Sukses

Merasa Resah, Petani Cikuya Cilacap Mengadu ke Jokowi

Kepolisian Cilacap meminta warga dan PTPN IX menghormati proses hukum yang tengah dilakukan. Sebelum keputusan hukum final, maka kedua belah pihak diimbau untuk tidak beraktivitas di lahan tersebut.

Liputan6.com, Cilacap - Dusun Cikuya, Bantar, Wanareja, Cilacap, Jawa Tengah berada di sisi sungai Cikawung, dengan lokasi menjorok dan jalan tunggal buntu. Tak aneh jika dusun ini sepi dan tak ada tanda-tanda bara sengketa tanah.

Tanah seluas 72 hektare berupa sawah dan lahan kering di ujung dusun ini memang disengketakan antara warga Cikuya dengan PTPN IX. Menurut warga, lahan itu adalah tanah mereka yang dirampas. Sebaliknya, pihak PTPN IX juga haqul yakin bahwa lahan itu adalah asetnya yang berharga.

Suasana nan tenteram itu mendadak pecah pada Kamis, 10 Oktober 2019 lalu. Puluhan massa bercelana loreng berkaus oranye berkonvoi dan masuk ke lahan sengketa.

Dalam orasi yang dilakukan di depan posko petani, mereka menyatakan akan merebut kembali lahan sengketa ini. Ada pula ancaman untuk merobohkan gubuk petani, yang merupakan pusat koordinasi pengajuan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

Petrus Sugeng, Ketua Presidium Serikat Tani Mandiri (Stam) Cilacap mengatakan, pengerahan massa itu membuat warga merasa terancam. Mereka khawatir pecah konflik horizontal antara petani dengan massa berseragam itu.

Terlebih, mereka pun mengancam akan kembali jika pada 20 Oktober gubuk belum dibongkar. Kini, warga resah.

"Apa yang kami lakukan ini terkait dengan perjuangan reforma agraria. Dan itu legal. Tapi ada intimidasi," ucapnya, Selasa, 15 Oktober 2019.

Warga lantas mengadu kepada Bupati Cilacap, Ketua DPRD Cilacap, dan Presiden Jokowi. Sabtu pekan lalu, surat kepada Bupati dan Ketua DPRD Cilacap sudah dilayangkan. Rabu, 16 Oktober 2019, aduan ke Presiden Jokowi dikirim.

Sugeng mengatakan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN IX sudah habis pada 2005 sehingga tak lagi berhak menggarap tanah sengketa. Namun, akibat ancaman ini, warga Cikuya resah dan takut. Mereka khawatir terjadi kekerasan oleh massa diduga suruhan perusahaan.

"Membuat laporan ya, langsung kepada presiden. Terkait dengan ancaman daripada PTPN IX. Kemarin ada ada gesekan dengan PTPN IX yang mengerahkan, ya asalnya tidak jelas, mungkin preman bayaran yang dikasih seragam," ucapnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Jaminan Keamanan dari Kepolisian Cilacap

Sugeng mengemukakan, di Cikuya, ada 72 hektare lahan yang digarap oleh sekitar 200-an keluarga. Sebelumnya, tanah ini merupakan tanah warga yang kemudian dirampas pascaperistiwa 1965. Tetapi, sejak 1980-an, warga kembali menggarap lahan tersebut hingga saat ini.

Dia menambahkan, lahan ini merupakan salah satu yang sedang diajukan sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) di Kabupaten Cilacap. Reforma agararia yang diajukan adalah hak kepemilikan tanah (redistribusi lahan).

"Ini kita sesuai prosedur. Mengajukan TORA untuk lahan Cikuya. Karena ada riwayat kepemilikan tanah di situ," dia mengungkapkan.

Kepolisian Cilacap menjamin keamanan warga Dusun Cikuya, Desa Bantar, Kecamatan Wanareja, Cilacap, Jawa Tengah pascapengerahan massa yang diduga oleh PTPN IX, Kamis pekan lalu. Kepala Polsek Wanareja, AKP Sutejo mengatakan massa yang diketahui merupakan Satgas PTPN IX itu tidak akan kembali ke Cikuya.

Dia mengklaim pihak PTPN IX telah bersedia dimediasi oleh polisi dan Pemerintah Desa Bantar. Ia juga bilang Satgas PTPN IX tidak akan merobohkan paksa posko petani seperti ancaman semula.

"Mereka-mereka tidak akan datang lagi, dari Satgas dan sudah kami imbau untuk memercayakan kepada kami dan Pemerintah Desa Bantar," kata Sutejo.

Sebaliknya, dia pun mengaku sudah bertemu dengan perwakilan warga dan meminta agar warga bersabar dan tidak mendirikan bangunan yang disengketakan tersebut. Perihal Posko yang didirikan di lahan sengketa, Sutejo minta agar gubuk itu dibongkar oleh petani.

Dia menjelaskan, lahan itu kini sedang disengketakan antara warga dengan PTPN IX. Karenanya, kedua belah pihak diminta untuk menghormati proses hukum yang tengah dilakukan. Sebelum keputusan hukum final, maka kedua belah pihak diimbau untuk tidak beraktivitas di lahan tersebut.

"Kami bekerja sama dengan Kepala Desa Bantar, untuk dikumpulkan warga petani, yang mendirikan rumah kecil bambu, untuk bisa di sana yang bersangkutan, nanti akan dibongkar sendiri," dia mengungkapkan.