Sukses

Mantan Panglima GAM dalam Lingkaran Peristiwa Timang Gajah

Ketua Umum Dewan Pengurus Aceh (DPA) Partai Aceh, Muzakir Manaf mendapat surat panggilan dari Komnas HAM untuk dimintai keterangan soal peristiwa Timang Gajah, lantas, apa sebenarnya yang terjadi dalam peristiwa tersebut?

Liputan6.com, Aceh - Belum lama ini, Ketua Umum Dewan Pengurus Aceh (DPA) Partai Aceh, Muzakir Manaf mendapat surat panggilan dari Komnas HAM RI. Sang mantan panglima hendak dimintai keterangan soal dugaan pelanggaran HAM berat di Aceh.

Surat tersebut sudah diterima oleh pihak yang bersangkutan beberapa hari yang lalu. Namun, lelaki berjuluk Mualim itu disebut-sebut belum memenuhi panggilan karena terkendala kesibukan.

Juru Bicara DPA PA, Muhammad Shaleh, mengatakan bahwa pemanggilan Muzakir Manaf bertujuan untuk dimintai keterangan dalam takaran yang biasa dan normatif. Menurutnya, tidak ada yang luar biasa dari pemanggilan tersebut.

Pemanggilan Mualim terkait peristiwa Timang Gajah, di Kabupaten Bener Meriah. Peristiwa ini mencuat sejak ditemukan tulang belulang manusia di Kecamatan Timang Gajah pada Juni 2012.

Kerangka-kerangka tersebut ditemukan dalam kondisi tangan terikat hingga kepala lepas dari badan. Ringkasan eksekutif Komnas HAM menyebut ada 25 korban dalam peristiwa tersebut.

Dibanding peristiwa lainnya, seperti, Jambo Keupok, Simpang KKA, Rumoh Geudong, dan Bumi Flora, ekspose peristiwa Timang Gajah tergolong baru. Kendati telah bertengger di antara daftar kasus pelanggaran HAM di Aceh, pengetahuan publik soal apa yang terjadi pada saat itu masih buram.

Ringkasan eksekutif Komnas HAM mengungkap, peristiwa Timang Gajah terjadi pada tahun di mana Presiden Abdurrahman Wahid menetapkan tentang langkah-langkah menyeluruh dalam penyelesaian kasus di Aceh. Tepatnya, antara Agustus-Desember tahun 2001.

Inpres Nomor IV Tahun 2001 menawarkan pendekatan melalui politik, ekonomi, sosial, hukum, dan ketertiban masyarakat, keamanan, serta informasi. TNI pun diberi kewenangan melakukan operasi terbatas setelah inpres tersebut muncul.

Pada masa-masa itu, terjadi pemberlakuan 'jaga malam' massal secara serentak di seluruh Aceh melalui Operasi Keamanan dan Penegakan Hukum (OKPH). Kegiatan ini di bawah kontrol TNI dalam taraf yang ketat.

Jaga malam massal ini dapat dikatakan sebagai strategi TNI dalam mempersempit ruang gerak, serta menyisir keberadaan anggota GAM. Termasuk mengontrol gerak-gerik warga yang diduga pro-separatis.

Adapun peristiwa Timang Gajah menurut ringkasan eksekutif Komnas HAM, adalah tindakan penghilangan paksa terhadap warga sejumlah desa, antara lain, Desa Bumi Ayu, Rembune, Damaran, Fajar Baru, Reronga, dan Sumberejo.

Pelaku penghilangan paksa mengarah pada anggota TNI yang menempati pos di Kecamatan Timang Gajah. Para korban diangkut dengan menggunakan truk reo berkapasitas 6-12 orang anggota bersenjata lengkap.

Sebagian ditangkap di atas pukul 22.00 WIB di rumahnya dengan alasan jaga malam, sebagian lagi ketika sedang jaga malam. Kerangka para korban baru ditemukan dan dikebumikan dengan layak oleh keluarga pada 2012.

2 dari 2 halaman

Sikap Eks Kombatan atas Pemanggilan Mualim

Eks kombatan GAM, Jamaluddin menilai lain pemanggilan Komnas HAM atas Muzakir Manaf. Ia melihat ini sebagai sesuatu yang bernuansa politis.

"Kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di awal belum ada panggilan pihak terkait. Seperti penyiksaan Rancong di Dewantara, Bukit Tengkorak di Lhoksukon, dan beberapa tempat lainnya," kata Jamal, kepada Liputan6.com, Rabu sore (9/10/2019).

Ia bahkan menyebut peristiwa Timang Gajah tak lebih besar dibanding peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM lain di Aceh. Seperti, peristiwa di Idi Cut, Aceh Timur, yang dikenal juga dengan sebutan Tragedi Arakundo pada Februari 1999.

"Aceh sedang marajut mimpi dalam bingkai NKRI. Jangan menggiring mantan petinggi GAM seolah-olah mereka pelaku kejahatan kemanusiaan," pungkasnya.

 

Simak video pilihan berikut ini: