Liputan6.com, Gorontalo - Sepeda ontel Hima buatan Amsterdam, Belanda, menarik perhatian pengunjung Museum Purbakala Popa – Eyato. Bukan hanya berumur tua, ternyata sepeda ontel itu juga kaya akan cerita sejarah perjuangan masyarakat Gorontalo saat mempertahankan NKRI dari penjajah. Di museum yang berlokasi di Kelurahan Tamalate, Kota Timur, Kota Gorontalo itu, sepeda ontel bersejarah ini masih terawat dengan baik.
Kepala Bidang pengelolah museum, Suharto Nasaru kepada Liputan6.com, Jumat (4/10/2019)mengatakan, sepeda tersebut merupakah hibah dari bapak Harry Manueke warga Desa hulumo, Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bonebolango. Lantaran menyimpan cerita sejarah, sepeda tersebut dihibahkan dan di rawat oleh pihak museum sejak 2016.
Baca Juga
"Konon ini merupakan sepeda polisi pada zaman dulu. Sengaja kami minta untuk diberikan ke museum, agar nantinya masyarakat bisa mengetahui tentang sejarah sepeda tersebut. selain itu juga sepeda itu akan dirawat agar bisa bertahan lama," ungkap Hartono.
Advertisement
Demi menelisik lebih jauh kisah di balik sepeda ontel itu, tim Liputan6.com pun menemui Harry Manueke di kediamannya. Lelaki yang sudah berumur 80 tahun itu bercerita, sepeda tersebut merupakan sepeda milik ayahnya yang bernama Jonder Manueke.
Ayahnya dulu seorang kepala polisi yang bertugas di lingkungan Kota Gorontalo. Sepeda tersebut merupakan kendaraan dinas kepala polisi saat itu. Yang mereka sering gunakan untuk mengantarkan surat dan logistik ke kantor polisi yang berada di wilayah lainnya.
"Waktu itu kendaraan yang sering digunakan hanya ada dua. Yakni, sepeda ontel dan bendi," kata Herry.
Tak hanya itu, Herry juga mengungkapkan, sepeda itu juga pernah difungsikan untuk membawa amunisi prajurit Nani Wartabone saat terjadi Perang Rakyat Semesta (Permesta) atau Gerakan Pemerintahan Revolisioner Republik Indoensia (PRRI) pada 1958.
"Keinginan PRRI saat itu untuk memutuskan hubungan dengan pemerintah Republik Indonesia, dan membentuk negara Indonesia Timur. Namun saat itu, pak Nani Wartabone menolak gerakan tersebut, dan melakukan perlawanan," jelasnya.
Nani pun membentuk kelompok yang dinamakan Pasukan Rimba untuk melawan tentara Permesta dengan cara bergerilya. Saat itu Pasukan Rimba telah mengalami pertempuran di beberapa lokasi. Mereka sempat melakukan pencurian senjata di pos tentara permesta dengan menggunakan sepeda tersebut.
"Saat itu juga sepeda merupakan alat tranportasi yang bisa digunakan untuk misi tersembunyi. Lantaran, tidak berbunyi," terangnya.
Setelah itu, lanjutnya, pasukan rimbah menarik diri untuk bersembunyi di salah satu hutan yang ada di Kabupaten Bone Bolango. Senjata yang dicuri dibawa oleh para prajurit, sementara untuk amunisi senjata dimasukkan ke keranjang sepeda.
"Setelah terlibat peperangan, pasukan pak Nani di bantu pasukan Angkatan Perang Republik Indoensia. Sehingga berhasil penumpasan terhadap permesta di Gorontalo," jelas Herry.
Herry mengharapkan, hibah sepeda itu bisa menambah pengetahuan masyarakat, khususnya warga Gorontalo, akan sejarah perjuangan bangsanya.
"Makanya saya sukarelah menyerahkan sepeda itu ke museum untuk dijaga," katanya.Â