Liputan6.com, Aceh - Citra arabika Gayo menjadi sorotan. Salah satu perusahaan pengekspor membeberkan adanya pemutusan akad yang dilakukan calon pembeli dari tiga negara.
Kontrak dibatalkan calon pembeli asal Eropa; Jerman, Inggris, dan Perancis, usai hasil uji laboratorium mengungkap sampel yang dikirim mengandung glifosat.
Glifosat adalah herbisida berspektrum luas yang terkandung dalam racun pengendali gulma.
Advertisement
Adalah Rahmah, eksekutif Ketiara Grup, mengaku mengirim sampel kopi konvensional nonsertifikat yang dibeli acak dari sejumlah petani atau pedagang lokal melalui perusahaannya. Dari tiga sampel yang dikirim, semuanya diklaim mengandung zat kimia berbahaya.
Baca Juga
"Akhir-akhir buyer minta kopi bersertifikat glifosat. Daripada kopi dikembalikan, nama baik kita jelek, ya sudah, gagal saja kontraknya," tutur Rahmah kepada Liputan6.com, Sabtu malam (12/10/2019).
Syarat kopi impor yang steril dari glifosat berlaku ketat di tiga negara tersebut. Namun, pengiriman untuk negara, seperti, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, disebutnya masih belum ada hambatan hingga saat ini.
"Tetap jalan. Kemarin baru mengirim dua kontainer," sebut dia.
Menurut Rahmah, fakta sampel kopi mengandung glifosat terpaksa diungkap ke publik dengan harapan petani lokal mengubah pola pengendalian gulma.
Integritas arabika Gayo yang biasanya tinggi di antara kopi-kopi berkaliber dunia terancam anjlok jika petani menaruh acuh.
Glifosat mengontaminasi melalui racun pembasmi rumput. Senyawa kimia yang ada di dalam herbisida dapat meresap melalui tanah di sekitarnya sekalipun disemprot di luar areal kebun.
Efek Glifosat
Sebagai catatan, penggunaan kandungan glifosat sudah lama menjadi topik pembicaraan di kancah Uni Eropa. Kampanye antiglifosat kerap disuarakan aktivis lingkungan.
Ada momok yang tersembunyi di dalam zat tersebut. Studi Badan Penelitian Kanker Internasional di bawah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2015 mengungkap bahwa glifosat merupakan karsinogenik yang bersifat menyebabkan kanker.
Rekomendasi Komisi Eropa menyetujui penggunaan herbisida selama satu dekade ke depan pun dikecam. Eskalasi penolakan telah melahirkan usulan mengurangi jangka waktu penggunaan herbisida dari sepuluh tahun menjadi lima tahun pada 2015 lalu.
Rahmah berharap ada intervensi pemerintah dalam masalah ini. Harus ada gebrakan serius sehingga pola pengendalian gulma yang masih memanfaatkan herbisida di kalangan petani berubah.
Bagi Rahmah, ini penting. Sedikit banyak nama baik arabika Gayo yang kesohor di mata internasional lambat laun tercoreng jika para pihak menilai sepele masalah ini.
"Buat pabrik pupuk organik di Takengon atau Bener Meriah. Bagikan ke petani mesin babat, arahkan petani jangan menyemprot jalan, karena itu mengontaminasi ke kebun kopi," pintanya.
Lebih jauh, ia berharap pemerintah menelurkan qanun terkait. Keberadaan kopi Gayo yang berkualitas dan tidak berefek buruk bagi kesehatan bisa terjaga di hari depan jika terdapat aturan yang mengikat dalam taraf kepentingan petani.
"Kimia ini bukan sekarang dampaknya," ucap dia.
Di satu sisi, Rahmah menampik adanya klaim kepentingan yang diumbar sejumlah pihak setelah dirinya angkat bicara di media. Dalih mengkambinghitamkan kelompok tertentu dipandangnya tidak masuk akal.
Sebagai tambahan, tidak sedikit kalimat miring yang dialamatkan kepada perusahaan yang dipimpin Rahmah di media sosial. Seorang legislator pun angkat bicara di media dengan nada yang tak kurang menyudutkan.
"Kita mencari solusi bukan mencari kambing hitam. Tidak ada politik tidak ada masalah turun harga. Sedia payung sebelum hujan. Lebih baik mencegah dari pada mengobati," tegas eksekutif perusahaan pengepul kopi itu.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement