Liputan6.com, Aceh - Ombudsman RI Perwakilan Aceh menerima sejumlah laporan dari masyarakat menyangkut malaadministrasi pengelolaan dana desa. Laporan yang diterima mulai dari nontransparansi hingga dugaan mark up.
Setidaknya, terdapat 36 laporan yang masuk dalam catatan lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik itu. Laporan-laporan tersebut berasal dari masyarakat sejumlah kabupaten.
Baca Juga
Antara lain, Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Pidie. Fakta ini dinilai dapat menyebabkan krisis kepercayaan terhadap perangkat desa selaku pengelola dana desa.
Advertisement
"Dugaan tidak transparan, mark up, fiktif, proyek tidak sesuai kebutuhan, tidak sesuai aturan dalam pengelolaan dana desa oleh oknum kepala desa," ungkap Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Taqwadin Husin, kepada Liputan6.com, Selasa malam (8/10/2019).
Kebanyakan laporan-laporan tersebut sebenarnya masih bisa diselesaikan di tingkat kecamatan. Namun, diduga terjadi malaadministrasi pelayanan publik di tingkat daerah sehingga masyarakat lebih memilih melapor ke Ombudsman.
Taqwadin pun menilai kinerja tenaga pendamping desa kurang maksimal dalam menindaklanjuti laporan masyarakat. Harusnya, ada sinkronisasi serta harmonisasi antarpihak agar ejawantah dan peruntukan dana desa tepat guna.
"Makanya, perlu ada kesepahaman untuk menemukan solusi bersama dalam hal ini," kata Taqwadin.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Solusi Akademisi
Dalam kesempatan yang sama, Asisten Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Ayu Parmawati Putri, menduga alasan masyarakat melapor langsung ke Ombudsman karena keluhan di tingkat daerah selama ini kurang respons. Bisa juga karena hal yang disebutnya "miskepercayaan" terhadap aparat di daerah.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG) Aceh, Azhari, mengungkap, dana desa yang dikucurkan untuk provinsi itu mencapai Rp19,84 triliun. Di satu sisi, ia mengakui pengelolaannya masih kurang begitu baik di beberapa tempat.
"Saat ini, kita juga sedang membenahi tata kelola keuangan desa, baik pada saat penyaluran dan penyerapan," kata Azhari.
Akademisi Universitas Syah Kuala, Teuku Muttaqin, menawarkan beberapa solusi untuk memecahkan masalah pengelolaan dana desa di Aceh. Antara lain, memperkuat adat desa, pelibatan badan permusyawaratan desa, dan kepala pemerintahan adat tingkat permukiman, selaku pengawas.
"Pelibatan masyarakat yang lebih banyak dalam proses perencanaan, serta arah keuangan yang tidak hanya pada pembangunan fisik saja," cetus Muttaqin.
Jika sewaktu-waktu pengelolaannya dinilai bermasalah, masyarakat bisa melapor ke lembaga desa terkait terlebih dahulu. Alurnya, dimusyawarahkan dengan pelibatan pihak kecamatan hingga inspektorat, jika tidak ada titik temu, baru dilapor ke Ombudsman.
Â
Â
Advertisement