Sukses

Tekan Stunting, Garut Dapat Kucuran Dana Rp44 Miliar

Selain karena faktor asupan gizi akibat kemiskinan, persoalan stunting di Garut disebabkan karena genetik atau keturunan.

Liputan6.com, Garut - Pemerintah pusat menyuntikan anggaran cukup besar untuk penanganan Stunting di Garut, Jawa Barat.

"Ada anggaran cukup besar dari pemerintah pusat hampir Rp44 miliar untuk program Indonesia Sehat," ujar Bupati Garut Rudy Gunawan, kemarin.

Menurutnya, persoalan stunting atau tubuh kerdil sejak lama menjadi perhatian serius pemerintah Garut. Kondisi itu berbanding lurus dengan kasus stunting secara nasional.

"Di Garut sih normal, mau apapun kita anggap darurat saja, kenapa darurat ? karena nasional pun menyatakan darurat, masa nasional darurat di Garut tidak darurat," kata dia.

Saat ini kasus stunting di Indonesia sudah termasuk kategori darurat. Badan kesehatan dunia WHO ujar dia mencatat, mayoritas kasus stunting di Indonesia disebabkan kurangnya asupan gizi pada saat mengandung akibat kemiskinan.

Bahkan khusus Garut lanjut Rudy, ditemukan beberapa kasus di daerah terjadinya stunting karena faktor keturunan.

"Jadi stunting tidak hanya faktor gizi saja tapi keturunan juga, karena orang tunya beke (kerdil) ya jadi beke (kerdil) juga (anaknya)," ujar dia.

Saat ini ada beberapa kecamatan yang menjadi lokus perhatian pemda Garut dalam penanganan stunting yakni Kecamatan Peundeuy, Cibatu, Cibalong, Leuwigoong, dan Pasirwangi. "Sebenarnya di kita angka stunting sudah di bawah 10 persen," kata dia.

Untuk mendukung penanggulangan stunting di Garut, rencananya bantuan pemerintah pusat itu, digunakan untuk program penyuluhan serta pemberian gizi kepada warga miskin.

"Seperti untuk kader mengunjungi warga, dan ada pemberian makanan tambahan," papar dia.

 

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Persoalan Data

Rudy menambahkan, selain faktor generika dan buruknya asupan gizi masyarakat saat masuk masa kandungan, buruknya data warga miskin menambah runyam pemerintah. "Data yang diberikan tidak begitu lengkap," kata dia.

Menurutnya, kehadiran Basis Data Terpadu (BDT) yang dikeluarkan pemerintah, belum mampu memberikan jawaban, dalam mengantisipasi warga miskin.

"Misalnya yang menerima PKH itu kan miskin, begitu pun orang yang menerima BNPT juga sama, tapi coba lihat (banyak yang mampu menerima)," kata dia.

Ia kemudian mencontohkan pemberian jatah beras 10 kilogram yang akhirnya harus dibagi akibat banyaknya warga miskin yang tidak terdata. "Telur juga 8 butir harus dibagi dua itu untuk seminggu loh," kata dia.

Akibat buruknya pendataan data warga, program penanggulan stunting belum menunjukan progress yang signifikan bagi masyarakat.

"Padahal anggarannya besar, untuk makan saja puluhan miliar yang kita keluarkan," ujarnya.