Sukses

Senjakala Museum Sejarah Garut, Hidup Segan Mati Tak Mau

Sejak pindah satu dekade lalu, hingga kini museum RAA Adiwidjaja masih tetap sama. Buruknya pengelolaan dan penataan benda budaya menyebabkan pengunjung enggan datang.

Liputan6.com, Garut - Berada di bilangan Simpang Lima Tarogong Kidul, keberadaan museum sejarah dan budaya Raden Arya Adipati (RAA) Adiwidjaja Garut, Jawa Barat, jauh dari kesan menarik nan ciamik, untuk menarik minat pengunjung.

Pelataran parkir yang luas tampak lowong dari antrean kendaraan, menunjukkan minimnya pengunjung yang datang. Sementara, tiga replika benda budaya seperti lisung, artefak, dan kurumbung sebuah tempat kerupuk lawas berukuran jumbo, teronggok di luar tak terawat.

Begitu pun cat pelang petunjuk museum pun, sudah pudar termakan zaman tanpa perbaikan, akibatnya tak sedikit masyarakat tidak mengetahui ihwal gedung berwarna biru muda tersebut.

Tak ayal, dalam kurun waktu satu dekade sejak pindah 2009 lalu, kunjungan ke museum RAA Adiwidjaja terlihat stagnan. Padahal, barang sejarah dan benda budaya di dalamnya bermanfaat bagi ilmu pengetahun, terutama untuk generasi muda.

"Memang kami akui kondisi kami belum memadai, setting-an tempat masih berdempetan terlihat acak-acakan, memang pemetaan belum semestinya," ujar Asep Suryadi, Kepala Unit Pelaksana Teknis Museum RAA Adiwidjaja dan Bale Paminton Garut, Kamis (10/10/2019).

Menurut Asep, potensi benda budaya dan sejarah yang terdapat di museum Garut terbilang besar, tetapi minimnya anggaran yang tersedia, menyebabkan benda tersebut tidak terurus. "Ini juga setting-annya masih seadanya," kata dia.

Berpindah tempat sejak 2009 lalu, keberadaan museum dengan nama Bupati Garut pertama tersebut, masih jauh dari kesan memuaskan.

"Kadang kami juga malu jika ada rombongan pelajar anak sekolah harus dibagi beberapa kelompok, sebab tidak bisa masuk seluruhnya," kata dia.

Selain tidak adanya buku petunjuk dan brosur, pemetaan dan setting tempat untuk menempatkan benda budaya jauh dari kata layak. "Karena memang kami akui tempatnya sempit," kata dia.

Di dalam ruangan seluas 7 x 9 meter persegi tersebut, terdapat sekitar 114 koleksi benda budaya dan sejarah dari 22 jenis benda kuno.

"Ini sebagian besar replika, sebab yang aslinya masih di pemiliknya, kami belum siap menerima," ujarnya.

Akibatnya bisa ditebak, suasana museum tampak sumpek dengan jarak antar etalase terlihat berdekatan. "Mau bagaimana lagi kami optimalkan lahan luasan yang ada," ujar dia pasrah.

 

 

 

2 dari 3 halaman

Minim Kunjungan

Krisbudianto (36), Koordinator Museum RAA Adiwidjaja mengatakan, sempitnya lahan yang digunakan untuk mengatur benda budaya, menjadi penyebab minimnya kunjungan.

"Rata-rata kunjungan sekitar 40 orang satu bulan, pernah juga 200 orang saat ada kunjungan pelajar," ujar dia menerangkan minimnya kunjungan museum.

Sejak berpindah lokasi ke bangunan saat ini, keberadaan ratusan koleksi benda budaya dari puluhan kategori tersebut, memang belum diatur secara rapi. "Bukannya tidak di-setting dengan baik, namun ruangannya tidak terlalu luas," kata dia.

Bahkan, dalam kunjungan Ridwan Kamil saat kampanye Pilgub Jabar tahun lalu, Kang Emil mengakui jika potensi museum RAA Adiwidjaja cukup besar, tetapi minim inovasi.

"Salah satunya Pak RK mengeluhkan ruangan yang sempit," kata dia.

Beberapa benda budaya yang cukup menyita perhatian di dalam museum itu yakni koleksi sekitar 59 keris asli, serta 62 buah keris replika. "Yang asli sebenarnya masih banyak misalnya di cagar Budaya Godog," kata dia.

Kemudian beberapa etalase kaca tempat market cagar budaya, sebut saja Kampung Adat Situs Ciburuy, Bayongbong, Situs Makam Cinunuk, Wanaraja, etalase Kampung Dukuh, Situs Godog, hingga Kampung Pulo Cangkung.

Lalu, kumpulan naskah kuno Balubur Limbangan yang tertulis 1912, naskah manakib Syeh Abdul Qodir Jaelani abad 17, replika Candi Cangkuang hingga satu set replika Stasiun Cibatu yang tercatat pertama kali dibangun pada 1828. 

Tak ketinggalan beberapa miniatur rumah ada khas Garut seperti Jolopong, Julang Ngapak, Badak Heuay, Jure bahan kenteng, Tagog Anjing, hingga tempat ibadah ikonik perjuangan masyarakat Garut, Masjid Asyuro, yang berada di Cipari, Pangatikan Garut. 

 

3 dari 3 halaman

Harapan Renovasi

Asep menyatakan, rencana renovasi bangunan museum sejak lama telah rencanakan, tetapi hingga kini belum ada realiasasi.

"Terbaru Pak Gubernur Ridwan Kamil berencana memberikan bantuan untuk pembangunan museum," kata dia.

Rencananya, renovasi bangunan museum dilaksanakan tahun depan, dan diharapkan mampu mengatur seluruh benda budaya, sehingga mampu menarik minat kunjungan. "Soal pastinya (pembangunan) kami juga belum tahu," kata dia.

Nur Hasanah (15), salah seorang pelajar asal Garut mendukung rencana renovasi bangunan museum tersebut. Menurutnya, sejak lama masyarakat terutama kalangan pelajar, merindukan museum yang layak.

"Pernah datang ke dalam museum tapi terlihat sumpek," ujar dia.

Penataan benda budaya yang berada di dalam ruangan museum cukup sempit, sehingga menyulitkan setiap pengunjung yang datang. "Harusnya lebih luas, jadi bisa sekalian jalan-jalan,” kata dia.

Ia melihat penataan satu etalase dengan etalase lainnya sangat sempit, sehingga terkesan acak-acakan tidak sesuai dengan kategori.

"Harusnya kalau naskah khusus naskah, begitu pun kategori benda budaya lainnya, sehingga lebih rapi," kata dia. 

Hal senada disampaikan Ahmad, masyarakat umum. Menurutnya, keberadaan museum RAA Adiwidjaja lebih representatif, sehingga memudahkan pengunjung yang datang.

"Apalagi kalangan anak muda, harus bersih sehingga mampu menarik mereka," kata dia.

Bagi masyarakat Garut, ujar dia, keberadaan museum yang lengkap, bisa memberikan informasi mengenai keberadaan sejarah masyarakat Garut tempo dulu. "Ada banyak informasi sejarah yang bisa disampaikan melalui museum," ujarnya.

 

 

Video Terkini