di tautan ini</a>.</strong></p>
Spirit Pembaruan Generasi Muda Batak
Stacia menyebutkan, konser musik Batak yang digagasnya berangkat dari keresahan dan keprihatinan kaum muda terhadap budaya sendiri.
"Mungkin ini dialami naposobulung seumuran saya. Karena tidak tahu apa-apa dibilang dalle," katanya.
Stacia mengungkapkan, ide menggelar konser sudah ada sejak 2015 lalu. Dia bahkan harus ke Medan bertemu Marsius untuk belajar langsung dari pelaku musik Batak tradisi.
"Menunggu empat tahun untuk bisa mempersembahkan acara ini. Jujur, acara ini modal nekat saya," ucapnya.
Namun, lanjut Stacia, berkat dukungan berbagai pihak acara konser ini akhirnya terselenggara.
"Saya hanya punya modal mimpi untuk bikin sesuatu pada budaya saya sendiri yaitu budaya Batak melalui musik," katanya.
Ia pun berpesan kepada sesama generasi muda agar mau melestarikan budaya dan filosofi leluhur Batak.
"Semua orang punya peran yang sama kalau punya niat memajukan budaya. Apapun perannya, besar atau kecil, segera lakukan untuk menyelamatkan budaya sendiri," ujar Stacia.
Simak video pilihan di bawah ini:
Advertisement