Liputan6.com, Cilacap - Kepolisian menangkap seorang Warga Negara Asing atau WNA Singapura yang melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya di Majenang, Cilacap, Jawa Tengah. Kini, pria berusia 58 tahun itu pun ditetapkan sebagai tersangka.
Belakangan terkuak, korban kekerasan pria berinisial M ini tak hanya dua anak perempuannya. Istrinya, L, yang dinikahinya secara siri pun menjadi korban kekerasan.
Itu makanya, L tak pernah mencegah ketika M melakukan kekerasan terhadap anak perempuannya yang masih SD ini. Sebab, ia pun bisa menjadi korban berikutnya.
Advertisement
Bahkan, M sempat bikin gusar masyarakat Majenang. Pasalnya, ia tidak mengaku telah melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Baca Juga
M berkilah, apa yang dilakukannya adalah sebentuk sayang kepada anak-anak dan istrinya. Warga pun sempat menuntut agar M diusir pulang ke negaranya.
Kasus di Majenang ini rupanya bukan satu-satunya kasus yang terjadi di Cilacap. Bak gunung es, kasus kekerasan terhadap anak dan pencabulan anak terus terjadi, meski sudah diantisipasi dengan beragam cara.
Sekretaris P2TP2 Citra, Nurjanah Indriyani mengatakan hingga Oktober 2019, terjadi 72 kasus kekerasan dan pencabulan terhadap anak. Jumlah korban mencapai 89 orang.
Kasus kekerasan yang terjadi beragam, mulai dari pencabulan, perkosaan, kuasa asuh, KDRT, penelantaran, KTA, pelecehan seksual, trafficking, dan lain sebagainya.
Jenis kekerasan terhadap anak tertinggi di Cilacap pada 2019 adalah persetubuhan, yang mencapai 23 kasus dengan jumlah korban 24 anak. Kemudian, pencabulan anak dengan jumlah kasus 18 dan korban mencapai 26 anak.
Simak video pilihan berikut ini:
Awas, Kekerasan Anak Terbanyak Dilakukan oleh Orang Terdekat
Menyusul di urutan berikutnya, kuasa asuh delapan kasus, perkosaan lima kasus, penelantaran lima kasus, dan KTA lima kasus.
"Dari 89 korban, 71 peremuan, 18 laki-laki," kata Nurjanah, Senin malam (4/11/2019).
Dari 24 kecamatan, Kecamatan Cilacap Selatan adalah wilayah tertinggi terjadinya kasus kekerasan. Jumlah kasus mencapai 14 kali dengan korban berjumlah 19 orang.
"Kalau yang tinggi, salah satunya di Cilacap Selatan. Belum tahu, harus melihat dulu kasusnya apa saja," ucap dia, perihal tingginya kasus kekerasan di Cilacap selatan.
Akan tetapi, menurut Nurjanah, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak bak gunung es, yang tampak hanya lah puncaknya. Bisa jadi masih banyak kasus lain yang tak dilaporkan atau tak diketahui.
Ia memperingatkan, dari puluhan kasus pencabulan anak yang terjadi di Cilacap, nyaris seluruhnya dilakukan oleh orang-orang terdekat. Ayah tiri, paman, kakek, tetangga, guru sekolah, guru ngaji, adalah beberapa pihak yang tercatat sebagai pelaku.
"Hampir semuanya dilakukan oleh orang terdekat," Nurjanah mengungkapkan.
Menurut dia, sebagian besar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi pada keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Paling banyak, kata dia, terjadi pada keluarga miskin.
Â
Advertisement
Tak Semua Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Dilaporkan
Sebab itu, P2TP2A Citra mengintensifkan sosialisasi pencegahan tindak kekerasan terhadap anak di hampir semua lini, mulai sekolah, pemerintah desa, ibu PKK, kelompok pengajian, dan komunitas-komunitas perempuan lainnya.
Meski begitu, ia pun mengakui tak semua perwakilan P2TP2A Citra beroperasi efektif. Penyebabnya bermacam, mulai dari ketiadaan anggaran hingga keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM).
Keberadaan lembaga di masing-masing kecamatan dan desa ini diharapkan membuat korban kekerasan lebih mudah mengakses dan melaporkan tindak kekerasan yang dialami. Masyarakat juga dapat melaporkan tindak kekerasan yang terjadi di sekitarnya.
Nurjanah menegaskan, P2TP2A Citra Cilacap juga selalu siap mendampingi korban kekerasan dalam proses litigasi. Dalam kerjanya, Citra bekerjasama dengan kepolisian Cilacap. Selain itu, Citra juga melayani konseling untuk korban-korban kekerasan.
"Kami punya petugas untuk mendampingi dan memberi layanan konseling," dia menjelaskan.
Ia menduga, jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak tak semuanya dilaporkan. Pasalnya, sebagian masyarakat masih menganggap KDRT, kekerasan terhadap peremuan dan anak, sebagai aib yang harus disembunyikan rapat-rapat.
"Angkanya selalu naik. Bukan hanya Cilacap saja. Di Jawa Tengah, rata-rata seluruh Kabupaten kota seperti itu (naik) juga. Jadi masyarakat sekarang itu sekarang lebih pintar," dia menjelaskan.
Nurjanah menjelaskan, kekerasan terhadap perempuan paling banyak dipicu faktor ekonomi. Lantaran persoalan "perut" itu, konflik suami istri kerap terjadi.
Di beberapa wilayah, terutama di kantong buruh migran atau TKI, jumlah KDRT yang berakhir pada perceraian juga cukup tinggi.
Â