Sukses

Senja Kala Industri Bulu Mata Palsu Purbalingga

Kualitas bulu mata negeri Tirai Bambu ini sudah nyaris menyamai produk Purbalingga.

Liputan6.com, Purbalingga - Sejak belasan tahun silam, Purbalingga, Jawa Tengah dikenal sebagai sentra industri bulu mata palsu dan rambut palsu terbesar di Tanah Air. Tak main-main, pasar terbesarnya adalah Amerika Serikat, Eropa dan Asia.

Bintang-bintang K-Pop atau di Hollywood sana barang kali adalah salah satu konsumen setianya. Produksi hand made atau olah keterampilan tangan membuat produk bulu mata Purbalingga unik, sekaligus berkualitas tinggi.

Inilah yang lantas menempatkan produk bulu mata palsu dan rambut palsu Purbalingga menjadi salah satu produk dunia. Saingannya cuma negara, dan bukan lain, Tiongkok.

Di Tiongkok, produksi bulu mata lebih banyak mengandalkan mesin. Inilah yang kemudian tetap menjadi jawara.

Soal harga, tentu saja produk Tiongkok lebih murah. Namun, sebaliknya, Purbalingga tetap unggul di sisi kualitas.

Bukan Tiongkok namanya jika tak melakukan percepatan inovasi. Terkini, kualitas bulu mata negeri Tirai Bambu ini sudah nyaris menyamai produk Purbalingga.

Imbasnya, produk bulu mata palsu Purbalingga kini bersaing ketat di pasar global dengan produk sejenis dari Tiongkok. Karenanya, produsen bulu mata di Purbalingga dituntut untuk terus berinovasi agar kualitas bulu mata Purbalingga tetap unggul.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Perbandingan Produktivitas Pekerja Indonesia dan Tiongkok

“Dari sisi harga, lebih murah dibanding dari Indonesia. Di sisi lain, produktivitas tenaga kerjanya juga lebih unggul di China,” kata Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi, Jumat, 11 Oktober 2019.

Pertengahan pekan ini, Bupati Tiwi berkunjung ke sejumlah pabrik bulu mata Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Pabrik rambut yang dikunjungi yakni PT Indokores Sahabat, PT Hyup Sung, PT Sun Chang Indonesia, ketiganya merupakan perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) dari Korea Selatan, satu perusahaan pabrik rambut Bintang Mas Triyasa (BMT).

Dalam kesempatan itu, ia bertemu langsung dengan sejumlah pemilik pabrik bulu mata palsu dan rambut palsu di Purbalingga. Tiwi mengatakan, lesunya ekonomi global di Eropa dan Amerika juga menyebabkan serapan produk menurun.

“Produksinya lebih banyak, produktivitas tenaga kerjanya juga lebih baik, bahkan bisa sembilan kali lebih tinggi dari produktivitas pekerja rambut di Purbalingga. Ini yang mengakibatkan ekspor bulu mata palsu Purbalingga berkurang dan melemah,” dia mengungkapkan.

Namun begitu, di tengah situasi pasar bulu mata palsu yang melemah, pihaknya meminta semua pihak untuk bertahan. Salah satunya dengan efisiensi.

Perusahaan akhirnya harus memangkas jumlah karyawan agar perusahaan tetap bertahan. Tetapi dia menegaskan, semuanya harus sesuai dengan regulasi ketenagakerjaan.

“Beberapa perusahaan PMA bahkan sudah mulai melirik usaha di luar negeri seperti Kamboja, dengan situasi yang kondusif dan upah serta produktivitas tenaga kerjanya lebih baik,” ujarnya, dalam keterangan tertulisnya.

 

3 dari 3 halaman

Kenyamanan dan Keamanan Investasi di Indonesia

Salah satu yang mengalami penurunan serapan adalah PT Hyup Sung Indonesia, sebuah perusahan investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Korea Selatan. Pemilik PT Hyup Sung Indonesia, Song Hyung Keun mengatakan, produksi bulu mata palsu di perusahaannya menurun tajam seiring dengan permintaan pasar yang anjlok.

Penurunan produksi mencapai 30 persen. Biasanya rata-rata produksi per bulan mencapai 1,3 juta buah. Tetapi, kini produksi tak sampai 1 juta buah.

“Mau tidak mau, kami harus mengurangi jumlah karyawan dari 1.900 orang menjadi 1.300 orang,” ucap Song.

Song mengungkapkan, produktivitas tenaga kerja di Tiongkok lebih tinggi dari Purbalingga. Bahkan, pekerja di Tiongkok cenderung meminta lembur kerja. Mentalitas pekerjanya sangat bagus sehingga produksinya bisa dipacu.

Persaingan lainnya adalah harga. Bulu mata palsu asal Tiongkok lebih murah. Kualitasnya pun sudah nyaris menyamai produk rambut Purbalingga yang dikerjakan secara manual.

“Kami mengistilahkan, untuk menyelamatkan perusahaan harus memotong ekornya dulu, daripada badannya ikut termakan. Caranya dengan mengurangi karyawan dan meningkatkan produktivitas pekerja serta inovasi produk,” dia menerangkan.

Serupa dengan Song, Hyung Don Kim, pemilik PT Indokores Sahabat mengungkapkan, pasar lesu menyebabkan perusahaan stagnan. Tetapi, ia bertekad untuk bertahan dengan syarat kenyamanan usaha.

“Jika pasaran lesu seperti saat ini, dan kondisi tidak nyaman, kami memprediksi perusahaan hanya bisa bertahan 5-10 tahun,” ucap Kim.

Kim menambahkan, kompetitor bulu mata palsu yang bersaing ketat dari Purbalingga yakni dari Tiongkok. Sementara untuk wig masih bagus kualitasnya dari Purbalingga, dan belum mampu tersaingi.

“Dari sisi bahan baku, kami mengandalkan dari India dan China. Bahan baku rambut sintetis dari Indonesia kualitasnya kurang bagus, bahkan banyak dicampur bahan lain. Ada juga bahan baku rambut sintetis yang sambungan,” Kim mengungkapkan.