Temanggung - Kapten Timnas Sepakbola Disabilitas, Marita Ariyani (26) warga Mujahidin RT I RW IV Kelurahan Giyanti Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung hidup sebagai buruh cuci piring untuk kelangsungan hidupnya.
Ditemui KRJogja.com dirumahnya, Marita Ariyani (26) yang telah yatim piatu sejak masih TK tersebut menjalani pekerjaan yang jauh dari prestasi yang telah ditorehkan untuk kejayaan negeri itu agar bisa hidup. Jadi buruh cuci piring. Keinginan bertemu bupati belum kesampaian meski sudah berprestasi internasional.
"Keinginan tentu punya usaha, saya ingin ketemu bupati, tapi belum tercapai," kata Marita, Kamis (17/10/2019).
Advertisement
Dia mengatakan menjadi kapten timnas sepakbola disabilitas dengan format lima pemain (Five a Side Game atau Univit) pada sejumlah pertandingan internasional. Dua diantaranya Asia pasific Spesial Olympic International Footballa Championship (SOIFC) 2019 di Chimney India mendapat medali perak. Kalah dengan Ukraina 2-1.
Baca Juga
Dulu Petugas Kebersihan, Tugiyati Cindy Kini Jadi Kebanggaan Timnas Sepakbola Putri
Prabowo Bertekad Bawa Timnas Sepakbola Masuk Piala Dunia Bila Jadi Presiden
- Sepakbola Tak Buat Pemain Timnas U-16 Melupakan Pendidikan
Sedang pertandingan pada Spesial Olympics World Summer Games (SOWSG) 2019 di Abu dhabi Uni Emirat Arab meraih emas setelah menang 3-1 atas Ukraina pada tahun 2019. "Kami juga bertanding di Riau dan Malaysia untuk pertandingan Spesial Olympics Internasional Football Championship (SOIFC)," katanya.
Dia mengatakan bakat sepak bola terasah saat berada di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita (BBRSBG) yang sekarang berganti Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual (BBRSPDI) 'Kartini' selama enam tahun, yakni 2010 - 2016.
Awalnya, semua ikut untuk atletik karena suka berlari, namun lantas bermain untuk sepak bola, setelah ada guru di BBRSPDI mengetahui dirinya punya bakat mendrible bola. Pelatih timnas mendaulat jadi kapten karena bisa memimpin teman-temannya.
Dia mengemukakan untuk mempertahankan fisik tiap sore berlatih dengan berlari dan drible bola di lapangan sepakbola setempat. Namun untuk berlatih sepakbola secara lengkap, tidak bisa dilakukan sebab di lingkungannya tidak ada anak putri yang bermain sepakbola.
Keinginannya sederhana, punya usaha sendiri dengan mengembangkan ketrampilan yang didapat semasa belajar di BBRSPDI yakni batik ciprat. Sayang, belum punya uang untuk permodalan. Sehingga, bisa menjadi penghidupan tetap dirinya. Beda dengan kehidupan saat ini yang bekerja di sebuah warung tetangga dengan mencuci piring, gelas dan membantu memasak. Kini dirinya hidup bersama nenek Sutinah (81) dan pak dhe, Bandriyanto-Sriyanti di sebuah rumah papan.
Bandriyato mengatakan keponakannya ingin sekali punya usaha sendiri untuk menopang kehidupan, sehingga hasilnya tidak seperti saat ini.
"Prestasi di timnas sepakbola disabilitas diharapkan bisa mendongkrak perekonomian dan kehidupannya," katanya.