Sukses

Merdunya Suara Soprano Ati Sriati dalam Konser Nada Tak Bertepi di Bandung

Lewat senandung merdunya, penyanyi solo senior itu mampu memukau penonton dalam acara konser amal bertajuk "Nada-nada Nan Tak Bertepi".

Liputan6.com, Bandung Hujan yang melanda Bandung sejak sore rupanya tidak menghalangi penyanyi soprano kawakan Ati Sriati, untuk tampil di Auditorium Institut Français d'Indonesie (IFI) Bandung, Minggu (3/11/2019) malam. Lewat senandung merdunya, penyanyi solo senior itu mampu memukau penonton dalam acara konser amal bertajuk "Nada-nada Nan Tak Bertepi".

Ati Sriati, yang kini berusia 72 tahun tetap menunjukkan kesetiaannya pada musik klasik. Selama 58 tahun berkiprah dalam olah suara, Ati telah tampil dalam banyak konser dan resital vokal di Bandung, Jakarta dan Surabaya.

Selain itu, dia juga cukup sering tampil di acara televisi. Namanya pun pernah tergabung dalam Opera Lagio Conda pada 1978, tur konser ke Australia dan Singapura dalam rangka memperkenalkan seriosa Indonesia pada 1983.

Malam itu, Ati kembali tampil menjemput kerinduan para penggemarnya. Penampilan juara pertama tingkat nasional bintang radio dan televisi bidang seriosa pada 1982 itu, diiringi pianis Yohanes Siem. Terdapat pula narator Heliana Sinaga serta Farman Purnama sebagai penyanyi vokal klasik pemilik suara tenor.

Selama 1,5 jam tampil di konser, Ibu Ati membawakan 13 lagu dari empat bahasa, Indonesia, Inggris, Italia, dan Perancis. Dia membawakan delapan lagu, di antaranya Kisah Angin Malam (Saiful Bahri), Dewi Anggraini (Iskandar), Voi lo sapete dari opera Cavalleria Rusticana (Pietro Mascagni), Linda di Chamounix dari opera Linda di Chamounix - O luce di quest’ anima (Gaetano Donizetti), Je veux vivre dari opera Roméo et Juliette (Charles Gounod), Vissi D'Arte, Vissi D'Amore dari opera Tosca (Giacomo Puccini), I Dreamed a Dream dari musical Les Misérables (Claude-Michel Schönberg), dan If I Loved You dari musical Carousel (Richard Rodgers).

Sedangkan dua lagu solo oleh Farman Purnama, yaitu La fleur que tu m’avais jetée dari opera Carmen (Georges Bizet), dan Evermore Without You dari musical The Woman In White (Andrew Lloyd Webber).

Adapun Ibu Ati dan Farman membawakan tiga lagu secara berduet yaitu Un dì, felice, eterea duet dari opera La Traviata (Giuseppe Verdi), All I Ask of You duet dari musical The Phantom of the Opera dari Andrew Lloyd Webber, dan Musica proibita (Forbidden Music) dari Stanislao Gastaldon.

Konser seriosa yang digagas Mainteater arahan direktur artistik, Wawan Sofwan malam itu berhasil menyuguhkan musik, narasi, dan multimedia dalam satu kepaduan yang harmonis. Diawali oleh pembacaan narasi, Ibu Ati melantunkan satu demi satu lagu yang sarat makna. Selaras dengan itu, visualisasi dari multimedia menciptakan suasana intim yang mendukung pertunjukkan.

Tak lupa Ibu Ati mengajak hadirin dan khalayak umum untuk berpartisipasi dalam menggalang dana yang ditujukan bagi Pusat Pengembangan Potensi Anak (PUSPPA) Surya Kanti Bandung. Yayasan ini merupakan badan sosial non-profit yang bergerak dibidang potensi anak. Fokus dalam mendeteksi gangguan perkembangan anak usia dini, dengan kegiatan utama melakukan sosialisasi konsep, seminar bagi orang tua dan penyuluhan bagi tenaga pengajar TK juga kelompok bermain.

Konser amal malam itu pun ditutup dengan suara sopran melengking dan panjang Ibu Ati yang membuat penonton bertepuk tangan cukup lama. Saat acara akan berakhir, dia dan Farman membawakan dua buah lagu yang dinyanyikan bersama dengan hadirin. Membuat suasana bertambah hangat di Auditorium IFI.

2 dari 2 halaman

Perjalanan 7 Windu

Tujuh windu sudah Ati Sriati mengabdi pada seni vokal klasik. Lahir di Sukabumi, Jawa Barat, Ati mulai aktif bernyanyi sejak usianya menginjak 15 tahun saat bergabung dengan Kelompok Angklung SMPN 5 Bandung dan SMAN 2 Bandung.

Selama tinggal di kota berjuluk Parijs van Java ini, Ati memulai belajar vokal secara khusus dari Corry Tobing pada 1969. Sebelum menjuarai lomba tingkat nasional Bintang Radio dan Televisi jenis seriosa pada 1982, ia menggapai juara I tujuh kali berturut-turut pada ajang yang sama di tingkat provinsi.

Musik klasik sedikit banyaknya memengaruhi perjalanan karier menyanyi Ibu Ati. Itu dilihat dari caranya mendengar musik lewat piringan hitam.

"Musik yang sering saya dengar semenjak kecil dari lagu klasik saja. Biasanya pakai piringan hitam yang diberikan bapak. Lama-lama terbiasa juga dengan musik klasik," katanya.

Ibu Ati mengaku senang menggeluti seni vokal klasik. Meski diakuinya ada tantangan dalam membawakan seriosa.

"Saya bisa mempelajari hal yang sulit di dalam menyanyi seriosa. Dari situ saya banyak belajar," ucapnya.

Meski sudah lama bernyanyi, Ibu Ati tak menjadikan aktivitasnya sebagai profesi penyanyi. Dia lebih menyukai apa yang dilakukannya sebagai hobi.

"Menyanyi ini untuk mengisi jiwa. Saya dikaruniai suara kan harus dipelihara karena yang menciptakan suara ini ada sesuatu buat saya. Jadi saya mendalami betapa luar biasanya mukjizat Tuhan," ujarnya.

Ibu Ati menjelaskan, teknik menyanyi melalui pita suara tak sekadar dipelajari lewat teori. Ada keberadaan hirupan udara yang tak bisa dipegang manusia.

"Hanya kita merasa setiap saat diberi nafas tapi kita tak bisa memegang. Itulah kebesaran Tuhan dalam memproduksi pita suara menjadi suara yang bergema dan bergetar dan beraneka ragam warna," katanya.

 

Simak video pilihan di bawah ini: