Sukses

Doa Santri Syekh Siti Jenar dalam Tradisi Tawurji di Cirebon

Ragam tradisi dan warisan budaya di Keraton Kanoman Cirebon selalu dijalankan keluarga keraton hingga saat ini salah satunya tawurji.

Liputan6.com, Cirebon - Tawurji merupakan salah satu rangkaian tradisi yang selalu diperingati setiap akhir bulan Safar. Bersamaan dengan ngapem, Tradisi Tawurji di Cirebon memiliki cerita sejarah yang menarik.

Wur Tawurji Tawur, Selamat Dawa Umur. Penggalan syair berbahasa Jawa tersebut bagian dari tradisi Tawurji memasuki bulan Maulid Nabi.

Tradisi itu digelar untuk mendoakan orang-orang yang mampu dan bagian dari sedekah. Salah satunya dilakukan keluarga Keraton Kanoman Cirebon.

"Tiap tahun kami mengundang warga sekitar dan membagikan uang receh kemudian apem," kata juru bicara Keraton Kanoman Cirebon Ratu Raja Arimbi Nurtina, Kamis (31/10/2019).

Tak sedikit warga berebut uang receh hingga nyaris terjadi kericuhan saat Tawurji digelar. Warga meyakini yang mendapat uang receh tersebut mendapat barokah.

Namun demikian, tradisi Tawurji menyimpan sejarah yang belum diketahui banyak orang. Pangeran Kumisi Keraton Kanoman Cirebon Pangeran Muhammad Rokhim menuturkan, tradisi tawurji ada sejak Syekh Siti Jenar meninggal.

"Jadi penggalan syair tawurji itu sebenarnya doa dari Santri Syekh Siti Jenar kepada orang yang mampu," kata Rokhim.

Saat itu, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga mempersilahkan santri Syekh Siti Jenar untuk mencari dana dengan mendoakan orang lain yang punya uang. Dia menjelaskan, Tawurji berasal dari kata Tawur berarti menebar dan Ji diambil dari kata Haji.

2 dari 2 halaman

Syekh Siti Jenar

Tawurji merupakan doa santri Siti Jenar kepada orang yang mampu bahkan kepada orang yang belum naik haji juga didoakan agar naik haji. Tawurji juga bisa diartikan menebar barokah kepada warga sekitar dengan bersedekah.

Rokhim mengatakan, dulu tradisi Tawurji di Cirebon hanya dilakukan di internal keluarga keraton. Namun, saat ini Tradisi Tawurji melibatkan masyarakat luas.

"Tawurji juga bagian dari menolak bala atau tolak sial. Karena bulan Safar identik dengan bulan sial dan bahaya," ujar dia.

Pada akhir bulan Safar dalam kalender Jawa, sebagian meyakini sebagai bulan yang penuh sial. Biasanya, cobaan dan bencana alam datang pada setiap akhir Bulan Safar.

"Dipunahkannya dengan kue apem yang diyakini sebagai penolak bala," kata Rokhim.

Kue apem yang dibuat keluarga keraton langsung dibagikan gratis kepada masyarakat yang datang. Dalam tradisi ngapem, keluarga keraton bersama warga berdoa bersama di bangsal Paseban Keraton Kanoman Cirebon.

Doa tersebut sebagai bagian dari upaya manusia memohon kepada pencipta agar tidak ada bencana.

"Bulan Safar biasanya banyak kejadian yang tidak mengenakan yang melibatkan tokoh Islam. Seperti tragedi cucunya Rasul kan di Karbala pada bulan Safar," ujar dia.

Dia mengatakan, tradisi ngapem yang dirangkaikan dengan Tawurji hanya ada di Cirebon. Baik keraton maupun warga Cirebon pada umumnya membuat kue Apem untuk dibagikan gratis kepada masyarakat umum.

"Dulu ngapem dilakukan perorangan tiap akhir Safar orang mandi apem dan apemnya dikasih ke kucing atau binatng yang ada di sekeliling. Sekarang ngapem baren warga sekitar," ucap dia.

Saksikan video pilihan berikut ini: